Opini

Penghinaan Agama Berulang, Kapitalisme Gagal Menjaga Agama

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Neng Maryana

Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berperilaku. 

Wacana-edukasi.com — Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta polisi segera menangkap YouTuber Muhammad Kece. Sebab pria tersebut sudah menghina dan merendahkan agama Islam. Menurut dia, Muhammad Kece sebelumnya beragama Islam, namun kini sudah pindah agama lain. Pernyataan Kece, kata dia sudah mengganggu kerukunan umat beragama.

Ketua PP Muhammadiyah ini menilai perbuatan Kece tidak etis dan memancing kemarahan umat Islam. Sebab ucapan Kece, menurut dia merendahkan dan menghina Allah SWT, Alquran dan Nabi Muhammad SAW.

Dalam pernyataannya, Muhammad Kece melalui channel Youtube menyebut jika Nabi Muhammad SAW merupakan jin. Pernyataan ini sendiri menjadi kontroversial meski dirinya telah mengklarifikasi jika pernyataan tersebut diambilnya dari terjemahan salah satu ayat Al-quran.

MUI, Muhammadiyah, dan NU telah satu suara menyebut bahwa apa yang disampaikan Muhammad Kece menyesatkan dan berpotensi memecah belah umat.

Sungguh miris, di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, justru berulang kali terjadi kasus penistaan dan penodaan agama. Berulangnya kasus penodaan agama ini, membuktikan bahwa negara gagal menjamin dan melindungi agama. Undang-undang yang ada tentang Penodaan Agama, tidak efektif menghentikan semua itu. Ditambah lagi penegakan hukumnya seringkali tidak memenuhi rasa keadilan.

Sering kita dapati pelakunya bahkan lepas dari jeratan hukum hanya karena meminta maaf. Ini yang membuat orang tidak jera menista agama, justru malah menambah daftar nama penista agama. Di negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalis seperti negeri kita ini, atas nama HAM seseorang bisa bebas bertindak sesuai dengan keinginannya. Selama tidak ada yang terganggu, dianggap sah-sah saja, termasuk kasus ini.

Hal ini wajar, karena sistem demokrasi kapitalis menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupan dan dalam implementasinya, sistem demokrasi kapitalis melahirkan liberalisme atau kebebasan.

Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berperilaku. Kebebasan berpendapat telah melahirkan orang-orang yang berani menyimpangkan kebenaran Islam, menghina dan menghujat ajaran Islam yang sudah pasti kebenarannya, seperti kebenaran Alquran dan kemaksuman Nabi ﷺ.

Mereka bebas melontarkan pemikiran atau pendapatnya sesuai hawa nafsunya, tanpa berpikir apakah pemikiran atau pendapatnya itu benar atau tidak, menyakitkan orang banyak atau tidak, apakah pemikiranya itu sesat atau menyesatkan orang lain atau tidak, memberikan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat atau tidak. Selama tidak mengganggu kebebasan orang lain, sah-sah saja. Inilah yang sesungguhnya membahayakan umat Islam.

Banyaknya kasus penistaan agama membuktikan bahwa negara telah gagal melindungi agama. Sebabnya sistem sekuler tidak menempatkan agama pada tempatnya. Syariat Islam tidak dijadikan sebagai sumber aturan dan hukum. Agama hanya dijadikan sebagai salah satu sumber nilai dan norma belaka. Sebagai alternatif rujukan dalam membuat regulasi-regulasi dan bukan menjadi orientasi.

Karenanya agama menjadi patut untuk dipertanyakan, diragukan, bahkan dinistakan. Orang yang menghina agama secara sadar ataupun tidak, bisa jadi karena ketidaktahuan. Atau karena kedengkian terhadap Islam. Bahkan ada juga yang menjadikannya sarana meraup keuntungan materiil.

Tidak heran jika penistaan agama itu akan terus ada, selama tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan bernegara. Karena ketika Islam diterapkan dan penanganannya sebagaimana yang dicontohkan, maka biidznillaah tidak akan ada lagi yang berani menistakan agama.

Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan penanganan yang tepat. Solusi yang benar-benar solutif. Bukan solusi tambal sulam. Sebab jika perkara ini tidak cepat diatasi dengan penanganan yang benar maka kerusakan akan terus terjadi bahkan semakin parah.

Islam telah membuat aturan yang sangat tegas. Penghinaan terhadap Islam, Allah SWT dan Rasulullah SAW., bisa menjadikan pelakunya tergolong murtad. Para ulama bersepakat bahwa hukuman bagi penghina Islam adalah hukuman mati jika ia tidak mau bertaubat. Jika ia bertaubat maka keputusan dikembalikan kepada Khalifah sesuai dengan tingkat penghinaannya. Ulama Ash-Shaidalani dari kalangan Syafiiyah menyatakan bahwa pelaku penghina Allah dan Rasulullah jika bertaubat maka 80 kali cambukan sebagai sanksi atasnya (Mughni al-Muhtaj). Dengan sanksi tegas tersebut akan memotong mata rantai penghinaan terhadap Islam.

Persoalan ini akan tuntas jika sekularisme dicampakkan dari kehidupan. Lalu diganti dengan sistem yang menerapkan Islam kaffah. Islam membimbing dan mendidik rakyat sehingga kebodohan tergantikan oleh pemahaman Islam. Di samping itu sanksi hanya bisa dilakukan oleh daulah Islam.

Wallahu a,lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here