Opini

Paradoks Duta Antikorupsi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Habiba Mufida

( Pemerhati Kebijakan Publik)

Sistem kapitalisme membentuk individu berpikir dan berperilaku sesuai akidah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan

Wacana-edukasi.com — Lembaga antirasuah di Indonesia sekali lagi bikin heboh masyarakat. Setelah beberapa waktu lalu masyarakat dibuat tercengang dengan penyaringan pegawai KPK dengan tes wawasan kebangsaannya.tidak meloloskan beberapa pegawai yang justru selama ini paling getol melawan korupsi. Sekarang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru akan merekrut mantan narapidana kasus korupsi menjadi penyuluh antikorupsi.

Setelah para pegawai berprestasi dieksekusi, kini mantan koruptor justru diakomodasi. Sampai kapan, KPK di bawah Firli Bahuri terus menelurkan kebijakan yang memicu polemik dan kontroversi. Sebelumnya juga ada isu perjalanan dinas, diskon hukuman untuk para koruptor, lalu lembaga antirasuah justru merekrut mantan narapidana koruptor untuk menjadi duta antikorupsi. Maka, masih adakah asa untuk mengakhiri korupsi di Indonesia?

Selama ini, di setiap potongan pemerintahan selalu ada agenda korupsi yang dipertontonkan. Korupsi terjadi dari mereka yang menduduki jabatan yang seharusnya mengurusi rakyat. Namun justru merekalah tikus berdasi itu. Padahal, negara sedang dilanda kesedihan akibat hantaman pandemi yang memukul telak perekonomian. Bahkan tak sedikit masyarakat yang akhirnya menjadi pengangguran. Namun, mereka yang justru memakan uang yang bukan haknya, hanya berakhir dengan dimaafkan. Sedang hukuman hanya sekedar memenuhi kewajiban.

Hukuman para koruptor bahkan tidak memberikan efek jera. Contoh saja Djoko Tjandra, hanya divonis, 3,5 tahun penjara oleh pengadilan. Padahal, dia telah rugikan negara sebesar Rp940 Miliar, berhasil kabur selama 11 tahun. Sangat tidak setimpal dengan kejahatan yang telah dia perbuat.

Senada dengan hukuman yang dijatuhkan Majlis hakim kepada sang koruptor dana bansos. Juliari yang terbukti menerima uang Rp14,7 miliar pada periode Mei 2020 – November 2020 justru memberikan keringanan hukuman. Pengadilan menyebut, salah satu pertimbangan yang meringankan eks Mensos Juliari karena dinilai cukup menderita setelah mendapatkan cacian dari rakyat. Dia terpojokkan karena hinaan dari masyarakat sebelum adanya putusan hukuman pengadilan. Suatu pemikiran yang gak bisa dinalar.

Kondisi karut marutnya hukum dan kebijakan nyleneh di lembaga KPK sesungguhnya telah menjadi paradoks bahwa korupsi akan bisa diakhiri di Indonesia. Sebaliknya, bak jamur di musim hujan, korupsi justru tumbuh subur tak bisa dikendalikan. Tak terelakkan jika track record korupsi di periode ini adalah terburuk sepanjang masa. Karena sejak awal kepemimpinan Firli, KPK memang sudah tak berdaya. Sudah menjadi lembaga yang menghamba pada penguasa. Bukan lembaga yang independen dalam bekerja. Semakin sekarat dengan program duta anti korupsi yang justru diambil dari mantan tikus berdasi.

Tak salah, jika rakyat hilang empati. Nampaknya memang menjadi ilusi bisa menghilangkan korupsi di negara demokrasi. Bahkan layak jika negeri ini disebut surga kriminal. Termasuk ide menjadikan mantan koruptor menjadi penyuluh sungguh kebijakan yang tak masuk akal. Bukannya memberikan efek jera bagi pelaku dan edukasi bagi masyarakat, tetapi justru melanggengkan tindak korupsi.

Mencari Akar Permasalahan

Korupsi yang membudaya terjadi bukan hanya karena individu yang suka berbuat curang. Namun, karena sistem yang diterapkan memberi peluang mereka menjadi koruptor. Sistem kapitalisme membentuk individu berpikir dan berperilaku sesuai akidah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Berikut asas kehidupan bersandar pada manfaat semata, dimana kekayaan materi jadi tujuan utama. Tak ayal, para pejabat dan penguasa berlomba memenuhi pundi-pundi kekayaan pribadinya.

Walau mayoritas pejabat adalah muslim, tetapi sekularisme telah menyatu dalam jiwa. Akibatnya mereka tidak menjadikan agama sebagai peta hidupnya. Sumpah jabatan atas nama Al-Qur’an hanya sebatas ucapan tidak terpatri dalam tindakan. Belum lagi, biaya menjabat dalam demokrasi sangatlah tinggi. Kebanyakan pejabat akhirnya berfikir bagaimana cara agar modal mereka bisa kembali. Hingga korupsi menjadi pilihan.

Lebih miris, hukuman bagi koruptor tidaklah memberikan efek jera. Sebaliknya, sanksi bagi koruptor justru bisa dikompromikan. Keringanan hukuman sangat mudah didapatkan bagi koruptor. Bahkan, fasilitas mewah masih melekat ketika hukuman kurung diberlakukan terhadap perampok uang negara. Lucunya, meski mereka mantan napi, mereka punya kesempatan untuk menduduki jabatan lagi. Dan kini, tercetuslah ide duta antikorupsi.

Menelisik Solusi Islam

Islam adalah agama yang sempurna dan memiliki solusi paripurna. Di dalam sistem Islam, segala aktivitas rakyat, pejabat berikut penguasa bersandar hanya pada hukum Allah semata. Tiga pilar ketaqwaan yakni ketaqwan individu, ketaqwaan, masyarakat, dan ketaqwaan negara akan terjaga.

Hal tersebut akan terwujud jika sistem Islam diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Sistem pendidikan wajib diselenggarakan negara untuk rakyat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga suasana keimanan. Sehingga, tak akan ada celah untuk kecurangan. Dengan suasana keimanan yang dominan maka rakyat akan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Di sisi lain, sistem sanksi dalam Islam akan ditegakkan seadil-adilnya. Pemberlakuan sangsi ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera dan mencegah bagi calon pelaku yang lain. Dalam Islam, sistem sanksi berfungsi sebagai pencegah (Jawazir) dan sekaligus sebagai penebus dosa (jawabir). Dengan demikian, budaya korupsi akan bisa diakhiri.

Peran negara untuk mewujudkan ketakwaan umat sangat diperlukan. Duta antikorupsi tidak akan pernah bisa memberantas sampai tuntas, apalagi dia mantan napi koruptor. Justru akan menjadikan pemberantasan korupsi semakin sekarat. Maka, sudah saatnya negeri yang mayoritas muslim ini menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Agar terwujud kesejahteraan dan terjauhkam dari segala kemaksiatan.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here