Opini

Bonus Wakil Menteri dalam Kabinet Disfungsi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

wacana-edukasi.com — Presiden Joko Widodo memberikan kejutan buat rakyatnya dengan meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2021 tentang Wakil Menteri (Wamen). Dalam Perpres, seorang Wamen yang berhenti atau masa jabatannya sudah berakhir akan diberikan uang penghargaan Rp 580 juta. Uang perhargaan ini untuk 1 (satu) periode masa jabatan. (kompas.com, 30/08/2021)

Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini mengatakan perpres ini merupakan jawaban atau jembatan yang dibuat pemerintah. Selama ini hanya menteri yang mendapat uang pensiun, sementara wakil menteri tidak ada. Padahal Wamen perlu diapresiasi karena sudah bekerja untuk jutaan rakyat.

Tidak hanya Wamen yang sekarang masih aktif, yang telah purna pun turut mendapatkan uang penghargaan tersebut. Di era Jokowi-Ma’ruf Amien, ada 14 Wamen yang mendampingi beberapa menteri. Jika dijumlahkan dengan Wamen pada masa pemerintahan sebelumnya,berarti anggaran besar harus dialokasikan untuk bonus tersebut.

Tak heran kebijkan ini menuai banyak kritikan, selain karena dilakukan di masa pandemi juga bukan hal yang urgen. Persoalan terkait kondisi rakyat yang seharusnya mendapat perhatian dan diprioritaskan tetapi pemerintah terkesan abai.

*Urgensi Kedudukan Wakil Menteri*
Presiden sebagai kepala pemerintahan mempunyai kewenangan mengangkat Wamen sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Pengangkatan Wamen sudah dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya.

Di era SBY mengangkat 10 Wamen di kabinet periode pertamanya dan 19 Wamen di periode keduanya. Sementara di masa jabatan 2014-2019, Jokowi mengangkat 3 Wamen, dan di periode keduanya 14 Wamen.

Wamen memiliki tugas membantu menteri dalam melaksanakan tugas kementeriannya. Kedudukanya membantu menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian, mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi dalam jabatan pimpinan tinggi madya atau eselon I di lingkungan kementerian.

Namun realitasnya, penambahan personal dalam kementerian tidak menjamin kualitas pelayanan rakyat . Justru bisa memperburuk karena birokrasi lebih panjang. Ibarat seperti orang kegemukan, pergerakannya tidak lincah, rawan terkena penyakit. Apalagi jika koordinasi dan monitoringnya lemah.

Selain itu, keberadaan Wamen menunjukkan kekurangpercayaan presiden terhadap kompetensi menteri yang merupakan jabatan politis. Para Wamen profesional berlatar belakang dari non partai untuk menjaga kedudukan Menteri.

Penunjukkan Wamen dalam kabinet bukan sepenuhnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Keberadaannya akibat disfungsi kabinet dimana jabatan menteri dipegang bukan oleh orang -orang yang berkompeten melainkan untuk bagi-bagi kekuasaan.

Karena itu, pantaskah seorang Wamen mendapat bonus dengan jumlah yang fantastis sementara perannya sendiri tidak memberikan dampak signifikan bagi rakyat?

Kabinet Sandiwara

Semua presiden di saat pelatikan berjanji akan membentuk kabinet yang personel-personelnya kredibel, profesional di bidangnya. Penegasan disampaikan bahwa kabinet bersih dari bagi-bagi jabatan atau politik traksaksional.

Meski pemilihan menteri merupakan hak prerogratif presiden, faktanya terjadi tarik menarik kepentingan partai sehingga jabatan menteri seolah-olah sebagai upah bagi partai yang sudah memberikan dukungan. Tidak heran jika menteri lebih mementingkan partai sehingga acuan kerjanya bukan untuk rakyat.

Bukan rahasia lagi, beberapa menteri jadi sapi perah parpol. Belum lagi harus melayani kepentingan korporasi yang telah memberikan dukungannya selama pemilu.

Walhasil, kerja demi rakyat hanya jargon sehingga kabinetnya pun bersandiwara. Lalu bagaimana dengan nasib rakyat?

*Sistem Demokrasi Mustahil Berpihak Pada Rakyat*
Sistem demokrasi lahir dari sekulerisme yang menempatkan keuntungan atau materi sebagai tujuan. Maka para pejabat yang bekerja di dalam sistem demokrasi ini, dengan suka rela atau terpaksa, akan mengabaikan kepentingan rakyat karena jabatan dipandang sebagai kesempatan memperoleh laba.

Dalam sistem demokrasi rakyat bukan faktor penting kecuali saat pemilu. Peran korporasi lebih dominan sehingga wajar, posisi rakyat tidak diprioritaskan. Rakyat hanya keset untuk menaiki tangga kekuasan, ketika tiket sudah diraih, rakyat dilupakan.

Misalnya di masa pandemi ini. Negara seharusnya mengalokasikan anggaran kesehatan pada urutan pertama mengingat pandemi telah memakan korban dan sudah banyak tenaga kesehatan gugur disaat menjalankan tugas. Tetapi justru dana infrastruktur lebih besar karena bisa masuk ke kantong para korporasi. Padahal, proyek-proyek tersebut belum dibutuhkan rakyat saat ini.

Minimnya rasa empati para pejabat terhadap nasib rakyat adalah buah dari pelaksanaan sistem demokrasi. Mengurus rakyat akan dilakukan setengah hati sedangkan melayani para korporasi dengan segenap hati.

Sistem Islam Menjamin Keefektifan Kerja Pemerintahan

Di dalam sistem Islam, seorang pemimpin dengan sebutan khalifah, mendapat amanah dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahannya. Sebagai pemimpin, kedudukan khalifah adalah pelayan rakyat yang memiliki tanggung jawab penuh untuk mengatur urusan umat.

Roda pemerintahan dijalankan berlandaskan pada prosedur yang sudah ditetapkan dalam Syariat Islam. Dengan cara ini, pemerintahan akan efektif dan produktif karena tidak menghabiskan waktu membuat hukum atau undang-undang yang terkait pengelolaan negara. Syariat Islam sudah memiliki aturan terkait pengaturan hubungan antara penguasa dan rakyat.

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, khalifah dibantu Mu’âwinûn at-Tafwîdh dalam bidang pemerintahan. Ia diangkat Khalifah untuk bersama-sama memikul tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Pejabat-pejabat lain seperti wali, qadli, diangkat untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan. Di dalam struktur pemerintahan, ada departemen-departemen mengatur kemaslahatan umat seperti Departemen Pendidikan, Departemen Peridustrian, dan Departemen Kesehatan.

Semua pejabat diingatkan akan beratnya amanah yang dipertanggungjawabkan di dunia juga di akhirat. Mereka dituntut mengerahkan segala kekuatan dan upaya agar rakyat memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

Hadits Rasulullah tentang jabatan menjadi pengingat jangan coba-coba melanggar dan menyelewengkan kekuasaan.

Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Muttafaqun ‘alaih).

Strategi khalifah adalah menempatkan orang-orang yang ahli pada bidangnya dengan prinsip sederhana dan efisien. Dengan demikian roda pemerintahan berjalan dengan kinerja optimal.

Kekuasaan yang terpusat pada khalifah menyebabkan pelanggaran atau kelalain bisa direspon dengan cepat. Tidak ada saling lempar kesalahan dan tanggung jawab. Khalifah segera melakukan intropeksi dan merevisi kebijakan-kebijakan yang diperlukan.

Semua pejabatnya berkerja demi kepentingan rakyat, tidak ada istilah membela kelompok atau partai politik. Karena mereka diangkat oleh khalifah sehingga minim peluang adanya intervensi.

Peyelenggaraan pemerintahan dalam Islam sangat berbeda dengan sistem demokrasi. Intrik-intrik, permainan kotor akan selalu menjadi bagiannya karena sistemnya membuka celah untuk melakukan pelanggaran.

Karena itu, jika Indonesia tidak merubah sistem, rakyat akan terus dikecewakan. Kebinet gemuk, pembagian kue kekuasaan terus berlangsung dan berulang. Pejabatnya pesta pora sementara rakyat menderita.

Lantas, mau berapa lama lagi rakyat ditipu? Penyadaran harus terus digaungkan agar umat sadar dan bergerak mendorong perubahan mendasar yaitu mengganti sistem dengan sistem Islam sebagai solusi hakiki menyelesaikan segala persoalan.

Wallahua’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here