Oleh dr. Rini Nur
Sistem sekuler kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas yang melahirkan kebebasan, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan bertingkah laku.
Wacana-edukasi.com–Menghina Nabi ﷺ adalah tindakan kekafiran, dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Baik dilakukan serius maupun dengan bercanda. Allah ﷻ berfirman,
وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ
“Jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65)
Saat itu orang-orang munafik berdalih bahwa mereka melakukan itu hanya sekadar bercanda. Allah menjawab,
لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ
“Tidak perlu kalian mencari-cari alasan, karena kalian telah kafir setelah beriman.” (QS. At-Taubah : 66)
Namun sampai hari ini penghina nabi terus beraksi. Di mana permasalahan ini akan menimbulkan kegaduhan dan perpecahan di masyarakat.
Parade Penista Agama
Beberapa kasus hukum penistaan agama itu mendapatkan sorotan media yang cukup intensif. Sebut saja kasus cerpen “Langit Makin Mendung” karya Ki Pandji Kusmin, kasus Sekte Pondok Nabi, kasus Survei Tabloid Monitor, kasus Lia Aminudin (Lia Eden), kasus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), kasus Tajul Muluk alias Haji Ali Murthado, kasus Nando Irawansyah M’ali, Kasus Rusgiani, Kasus Heidi Eugenie, dan yang paling fenomenal adalah kasus penodaan surah Al Maidah oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sukmawati Sukarnoputri alias Sukmawati ini membuat geram umat Islam karena menyoal ihwal peran Soekarno lebih berjasa daripada Nabi Muhammad saw. pada awal abad ke-20. Sejumlah tokoh mengkritik pernyataan Sukmawati yang disampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk “Bangkitkan Nasionalisme, Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme” (11/11/2019).
Bulan April 2021 lalu, Joseph Pa oful Zhang mengaku dirinya sebagai nabi ke-26 dan ia menyebut Nabi Muhammad ﷺ sebagai sosok yang c*bul.
Paling baru dengan kasus yang sama, seorang YouTuber bernama M Kece melalui kanal YouTube-nya, melontarkan pernyataan keji bahwa Muhammad bin Abdullah tidak masuk surga. Menurutnya, tidak ada ayat yang menyatakan bahwa Muhammad akan masuk surga. Nabi Muhammad tidak perlu diikuti karena dikatakannya berteman dengan jin (Detik news, 23/08/2021)
Sistem Sekuler Menyuburkan Penista Agama
Sebagai muslim pasti tidak akan rela jika orang pilihan Allah, teladan terbaik bagi umat manusia di seluruh alam ini, Sayyidina Muhammad ﷺ, dihina dan dinistakan. Orang yang maksum, yang Allah sucikan dari dosa dan dijamin masuk surga, dihina sedemikian rupa dengan tuduhan yang tidak berdasar. Sungguh merupakan tindakan yang melampaui batas!
Berulangnya kasus penghinaan nabi ini membuktikan bahwa negara telah gagal melindungi agama, menjaga kemuliaan dan kesucian Nabi Muhammad ﷺ.*
Penyebabnya adalah sistem sekuler, dimana kebebasan individu sangat diagung-agungkan. Hak asasi manusia setiap orang dijaga sebagai bentuk kebebasan berekspresi.
Sistem sekuler kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas yang melahirkan kebebasan, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan bertingkah laku. Kebebasan berpendapat inilah yang jadi tameng sehingga orang makin berani menghina Rasulullah ﷺ, bahkan mengobrak-abrik ajaran Islam yang sudah baku.
Mereka bebas melontarkan pemikiran atau pendapat sesuai hawa nafsunya, tanpa berpikir apakah pemikiran atau pendapatnya itu benar atau tidak, memberikan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat atau tidak. Selama tidak mengganggu kebebasan orang lain, sah-sah saja.
Selain itu, penegakan hukum juga terkesan pilih kasih. Sering kali tidak memenuhi rasa keadilan umat Islam. Ini yang membuat orang tidak jera untuk menista agama.
Saat umat ramai menuntut agar Sukmawati segera diproses hukum setelah membandingkan Nabi Muhammad Saw., dengan Bung Karno malah diminta umat bersabar dan melakukan mediasi urus Akhirnya kasus tidak berlanjut ke proses hukum.
Banyak kasus diadukan. Tetapi berkali-kali laporan penistaan agama tak digubris dan akhirnya menguap begitu saja, sebagaimana kasus Victor Laiskodot hingga kini tak kunjung diperiksa oleh kepolisian.
Inilah penyebab penista agama, penghina nabi tidak pernah kapok. Meski jelas dan terang benderang menodai agama Islam, tidak akan ada hukuman yang berat.
Berbeda jika pelakunya Muslim atau organisasi Islam, penindakannya begitu cepat. Sebaliknya, jika pelakunya pendukung dan penyambung lidah rezim, dibiarkan melenggang. Bahkan narasi-narasi penghinaan terhadap Islam, ajaran, simbol, dan Rasul-Nya tidak akan dianggap mengganggu jika umat tidak terus menerus “berisik” protes.
Hukuman Penista Agama dalam Islam
Satu-satunya sistem yang mampu melindungi umat dan ajaran Islam dari penistaan agama hanyalah sistem Islam. Kehidupan antar sesama pemeluk agama dapat berjalan harmonis, saling menghormati, dan menghargai ajaran masing-masing. Tidak ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama.
Para Khalifah telah memberi teladan kepada umat Islam dalam menyikapi para penista agama. Khalifah Abu Bakar ash- Shiddiq misalnya, yang memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah Saw., (Lihat: Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadis No. 4363)
Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Umar bin Kaththab ra., beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimahullah)
Sultan Hamid II—sultan ke-34 Kekhalifahan Utsmaniyah—juga mengikuti jejak para Khulafaurasyidin. Ia pernah marah dengan tindakan pemerintah Prancis. Saat itu, surat kabar Prancis memuat berita tentang pertunjukan teater yang melibatkan Nabi Muhammad Saw., Sultan mengatakan, “Ini penghinaan terhadap Rasulullah. Aku tak akan mengatakan apa pun. Mereka menghina Baginda kita, kehormatan seluruh alam semesta.”
Bahkan, Sang Sultan siap bangkit dari kematian jika terjadi penghinaan atas agama Islam dan Nabi Saw, Beliau mengatakan, “Aku akan menarik pedang ketika sedang sekarat. Aku akan menjadi debu dan terlahir kembali dari debuku, dan berjuang bahkan jika mereka memotong leherku, mencabik-cabik dagingku demi melihat wajah Baginda Nabi Saw., Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukkan tersebut,” ucap Sultan dengan nada geram sembari melemparkan koran kepada delegasi Prancis (Film Payitaht bersumber dari catatan harian Sultan Abdul Hamid saat menjabat sebagai Khilafah).
Inilah sikap para pemimpin Islam, tegas dalam menindak para penista agama demi menjaga kemuliaan din Allah, pantang berkompromi atau bersikap lemah di hadapan penista. Sebab, salah satu maqashid syariat (tujuan-tujuan syariat) adalah hifdzhu ad-din (menjaga agama).
Maka, menjadi kewajiban bersama bagi umat Islam untuk memperjuangkan penegakan Islam. Dalam sistem Islam yang dipimpin seorang khalifah, umat Islam tidak akan terhina dan syariat-Nya senantiasa terjaga.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 12
Comment here