Opini

Gemerlap Wabu Jangan Lagi Kelabu

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Niqi Carrera

Wacana-edukasi.com– Indonesia dikenal sebagai negeri zamrud khatulistiwa. Julukan ini tepat rasanya karena memang Negara ini mendapat karunia dari Allah berupa kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah emas. Selain di gunung Erstberg dan Grestberg, limpahan emas juga ditemukan di blok Wabu, Papua. Karunia Allah yang begitu besar , jangan sampai membuat kita kufur nikmat. Justru kita harus bersyukur atas nikmat mineral dan batu bara (minerba) dengan menerapkan pengelolaan politik pertambangan yang benar.

Wabu, Milik Siapa?

Blok Wabu berada di distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua. Berjarak 40 km sebelah utara Grestberg, yang dikelola Freeport. Awal juli 2015, sebenarnya PTFI mengembalikan Blok Wabu ke Indonesia. Eksplorasi PTFI mencatat cadangan emas sebesar lebih dari 116 juta ton bijih. Kandungan mineral dari tiap ton biijh (1000 kg) adalah 2,16 gram dan 1,76 gram perak. Potensi itu setara dengan 8,1 juta ton emas. Atau setara 207,19 triliyun Rupiah (kumparan.com, 24/09/2021). Ini baru data awal. Fakta yang didapat di lapangan, angkanya akan lebih besar. Sebagaimana yang didapatkan PTFI dari Erstberg dan Gerstberg.

Dalam rapat kerja dengan komis VI/ DPR RI pada 22 september 2020, menteri BUMN Erick Thohir menyatakan telah bersurat kepada menteri ESDM Arifin Tasrif agar menyerahkan pengelolaan blok Wabu kepada PT Antam, Tbk. Dengan demikian status blok Wabu jelas milik Negara.

Gemerlap Wabu Akankah Kelabu
Berkaca dari nasib emas tetangganya yang sudah menjadi tragedi, apakah blok Wabu juga akan mengalami nasib yang sama? Dimana rakyat Indonesia tidak bisa menikmati emas miliknya sendiri. Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu mengatakan, struktur perekonomian Indonesia lebih banyak dikuasai oleh konglomerat, alih-alih BUMN. Faktanya, penguasaan ekonomi oleh konglomerasi di Indonesia justru jauh lebih dominan. BUMN hanya menguasai 5 persen tambang dan 6 persen perkebunan di Tanah Air (republika.co.id, 07/10/2017). Hal inilah yang dikhawatirkan akan terjadi pada blok Wabu. Sebagaimana sudah terjadi pada tambang batu bara di Indonesia.

Politik pertambangan di Indonesia

Sejarah perkembangan industri pertambangan di Indonesia bermula dari masa kolonialisme Belanda. Dari sini sektor pertambangan mulai menggeser kedudukan rempah-rempah yang sebelumnya merupakan komoditas unggulan di wilayah kolonial Hindia-Belanda.
Pada tahun 1850an, pemerintah Hindia-Belanda mendirikan kantor penyelidikan bahan tambang Dienst van hen Minjnwezen, yang bertempat di Weltevreden, Batavia. Undang-Undang Pertambangan Indische Minjwet disahkan. Akses eksplorasi hanya bisa dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pada Orde lama dikeluarkan UU no. 37 Prp 1960. Ijin eksploitasi galian strategis diberikan bagi perusahaan Negara dan Swasta berkebangsaan Indonesia. Perusahaan asing pertama masuk Indonesia akibat disahkan Tap MPR No.XXIII/MPRS/1966 serta UU No. 1 dan No. 11 Tahun 1967 (UU PMA) 5 April 1967. Kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia dimulai.

Kemudian disahkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang aturan perijinan pertambangan. Namun terdapat ketidakpastian hukum pertambangan mineral di daerah. Pada tanggal 10 Juni 2020, disahkan UU Nomer 3 Taun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU ini tetap disahkan meski menuai banyak kritikan.

Ada beberapa poin kritikan dari UU Minerba yang baru. Yakni masyarakat tidak bisa mengadu ke pemerintah daerah. Seluruh otoritas dan kewenangan pertambangan kini berada di bawah otoritas pemerintah pusat. Pemda tidak bisa menindak perusahaan tambang yang melakukan pelanggaran, seperti mencabut IUP. Pada pasal 16, masyarakat yang menganggu aktivitas petambangan dalam bentuk apapun akan dipidana hingga denda 100 juta. Tambang bisa tetap beroperasi meskipun merusak lingkungan. Perusahan yang terbukti abai tidak melaksankan reklamasi atau kegiatan pasca tambang, tetap bisa memperpanjang kontrak selama 2 kali 10 tahun. Menurut UU Cipta Kerja, perusahaan yang bisa meningkatkan nilai tambah batu bara akan mendapat perlakuan istimewa dari pemeintah berupa pengenaan royalty 0% (walhi.or.id).

Belajarlah dari Pertambangan Batu Bara
Potensi batu bara di Indonesia sangatlah besar. Membaca dari neraca sumber daya dan cadangan batu bara Indonesia yg terverifikasi Juli 2020, total sumber daya 89,55 milyar ton. Total cadangan 24,76 milyar ton. Bahkan ada 2 tambang raksasa di Kalimantan yang masuk peringkat 10 besar dunia. Menduduki rangking 3 berada di Tabalong, dikelola oleh PT. Adaro Indonesia. Sedangkan caapaian di urutan ke 4 berada di Sangatta, dikelola oleh Kaltim Prima Coal (cnbcindonesia.com, 30/04/2019).
Pada 2019, banyak keluhan datang dari tujuh tambang batu bara raksasa. Nasibnya terkatung-katung. Karena dihadapkan pada ketidakpastian perpanjangan kontrak karya. Setelah UU No. 3 Tahun 2020 disahkan, tujuh taipan batu bara bisa bernafas lega. Perusahaan tersebut antara lain: PT. Arutmin Indonesia, PT. Kendilo Coal Indonesia, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Multi Harapan Utama, PT. Adaro Indonesia, PT. Kideco Jaya Agung, dan PT. Berau Coal.
Dari jejak sejarahnya, regulasi pertambanganlah yang menjadi problem disini. Setelah UU baru disahkan, campur tangan swasta lokal dan asing mulai masuk. Padahal jelas tercantum pada Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Harusnya pertambangan minerba dikelola oleh Negara. Bukan diambil alih oleh swasta yang akhirnya kemakmuran hanya dinikmati segelintir orang. Rakyat Indonesia kembali gigit jari.

Politik Pertambangan Islam
Islam mempunyai seperangkat aturan yang lengkap. Termasuk di dalamnya adalah politik pertambangan. Dalam kacamata islam, sejatinya barang tambang dengan jumlah melimpah adalah milik umum yang wajib dikelola Negara.
Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal bahwa dia telah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola tambang garam yang berada di Marib. Setelah dia pergi, ada seseorang yang bertanya: wahai Rasulullah tahukah Engkau apa yang kau berikan padanya? Sesungguhnya Engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Rasulullah kemudian bersabda, Tariklah tambang tersebut darinya (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
Dari hadist tersebut, terlihat ada pembatalan untuk memberikan tambang dengan jumlah melimpah kepada individu. Ini merupakan tanda sebuah otoritas dari seorang pemimpin Negara setelah mengetahui bahwa tambang yang diberikan statusnya bukan milik individu.
Dengan demikian, tambang dengan jumlah tak terbatas adalah bagian dari kepemilikan umum yang dikelola oleh Negara. Sebagai wakil dari rakyat untuk kemakmuran rakyat. Termasuk blok Wabu. Sehingga gemerlap Wabu mampu menyinari kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here