Surat Pembaca

Kekerasan Seksual Tak Kunjung Usai, Umat Butuh Perisai

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Galuh Metharia (Aktivis Muslimah DIY)

wacana-edukasi.com– Jalan panjang nan terjal dalam penyelesaian tindak kekerasan seksual pada perempuan dan anak seolah tak ada ujungnya. Kini kita harus diingatkan kembali dengan kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap ketiga anaknya di Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Ibu korban telah melaporkan
tindakan asusila yang dilakukan oleh mantan suaminya tersebut pada tahun 2019. Namun, kasus ini dihentikan oleh pihak penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Luwu Timur karena dianggap kurangnya bukti terkait laporan dari sang ibu. Belakangan kasus ini kembali mencuat ke publik dan viral di berbagai platform media sosial. Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar Resky Prastiwi meminta agar kasus tersebut diselidiki kembali oleh pihak kepolisian. Karena dia menganggap sudah ada malaadministrasi dan kecenderungan keberpihakan petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam kasus ini. Dia juga menduga hasil asesmen tidak objektif karena terlapor merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) ( infosumsel.id, 07/10/2021).

Ironisnya, kasus serupa juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Upaya pemerintah menangani kasus kekerasan dan pelecehan seksual nyatanya belum juga menemukan titik terang. Jika dilihat dari data statistik, tindak kekerasan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dilansir dari laman merdeka.com pada bulan Juni 2021 Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat ada total 3.122 kasus kekerasan dan 1.902 diantaranya tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Penegakan hukum kekerasan seksual pada anak di bawah umur dan pemerkosaan terhadap anak kandung nyatanya masih jauh dari keadilan. Segala bentuk undang-undang perlindungan anak yang telah disahkan tak mampu mengantarkan pada solusi yang benar. Tak mengherankan, karena sistem global yang berkuasa saat ini adalah sistem demokrasi. Sistem yang lahir dari ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Dimana kedaulatan berada di tangan manusia. Begitu pun dengan hukum, ia berada di bawah kendali pihak tertentu yang berkuasa dan akan menjadi tumpul terhadap orang-orang yang berkepentingan.

Kasus kekerasan, pelecehan, pemerkosaan atau perzinahan di Indonesia merupakan salah satu indikator kurangnya kualitas perlindungan anak. Maraknya kasus ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dalam sistem kapitalisme sekuler. Untuk itu kita butuh sistem lain yang bisa memberikan perlindungan, penjagaan, mengayomi dan meminimalkan kasus kekerasaan seksual khususnya pada anak.

Islam adalah agama sekaligus ideologi yang sempurna dan paripurna. Hukum dalam sistem Islam bersifat tegas terhadap pelaku tindak kejahatan. Mekanisme sanksi dalam sistem Islam juga mampu mencegah perbuatan zalim apapun dan terhadap siapapun. Negara juga berkewajiban mendorong individu warga negara untuk taat kepada aturan Allah swt.. Masyarakat juga memiliki kewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan mengontrol peranan negara sebagai pelindung rakyat. Secara keseluruhan, penerapan sistem Islam akan mampu menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan rakyat dalam sebuah negara.

Inilah pentingnya kembali pada sistem Islam. Sebab, hanya dengan penerapan Islam kafah dalam institusi Khilafah yang mampu memberikan pengaturan dan perlindungan. Dimana seorang imam atau khalifah adalah junnah atau perisai bagi seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim. Sumber hukum yang digunakan berlandaskan Al Qur’an dan Sunah. Pemecahan problematika yang ada diselesaikan sesuai aturan yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta, kehidupan dan manusia yakni Allah swt.

Wallahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here