Oleh: Nur Hajrah MS
wacana-edukasi.com — Pemerintah kembali memperpanjang masa PPKM namun pada Senin, 30 Agustus 2021 sejumlah besar sekolah diberbagai daerah telah memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Pemerintah telah mengizinkan sekolah tatap muka bagi wilayah PPKM level 1 sampai 3, sebagaimana yang dikatakan Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bahwa bagi setiap daerah jika telah memasuki level PPKM 1 sampai 3 dibolehkan untuk melakukan kegiatan sekolah tatap muka. (Tempo.co 26/8/21)
Demi suksesnya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Kemendikbudristek meminta agar orang tua mendukung kebijakan pemerintah, karena orang tua memiliki peran yang penting dalam mensukseskan kegiatan PTM terbatas ini. Terutama bagi anak-anak yang ada dijenjang pendidikan PAUD sampai SD, ini adalah tingkatan sekolah dimana peran orang tua sangat penting didalamnya agar anak-anak mengerti dan mematuhi protokol kesehatan.
Walaupun kebijakan ini menuai pro dan kontra Nadiem Makarim tetap melanjutkan kegiatan sekolah tatap muka ditengah wabah Covid-19 yang bahkan status PPKM saja masih berlaku. Sejumlah orang tua/wali murid ada yang pro dan senang dengan kebijakan ini kerena beranggapan bahwa sekolah secara daring bisa menurunkan produktivitas anak, selain itu mereka juga beranggapan bahwa selama sekolah secara daring anak-anak hanya diberikan tugas-tugas yang murid sendiri tidak mengerti akan tugas tersebut, orang tuapun dituntut mendampingi anak mereka belajar, padahal tidak semua orang tua mengerti dengan materi serta tugas sekolah yang diberikan secara daring.
Disisi lain ada juga orang tua murid memiliki pendapat yang berbeda, walaupun sebenarnya mereka ingin sekolah tatap muka kembali berjalan tetapi mereka tidak ingin jika sekolah secara tatap muka ini dilakukan dimasa pandemi yang belum menampakkan adanya tanda-tanda bahwa pandemi akan segera berakhir. Para orang tua khawatir akan kesehatan dan keselamatan anak-anak, pasalnya varian virus Corona masih saja berkembang, selain itu walaupun para staf pengajar dan murid telah divaksinasi para orang tua tetap khawatir terhadap kesehatan dan keselamatan anaknya karena tidak ada jaminan bahwa anak-anak akan aman dari virus walaupun telah divaksin. Budaya untuk mentaati protokol kesehatanpun di Indonesia sendiri juga masih sangat rendah, sehingga wajar orang tua khawatir jika di sekolah nanti anak-anaknya tidak mematuhi protokol kesehatan dan menjadi mudah terpapar virus corona.
Dari Aliansi Pendidikan dan Keselamatan Anak (PKA) telah mengirimkan somasi terbuka kepada Presiden Joko Widodo dan empat menteri agar mengkaji ulang kegiatan PTM terbatas ini, pasalnya, walaupun angka Covid di Indonesia sudah mulai turun tetapi kasus positif masih terbilang cukup tinggi dan walaupun kegiatan PTM hanya boleh dilakukan sesuai tingkatan level PPKM wilayah tetapi itu tidak menjamin anak-anak tidak akan terserang virus Corona. Selain itu anak dibawah usia 12 tahun belum bisa divaksin dan anak-anak usia 12-17 tahun belum semuanya mendapatkan kesempatan untuk divaksin. Dilansir dari detik.com syarat dari WHO untuk melakukan kegiatan PTM, salah satunya adalah angka kasus positif Covid-19 nasional adalah maksimal 5% sedangkan di Indonesia sendiri, angka rata-rata kasus positif Covid-19 masih berada pada angka 18%.
Metode pembelajaran secara tatap muka memang lebih efektif dalam proses belajar mengajar dibandingkan metode pembelajaran jarak jauh atau secara daring. Tetapi yang menjadi permasalahannya dalam proses pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di negeri ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang ada malah menimbulkan masalah baru mulai dari tuntutan ekonomi yang tidak mencukupi untuk memenuhi perlengkapan sekolah secara daring, angka kriminalitas meningkat, banyak anak-anak putus sekolah dan ironisnya beberapa anak mengalami depresi mengikuti sekolah secara daring bahkan sampai mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan.
Dari berbagai masalah yang telah terjadi, selama proses pembelajaran jarak jauh, pemerintah malah mencoba mengambil kebijakan untuk melaksanakan kembali proses pembelajaran tatap muka ditengah wabah pandemi. Dengan syarat, berlaku bagi wilayah PPKM level 1 sampai 3, tidak ada kegiatan ekstrakurikuler, dilarang membuka kantin dan ada beberapa syarat lainnya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundangan nomor 833 tahun 2021 tentang syarat melakukan proses pembelajaran tatap muka terbatas. Tetapi yang menjadi pertanyaannya sekarang, apakah dengan kebijakan pemerintah dengan berbagai syarat yang dikeluarkan akan menjamin hak-hak anak akan terlindungi? Dalam hal ini bagi kesehatan dan keselamatan jiwa anak-anak, dan juga bagi tenaga pendidik? Apakah dengan berbagai kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka telah dipersiapkan secara matang? Atau nantinya malah membuka permasalahan baru lagi? Karena dilaksanakan ditengah pandemi dimana jumlah kasus positif Covid-19nya masih terbilang cukup tinggi, bahkan berdasarkan persyaratan dari WHO untuk melakukan kegiatan PTM maksimal angka kasus positif Covid-19 nasional berada pada angka 5% sedangkan Indonesia jumlah kasus positif Covid-19 nasional masih pada angka 18% dan ini terbilang masih cukup tinggi.
Bergonta-gantinya kebijakan pemerintah yang bahkan sempat diundur berulang-ulang kali untuk melakukan kegiatan PTM, ini malah semakin jelas menampakkan bahwa peran negara dalam menjamin pendidikan anak-anak tanpa mengurangi haknya untuk dijamin kesehatan serta keselamatan jiwanya baik itu dilaksanakan secara PJJ maupun PTM masihlah rendah. Kebijakan pemerintah malah seolah-olah hanya untuk memperlihatkan ajang uji coba kebijakan, yang dipraktekkan terhadap masyarakatnya sendiri, tanpa memperhatikan apa dampak dari kebijakan yang dibuatnya. Padahal sangat jelas berdasarkan persyaratan dari WHO dan jumlah kasus positif Covid-19 nasional yang saat ini masih tinggi ini artinya berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan anak-anak, sehingga wajar jika ada orang tua yang tidak setuju dan keberatan jika kegiatan pembelajaran tatap muka dilaksanakan ditengah pandemi.
Beginilah penampakan dari sistem demokrasi kapitalis, kepentingan ekonomi menjadi bahan perhatian yang lebih penting yang katanya untuk kepentingan rakyat tetapi pada faktanya kebijakan ekonomi hanya menguntungkan mereka yang berada. Dalam kasus pelaksanaan PTM terbatas ini pemerintah bukannya mencari solusi yang lebih efektif tetapi malah membuat kebijakan baru yang belum pasti akan sukses atau malah memunculkan masalah baru.
Lain halnya dengan sistem pemerintahan Islam. Pemerintahannya akan mencari sumber masalah dan memecahkan masalah tersebut sampai keakar-akarnya. Wabah bukanlah menjadi halangan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, sekolah secara TPM maupun TJJ akan tetap sama kualitas pendidikannya, mengapa? Karena kurikulumnya bersifat shahih yang tidak dapat dirubah-rubah. Kurikulumnya berlaku baik saat ada wabah maupun tidak. Seperti yang dituliskan oleh Noor Afeefa Pemerhati Kebijakan Pendidikan yang dilansir dari Muslimah News. Noor Afeefa menuliskan bahwa ada 3 hal penting mengapa harus kurikulum pendidikan khilafah.
Pertama, asas shahih. Pendidikan harus bersandar aqidah Islam, sehingga kurikulumnya pun harus disusun berdasarkan aqidah Islam, karena aqidah Islam adalah landasan bagi umat muslim baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun bernegara.
Kedua, tepat dalam tujuan dan pencapaian.
Negara akan mengarahkan kurikulumnya untuk membentuk kepribadian Islam bukan kepada pencapaian pendidikan seperti ala barat yang sekuler. Sehingga kurikulumnya akan menghasilkan generasi yang produktif dan handal, nilai-nilai syariat Islam tidak jauh dari mereka karena mereka amanah dalam menjalankan hukum-hukum Allah. Selain itu dengan sistem ekonomi dan politik yang baik oleh Khilafah maka pelaksanaan kurikulum pendidikan yang berbasis aqidah Islam pun akan mudah diwujudkan karena kemaslahatannya adalah semata-mata untuk kepentingan umat.
Ketiga, kemampuan menghadapi segala kondisi.
Kurikulum pendidikan dalam sistem pemerintahan Islam berlaku seragam bagi semua jenjang. Metode pembelajarannya juga shahih. Sekolah secara PTM maupun PJJ guru harus mampu menjelaskan ilmu yang diberikan kepada murid dan harus sesuai dengan fakta, dalam arti lain ada proses berpikir (talqiyan fikriyan) atas ilmu yang diterima dan hasil dari proses berpikir ini yang penting dalam mempengaruhi perilaku. Dan ini sangat penting dilakukan walaupun ditengah pandemi, tidak seperti sistem pendidikan ala demokrasi sekuler saat ini. Disaat terjadi wabah, kebanyakan guru-guru lalai menjalankan tugasnya, tidak menyampaikan materi secara rinci kepada murid-muridnya materi hanya dikirimkan secara digital lalu meninggalkan setumpuk tugas yang membuat anak-anak depresi. Jika dalam kurikulum Islam berprinsip standar keberhasilan ilmu adalah perilaku, maka lain halnya dengan sistem kurikulum ala demokrasi sekuler yang yang lebih mementingkan pencapaian nilai dibandingkan perilaku. Jadi jangan heran jika melihat perilaku anak-anak saat ini, jika mereka dituntut untuk mengejar prestasi nilai maka anak akan abai terhadap sesamanya atau menampakkan perilaku yang tidak terpuji walaupun ia berhasil dalam segi prestasi.
Kurikulum pendidikan akan terus bergonta-ganti, hak anak akan terabaikan terutama dalam menuntut ilmu jika sistem demokrasi sekuler terus diterapkan dalam bernegara. Sudah saatnya kembali kepada sistem pemerintahan yang dirindukan oleh umat, sistem pemerintahan yang di ridai Allah SWT, sistem pemerintahan yang bukan hanya melindungi manusia tetapi juga seluruh mahluk yang ada dimuka bumi ini, dan yang pastinya akan menghasilkan generasi yang berahlak mulia. Sistem pemerintahan tersebut adalah daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bish-shawab
Views: 0
Comment here