Oleh : Nur Hayati
Aktivis Dakwah Remaja Surabaya
wacana-edukasi.com — Gaes, kalian sudah pada gak asing kan mendengar kata ikhlas? Hmm, pasti dong ya, karena setiap amal perbuatan yang kita lakukan, haruslah berawal dengan niat ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Agar semua yang kita lakukan bernilai pahala di sisi-Nya. Bahkan nih, di dalam ajaran Islam sendiri, kita diperintahkan untuk senantiasa ikhlas dengan segala ketetapan Allah terhadap diri kita.
Eh, tapi, pertanyaannya nih. Yakinkah, segala amalan shalih kita sudah benar-benar tertuju kepada Allah semata? Ataukah, untuk yang lain? Dan, yakinkah kita sudah ikhlas sepenuhnya dengan menerima segala ketetapan yang telah Allah gariskan kepada kita? Waduh, pertanyaannya cukup sulit juga ya, Gaes untuk dijawab. Akhirnya membuat kita merenungi dengan segala amalan yang kita lakukan. Antara ragu dan takut.
Sebut saja nih, ketika share nasihat kebaikan, kepada orang lain pada sosial media. Niat awalnya sudah benar untuk berdakwah, namun disisi lain, dirinya ingin mendapat pujian dari orang lain, “Desainku bagus banget nih. Pasti nanti orang-orang bakal memujiku,” Atau dengan konteks lain, misal menolong orang lain yang sedang kesusahan, “Dia kok gak bilang terima kasih sih? Udah ditolongin juga.” Nah, yang seperti ini belum dikatakan ikhlas, Gaes. Sebab, masih mengungkit kebaikan yang pernah dilakukan. Naudzubillah.
Lebih dari itu, ada berbagai kejadian dengan konteks yang berbeda terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini, kerap dialami oleh sebagian besar muslim dan muslimah pada umumnya. Betapa banyak orang mengatakan ikhlas. Bahkan, di lisannya mengatakan, “Saya sudah ikhlas,…” Padahal, yang ia tunjukkan justru berbanding terbalik dengan kata yang diucapkan. tak sedikit orang mengatakan ikhlas, namun tidak paham dengan makna ikhlas yang sesungguhnya. Masya Allah, tentu ini harus dikaji secara mendalam, Gaes!
Secara bahasa, kata ikhlas sendiri terambil dari kata khalasha yang berarti murni, jernih, bersih, tidak tercampur apapun. Kemudian ditambah dengan hamzah berharokat fathah di depannya menjadi akhlasha-yukhlishu. Yang mempunyai arti yaitu usaha untuk menghilangkan segala campuran, atau hal-hal kotor yang tidak terikat dengan esensi aktivitas, yang tengah dijalani atau memurnikan ibadah kepada Allah.
Selain itu, beberapa ulama juga menjelaskan tentang definisi ikhlas, Gaes. Salah satunya nih, Abu Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan, bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk, atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
Adapun ikhlas dengan ketetapan Allah dalam kehidupan, diartikan para ulama, bahwa ikhlas dalam hal tersebut adalah puncak keimanan dan sifat tawakal dalam menerima dan menjalankan segala ketentuan Allah. So, jika kita diberikan musibah atau ujian dari Allah itu tidak cukup menerima saja, tetapi menjalankan segalanya dengan taat totalitas. Meyakini, bahwa dibalik musibah ada banyak hikmah kebaikan yang dapat dipetik serta segala ketentuan yang telah digariskan oleh-Nya adalah yang terbaik untuk para hamba-Nya.
Namun, apa sih tanda seseorang dikatakan ikhlas dengan benar-benar melakukannya kepada Allah semata?
Waliyullah, Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas. Pertama, tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain. Artinya, sama saja sikapnya ketika dipuji tidak membuatnya terbang dan ketika dicela tidak membuatnya tumbang. Kedua, melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat. Artinya, ketika sudah berbuat kebaikan kepada orang lain maka tidak boleh mengungkit untuk dibalas serupa. Ketiga, mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia). Artinya, mengharapkan balasan hanya kepada Allah semata, bukan balasan dari orang lain. Sementara, balasan itu diberikan ketika amal diterima. Maka, perbaikilah amal juga ya, Gaes!
Tak sedikit orang beranggapan bahwa ikhlas dalam beramal itu sulit. Hmm, emang iya, Gaes. Bahkan, gak ada satupun yang mengatakan ikhlas itu mudah. Sebab, ikhlas Lillahi Ta’ala itu adalah tingkat tertinggi manusia dalam beramal. Sehingga, untuk bisa ikhlas yang nyata itu harus ada usaha yang tinggi dan konsisten.
Dalam hal ini, beberapa Ulama Sufi yang tak diragukan lagi keagungan mereka memberikan testimoni tentang ikhlas. Seperti halnya, Imam Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Hingga saat ini aku masih memperbaiki amalku agar ikhlas, sejak 30 tahun yang lalu.”
Jadi, Gaes, jangan beralasan untuk tidak beramal shalih karena belum bisa ikhlas. Kadang, ada nih yang beralasan, “Saya mau belajar ikhlas dulu, sebelum memulai ibadah.” Eh, bentar, emang bisa memulai ikhlas tanpa landasan amal? Maka dari itu, laksanakanlah amal sholih atau ibadah itu dulu, sembari belajar untuk ikhlas Lillahi Ta’ala, Gaes. Dengan cara menuntut ilmu, membersihkan hati dari berbagai penyakit, sering berkumpul dengan orang-orang shalih dan mendengarkan nasihat mereka.
Nah, dari sini kita mendapati, bahwa ikhlas itu memang mudah untuk diucapkan. Namun, sulit untuk direalisasikan. Sebab, yang bisa menilai kita ikhlas atau tidak. Itu hanya Allah SWT. Oleh karenanya, kita terus berdoa dan meminta kepada-Nya, Gaes! Supaya dianugerahkan ikhlas yang hakiki.
Wallahu A’lam Bishshowab
Views: 306
Comment here