Opini

Makin Kapitalistik, Pejabat Memperkaya Diri dan Mati Rasa Saat Rakyat Sekarat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Luthfiah

wacana-edukasi.com — Kekayaan pejabat di negeri yang kita cintai naik drastis baik di pusat maupun daerah. Tentu saja berita tersebut menuai tanya di kalangan masyarakat luas. Bagaimana ini bisa terjadi?
Bukankah negara kita banyak utang? Ditambah lagi dengan adanya wabah yang belum usai. Kondisi masyarakat serba sulit, belum lagi kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat. Ada apa dengan negeri ini ?

Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kekayaan pejabat atau penyelenggara negara mengalami kenaikan selama pandemi Covid – 19. Dan hal tersebut disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam webinar dengan tajuk “Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu , Akurat” (KOMPAS.com Selasa, 7/9/2021). Adapun kenaikan harta para pejabat diketahui setelah KPK melakukan analisis terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama setahun terakhir. Bahkan Pahala mengatakan bahwa jumlah pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan mencapai 70,3 persen.

Sementara dalam catatan KPK berbanding tebalik dengan kondisi ekonomi penduduk Indonesia secara umum terpuruk. Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang.

Dilansir TEMPO.CO, Jakarta – Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai kenaikan harta sejumlah pejabat negara bisa dibaca sebagai persoalan etika politik. Ia mengatakan bahwa mereka para pejabat tambah kaya di tengah rakyat menderita dan di tengah kondisi ekonomi memburuk. Bahagia diatas derita rakyat banyak ujarnya. Ahad, 12 September 2021.

Ubed juga mengatakan, jika bertambahnya kekayaan itu karena ada bisnis lain selain pekerjaanya sebagai pejabat negara itu berarti hal yang wajar. “Pejabat boleh kaya. Tidak ada larangan. Tetapi kita boleh dong bertanya-tanya, bisnis apakah yang mendapat keuntungan miliaran tupiah dalam satu tahun ini,” kata dia. Ia mempertanyakan, apakah kenaikan harta di tengah pandemi ini karena para pejabat berbisnis vaksin, PCR test, tes antigen, alat kesehatan, batu bara dan kelapa sawit, atau kemungkinan pejabat memanfaatkan pengaruh posisinya sebagai pejabat untuk berbisnis ?

Menurutnya, para pejabat negara semestinya menghindari perilaku mengambil keuntungan di tengah penderitaan rakyat. Sebab, pejabat publik dialah pelayan publik bukan pengusaha. “Ini lah problem etik serius jika penguasa juga berprofesi sebagai pengusaha. Mereka cenderung mengabaikan etika sebagai pejabat negara, pejabat publik,” katanya. Jika para pejabat sampai menggunakan pengaruh posisinya untuk berbisnis, Ubed menilai hal tersebut sudah kena delik yang mengarah pada korupsi.

Tidaklah mengherankan jika kita melihat fakta yang terjadi di negeri pengusung demokrasi – kapitalis. Sistem yang tujuan utamanya untuk meraih manfaat/ keuntungan sebesar – besarnya. Sistem yang hanya berpihak kepada para kapitalis/ pengusaha. Anehnya para penguasa dan pejabat di negeri ini, mereka adalah para pengusaha/ kapitalis. Semakin terlihat jelas bahwa para pejabat negara kita sangat kapitalistik.

Wajar saja kondisi rakyat sekarat sebagai akibat ulah para pejabat negara yang rakus dan serakah serta silau dengan harta dunia. Seolah hati mereka telah mati rasa atas segala penderitaan yang dialami rakyatnya selama ini. Tentu saja mereka lebih memikirkan agar bisnis mereka lancar dan dapat meraup keuntungan sebesar -besarnya. Sehingga mereka abai akan tugas dan kewajiban mereka sebagai pemimpin negara yang harus melayani rakyat.
Pemimpin yang seharusnya fokus mengurus rakyatnya. Bukan fokus memperkaya diri.

Wajah demokrasi yang busuk telah menunjukkan sifat aslinya. Yang tidak akan mungkin berpihak kepada rakyat sebab sistem tersebut diciptakan hanya untuk mengurusi para kapitalis. Selama demokrasi – kapitalis tetap menjadi sistem yang mengatur di negeri ini, maka dapat dipastikan yang dialami rakyat akan jauh lebih buruk dari kondisi saat ini. Di mana kondisi para pejabat negara dari Presiden, para Menteri dan para pejabat negara lainnya yang mereka digaji oleh rakyat kehidupan mereka sangat mewah. Sedangkan kondisi rakyat serba kekurangan, sempit dan terhimpit. Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam di mana para pemimpin dan para pejabat negara lainnya akan mengedepankan urusan dan kepentingan rakyat / umat dibandingkan kepentingan dirinya.

Rasulullah Muhammad SAW, para khulafaurrasyidin dan pemimpin – pemimpin beriman sesudahnya adalah contoh pemimpin terbaik . Tanggung jawab mereka dalam mengurusi umat adalah bukti bahwa sistem Islam adalah sistem yang menjadikan setiap individu menjadi insan yang bertakwa.

Selama 13 abad lebih umat hidup dalam aturan Islam dan mereka dapat merasakan kesejahteraan, keadilan dan keamanan yang hakiki. Bukan sebatas janji – janji yang hari ini banyak diumbar para pejabat dan calon pejabat.
Bukankah setiap ucapan dan perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah? Tidakkah para pejabat negara hari ini menyadari hal tersebut? Sudahkah mereka menjalankan tugas mereka sebagai pemimpin rakyat dengan benar?

Saatnya umat sadar dan bangkitlah dengan kebangkitan hakiki. Hanya dengan sistem Islam segala problematika hidup kita akan teratasi. Yang akan menjadikan para pejabat di negeri yang kita cintai ini mencintai dan ikhlas mengurus rakyatnya.

Wallahu’alam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 22

Comment here