Opini

Praktik Syirik Tumbuh Subur di Negeri Mayoritas Muslim, kok Bisa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rosmiati Rahim

wacana-edukasi.com — Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, nyatanya tidak membuat praktik-praktik kesyirikan di seluruh pelosok negeri sepenuhnya ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi Indonesia yang kental dengan budaya asli, dogma dan ritual, telah menjadi sasaran empuk dari kalangan bangsa jin dalam menyesatkan manusia

Ditambah lagi masyarakat Indonesia masih percaya mitos dari nenek-nenek moyang mereka yang notabenenya adalah kalangan yang tidak tersentuh iptek, telah mengakibatkan masyarakat rentan menjalankan praktik-praktik kesyirikan.

Di sisi lain, masyarakat yang hidup dalam sistem kapitalis telah terbiasa percaya bahwa money is everything,belum lagi tuntutan hidup yang kian hari kian mencekik, telah melahirkan masyarakat pragmatis dalam menuai kekayaan dengan melakukan ritual pesugihan.

Dengan dalih mengubah nasib, tak sedikit diantara mereka yang rela mengorbankan anggota keluarganya sebagai tumbal dalam ritual pesugihan yang dijalankan.

Seperti kasus penganiayaan yang dialami oleh seorang anak perempuan berinisial AP (6) hingga dicongkel bola matanya di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dimana para pelaku diantaranya adalah kedua orang tua, paman dan kakek korban. Para pelaku disinyalir telah mempelajari ilmu hitam pesugihan dan menjadikan korban sebagai tumbal. (Kompas.com, 5/9/2021).

Kasus lainnya, ritual seks bebas yang berkedok pesugihan terjadi di kawasan wisata Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Tempat ini nyatanya telah menjadi saksi bisu atas bejatnya perilaku masyarakat dalam upaya meraup kekayaan secara instan.

Bagaimana tidak, setiap malam jumat pon, lokasi ini dipadati sekitar 3.000 pengunjung dari berbagai daerah, tentu bukan hanya untuk berwisata, namun juga melakukan seks bebas yang dianggap bagian dari ritual pesugihan.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ketika dimintai keterangan terkait kasus ini, hanya berpandangan bahwa harus ada upaya dalam mengubah budaya tersebut secara bertahap. Menurutnya, jika masyarakat sekitar sudah menyadari sepenuhnya, maka pemerintah setempat baru benar-benar akan menegakkan hukum dan pelarangan prostitusi (liputan6.com, 25/11/2019).

Kasus penganiayaan hingga seks bebas yang berkedok pesugihan khususnya di Indonesia ibarat fenomena gunung es, dimana yang tidak terungkap jauh lebih banyak lagi ketimbang yang muncul ke permukaan.

Padahal, ritual pesugihan dalam bentuk apapun adalah perbuatan syirik yakni menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk, serta merupakan dosa besar yang akan menjadikan pelakunya kekal di neraka, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 72 :

“…Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu”.

Dangkalnya aqidah umat serta tidak adanya upaya penjagaan aqidah oleh penguasa telah Menjadikan praktik-praktik kesyirikan tumbuh subur serta menjadi tradisi turun temurun ditengah-tengah masyarakat.

Negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia namun menerapkan sistem demokrasi, nyatanya telah memperburuk kondisi ini. Di mana sistem demokrasi itu sendiri adalah sistem kufur. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Demokrasi Sistem Kufur karya Syaikh Abdul Qadim Zallum Rahimahullah, bahwa Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Kontradiksi ini di jelas tampak dalam sumber kemunculannya, akidah yang melahirkannya, asas yang mendasarinya, serta dalam berbagai ide dan aturan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, Demokrasi haram secara mutlak untuk diadopsi, diterapkan dan disebarluaskan oleh kaum muslimin. Selain itu, Demokrasi dikategorikan sebagai berhala modern yang telah menyihir kaum Muslim sehingga rela mencampakkan Al-Qur’an dan As-sunnah, mengubur kemuliaan sejarah Islam, seraya mengagung-agungkan akal dan hawa nafsu manusia atas nama rakyat.

Sehingga tidak heran jika peran negara dalam upaya penjagaan aqidah nyaris tidak nampak, karena dikembalikan kepada setiap individu-individu muslim. Demikianlah potret aqidah umat dalam sistem sekuler demokrasi, yang alih-alih menjaga, justru menjadi penyebab utama dalam melemahkan aqidah umat.

Lalu bagaimana upaya penjagaan aqidah dalam Negara Khilafah?

Aqidah adalah hal pokok yang harus dimiliki setiap muslim, oleh karenanya, penjagaan aqidah tidak hanya dibebankan kepada masing-masing individu seperti dalam sistem Demokrasi, tetapi juga kepada setiap keluarga muslim, masyarakat dan terlebih lagi kepada Negara.

Adapun mekanisme yang dilakukan oleh negara Khilafah dalam upaya menjaga aqidah adalah sebagai berikut :

Pertama, Negara khilafah akan menanamkan dasar-dasar aqidah kepada anak-anak dan generasi muda melalui kurikulum pendidikan baik negeri maupun swasta.

Tak lupa negara Khilafah membina masyarakat umum dengan cara mengutus para da’i keseluruh pelosok wilayah daulah dan memastikan tak satupun umat yang luput dari dakwah ini, juga sekaligus menjadi peluang dalam upaya mengajak umat non muslim untuk memeluk agama Islam.

Kedua, daulah khilafah akan melarang keras segala bentuk kesyirikan maupun penyebaran paham-paham yang bertentangan dengan Islam, serta mengontrol dan mengawasi seluruh akses yang memungkinkan masuknya produk-produk kufur seperti film, majalah dan semisalnya, juga menetapkan hukuman berat bagi pelanggarnya.

Ketiga,Negara khilafah akan memberlakukan hukuman mati kepada setiap pelaku murtad, sanksi tegas ini tentu menjadi bukti keseriusan khilafah dalam menjaga aqidah.

Namun sebelum hukuman bunuh diberlakukan, pelaku murtad ini akan lebih dulu didakwahi, di edukasi serta diberikan solusi atas sebab-sebab yang telah membuat mereka murtad, baru setelah itu mereka akan ditawari untuk bertaubat.

Pengambilan keputusan serta pelaksanaan hukum bunuh ini tentu hanya boleh dilakukan oleh Negara, namun yang menjadi pertanyaan, adakah negara hari ini yang telah merealisasikannya? tentu jawabannya tidak ada.

Ketiadaan institusi Khilafah sebagaimana hari ini telah menyebabkan banyak sekali hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala terbengkalai, yang semakin menyesakkan dada, di negeri kaum muslim bermunculan kelompok-kelompok dakwah atau partai-partai Islam bak jamur di musim hujan, hanya saja, kelompok dakwah dan partai Islam ini tidak lain adalah gerakan yang masih berasaskan sekuler demokrasi, bukan Islam.

Mereka hanya berupaya menumpas berhala klasik, namun abai dengan berhala modern bernama demokrasi, sekuler-kapitalisme, nasionalisme dan paham-paham kufur lainnya.

Dalam Al-Qur’an surah An-nisa ayat 60 juga dijelaskan bahwa berhukum kepada hukum selain hukum Allah adalah sebuah kesesatan, oleh sebab itu, sudah semestinya umat hari ini mencampakkan demokrasi sistem kufur seraya berjuang menegakkan Khilafah sebagai institusi pelaksana Syari’ah Islam secara kaffah.

Wallahu’alam Bisshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 49

Comment here