Surat Pembaca

Tes Covid Seharusnya Gratis

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com — Banyak masyarakat masih belum mengerti akan tarip tes PCR (polymerase chain reaction) atau swab yang baru, bahkan tidak mau tahu, meski sudah turun harga hampir separuhnya. Karena mereka jarang bepergian yang mengharuskan memiliki surat bukti negatip covid-19.

Namun bagi sebagian orang yang aktivitasnya harus bepergian, baik itu sopir maupun masyarakat yang harus memerlukan tes PCR agar bisa lolos sampai tujuan harus mencari suratnya. Seperti ketika naik pesawat, kereta api, dan kapal. Mungkin sedikit bisa meringankan, tapi tetap masih tinggi biayanya.

Dilansir dari Merdeka.com, 13/8/202. Tarif tes antigen di Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 104/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang berlaku pada Kementerian Kesehatan dengan tarif Rp 694.000.

Sementara Presiden Joko Widodo meminta agar tes PCR di kisaran Rp 450.000 hingga Rp 550.000 ungapnya di kanal Youtube Setpres, Minggu, 15/8/2021 (Detik.com).

Karena tarif tes PCR di Indonesia sangat tinggi, meski sudah diturunkan tetap saja masih tinggi. Karena ternyata tarif PCR di negara lain jauh lebih rendah. Setelah banyaknya kritik masyarakat atas mahalnya biaya tes PCR dan antigen mandiri, pemerintah akan menurunkan harganya.

Kemenkes memberi penjelasan harga tes PCR yang lebih mahal di pasaran dan saat ini beredar telah berdasarkan hasil kajian tim ahli. Dan ada di kisaran Rp500.000 – Rp900.000. Jika dibandingkan dengan tes PCR India yang di kisaran Rp95.000 setelah diturunkan dari tarif Rp 150.000, maka harga tes PCR Indonesia relatif masih mahal (Cnnindonesia.com, 13/8/2021).

Hingga Tompi (penyanyi dan dokter) mengkritisi di laman Twitternya. “Harga PCR atau swab harus semurah-murahnya!!! Negara harus hadir memastikan ini. Kenapa negara lain bisa lebih murah dari kita saat ini? Bukankah beli bayam 100 selalu lebih murah dari beli bayam 10. Ayolah Bisa! Mohon kendalinya Pak @Jokowi,” tulis Tompi di akun Twitternya.

Hal yang wajar jika terjadi banyak protes, karena hitung-hitungan angka tarif tes PCR Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Apalagi negara juga berperan mengevaluasi/ audit Lembaga-lembaga penyelenggara tes agar tetap memberi pemasukan bagi negara.

Kesehatan bagi rakyat yang membutuhkan, malah menjadi celah pemasukan bagi negara yang menerapkan sistem kapitalis. Seperti mati rasa, rakyat seharusnya dimudahkan untuk urusan tes PCR malah harus membayar tinggi jika ada keperluan PCR. Membuktikan negara selalu bertransaksi dan melakukan perhitungan secara ekonomi dengan rakyat. Bukan melayani/riayah. Inilah watak asli negara kapitalistik

Padahal tingginya tarif PCR jelas makin mempersulit rakyat dalam beraktivitas, sudahlah terdampak pandemi covid-19 yang memperburuk ekonomi masih ditambah beban tes PCR jika ingin bepergian atau untuk kegiatan lain. Bak sudahlah jatuh tertimpa tangga pula.

Kesehatan Gratis dalam Islam

Berbeda dengan sistem aturan dalam Islam. Kesehatan termasuk fasilitas umum yang akan ditangggung oleh khilafah sebagai institusi negara yang mengurusi semua kebutuhan rakyatnya. Haram hukumnya negara mengambil pungutan atas layanan yang wajib diberikan negara

Jika tes PCR termasuk bagian dari upaya memisahkan antara orang sakit dan sehat dan merupakan satu rangkaian dari penanganan pandemik covid-19, maka semestinya bebas biaya. Bahkan ini harus dilakukan kepada semua orang, dengan tempo singkat. Agar kondisi normal segera terwujud.

Mengkarantina orang-orang yang positif pada tempat yang dikhususkan untuk penyembuhan dan pemulihan orang-orang yang positif, baik dengan gejala maupun tanpa gejala. Semua kebutuhan pagi pasien ditanggung oleh khilafah, baik dari pemenuhan kebutuhan pokok, obat-obatan, tenaga ahli (dokter, perawat, tim laboratorium) maupun fasilitas kesehatan lainnya.

Semua dilakukan agar orang-orang yang sehat bisa tetap beraktivitas seperti biasanya, sehingga roda ekonomi juga ikut berjalan. Dengan begitu ada pemasukan untuk anggaran negara. Itu sekelumit gambaran pengurusan dalam sistem Islam.

N.S. Rahayu (Pengamat Sosial)

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here