Opini

Pembangunan IKN Memperkuat Oligarki

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Marhamni Aulia S.M

Munculnya kekuatan oligarki ini sebenarnya adalah cacat demokrasi. Demokrasi yang dimaksudkan menghindarkan dari pemerintahan otoriter jatuh juga pada otoritarianisme oligarki. Yang otoriter tidak lagi raja atau satu orang, tapi sekelompok elite orang.

Wacana-edukasi.com — Desas-desus pembangunan ibu kota negara di tengah pandemi covid-19 masih saja menjadi pembahasan inti oleh para petinggi-petinggi negara. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) telah memastikan proyek pembangunan Ibu Kota negara (IKN) di Kalimantan Timur akan terus berjalan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menegaskan bahwa proses pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan Timur akan tetap berlanjut (Kompas TV, 27/9/2021).

Disebut-sebut bahwa pembangunan Ibu Kota baru sedang dalam tahap pembangunan infrastrutktur. Sebab menurutnya, dalam pembangun Ibu Kota baru harus diadakan infrastruktur terlebih dahulu untuk bisa mempermudah membawa bahan logistik.

Padahal masih ada proyek infrastruktur nasional lainnya yang mangkrak, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan apakah dilanjutkan atau dibiarkan. Contohnya saja adalah proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, dan pembangunan beberapa ruas jalan tol yang tersebar di berbagai daerah. Akibatnya, pada kereta cepat, biayanya membengkak dari rencana semula sekitar Rp14 triliun menjadi Rp87 triliun.

Wajar saja bila Emil Salim, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mempertanyakan sikap pemerintah dalam merencanakan anggaran besar untuk memindahkan ibu kota negara. Menurutnya saat ini kondisi keuangan negara sedang mengalami tekanan. Emil merasa pengeluaran biaya untuk pembangunan ibu kota negara seolah keuangan Indonesia sedang tersedia banyak, padahal nyatanya tidak.

Menurut hematnya pengeluaran untuk pembangunan Ibu Kota baru ini justru akan semakin mempersulit pengelolaan keuangan negara.

Ahmad, selaku Pengamat Ekonomi INDEF mengatakan bahwa, untuk saat ini semestinya pemerintah fokus saja pada pemulihan ekonomi. Supaya perekonomian negara bisa kembali ke posisi baik.

Suharso Monoarfa, mengungkapkan pembangunan Ibu Kota negara yang baru tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Berdasarkan master plan Bappenas, pembangunan Ibu Kota baru di Penajam Paser Utara ini diperkirakan selama 15-20 tahun yang akan membutuhkan biaya Rp466,98 triliun.

Secara rinci, APBN akan membiayai Rp91,29 triliun dan melalui KPBU Rp252,46 triliun. Serta Estimasi pendanaan dari Badan Usaha Rp123,23 triliun. Dimana 80% Pembiayaan berasal dari pihak swasta, keterlibatannya menunjukan bahwa pelan tapi pasti Indonesia telah jatuh ke tangan oligarki-sekelompok elite politik dan pengusaha. Mereka inilah yang akan menentukan arah negara. Bukan lagi wakil rakyat, sebagaimana dalam prinsip demokrasi.

Munculnya kekuatan oligarki ini sebenarnya adalah cacat demokrasi. Demokrasi yang dimaksudkan menghindarkan dari pemerintahan otoriter jatuh juga pada otoritarianisme oligarki. Yang otoriter tidak lagi raja atau satu orang, tapi sekelompok elite orang.

Kepentingan oligarki tidak lain adalah memastikan keberlanjutan eksistensi bisnis, aset dan kekayaan, melindungi sumber dan jalur-jalur kepentingan ekonomi, menghindari redistribusi kekayaan termasuk pajak, memastikan kelancaran segenap urusan terkait dengan bisnisnya serta mendapatkan perlakuan yang istimewa baik dari sisi kepastian, keamanan, dan kecepatan.

Harusnya dalam pembangunan objek vital semacam Ibu Kota negara semestinya berbasis kemampuan negara sehingga mandiri pemanfaatannya untuk maslahat rakyat, bukan mengandalkan swasta yang pasti berorientasi keuntungan.

Fakta menunjukkan, saat rakyat sekarat dihempas pandemi. Jumlah pengangguran meningkat tajam selama masa pandemi. Dimana pengangguran yang meningkat tersebut berdampak pada naiknya jumlah penduduk miskin dari 26,4 juta orang pada Maret 2020 menjadi 27,5 juta orang pada Maret 2021

Negara justru sibuk dengan sejumlah perencanaan yang tidak memberikan kebaikan kepada masyarakat, sungguh kebijakan pemerintah dalam pembangunan Ibu Kota baru telah menimbulkan goresan yang mendalam pada masyarakat.

Bagaimana mungkin di tengah banyaknya masyarakat yang terlunta-lunta hidupnya, pemerintah justru lebih memprioritaskan pembahasan mengenai perencanaan IKN yang konon katanya akan terus berlanjut dan akan diwujudkan, dan tentu memakan biaya yang tidak sedikit.

Inilah jika negara tidak diurus dengan benar, namun diurus untuk memenuhi syahwat para elite yang berkolaborasi dengan para kapitalis domestik dan asing. Kepentingan rakyat dan negara dalam jangka panjang bukan menjadi prioritas mereka.

Kesalahan prinsip dalam sistem demokrasi yakni menempatkan manusia sebagai pemilik kewenangan membuat aturan, menyebabkan banyaknya aturan yang memihak serta tidak sesuai dengan fitrah manusia. Berbagai macam kekacauan yang dipertontonkan menunjukkan bahwa kesalahannya bukan pada teknis tapi pada sistem yang ada. Demokrasi memberikan ruang pada para elite politik dan pengusaha untuk menguasai negara.

Dalam Islam, negara merupakan salah satu objek penerapan syariah. Dalam bidang ekonomi negara harus mengaturnya sesuai dengan Islam. Urusan perekonomian termasuk di dalamnya pembangunan tidak boleh diintervensi oleh asing, sehingga negara memiliki adikuasa dalam pemanfaatan-pemanfaatannya.

Untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada maka perlu mengganti sistem. Sistem tersebut harus diganti dengan sistem Islam. Sistem yang segala aturannya adalah baik dan sesuai dengan fitrah manusia dan tentu mencegah oligarki. Dengan jalan ini, tak ada pihak-pihak yang bisa mengutak-atik aturan sesuai kepentingannya. Seorang Khalifah diangkat untuk menjalankan aturan Allah, aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunah. Sehingga aturannya adalah pasti dan tidak berubah-ubah apa lagi dihapuskan.

Wallahu’alam bisshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 24

Comment here