Oleh Imas Sunengsih, S.E. (Aktivis Muslimah Ideologis)
wacana-edukasi.com– Pajak merupakan sumber pemasukan utama dan pertama dalam sistem kapitalis demokrasi, itu terlihat dari kebijakan undang-undang perpajakan yang baru disahkan di negeri ini. Seperti yang dilansir oleh Bisnis.com, Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah disepakati menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022, Kamis (7/10/2021). Dengan mempertimbangkan daya beli dan pemulihan ekonomi, UU HPP ini menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap yaitu 11 persen yang mulai berlaku pada 1 April 2022 dan 12 persen yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025 (Bisnis.com,15/10/2021).
Dengan adanya UU perpajakan ini, maka akan terjadi lonjakan kenaikan harga-harga, termasuk harga kebutuhan pokok. Sedangkan rakyat Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja dirasa sulit, terbukti kian banyaknya angka pengangguran dan terus meningkatnya angka kemiskinan.
Kesulitan hidup saat ini, karena memang sistem yang diterapkan telah menjadikan kehidupan rakyat termiskinkan. Jadi kemiskinan yang terstruktural oleh sistem kapitalis demokrasi inilah penyebabnya dan itulah potret kesengsaraan negeri yang terkenal dengan Jamrud Khatulistiwa nya. Pada akhirnya pajak yang kian menggurita menyasar rakyat sampai ke celah-celah terkecil sebagai jalan keluar yang diambil oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Tentu berbeda dengan sistem Islam, tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama dalam pemasukan negara. Di Negara Islam pemasukan negara dari harta kepemilikan negara meliputi ganimah, kharaj, fa’i, rikaz, dari tanah usyriyah, jizyah, waris dan harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara sehingga hasilnya dinikmati oleh rakyat.
Disinilah adanya peran negara, sebagai penegak hukum, pelaksana hukum dan pelayan rakyat. Pemimpin dalam Islam akan sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya, seperti pada masa Umar, beliau berkeliling menyusuri tempat, masih adakah yang kelaparan, tindakan yang dilakukan Umar bukan untuk mencari pencitraan, tapi semata-mata melaksankan amanah dan tanggungjawab sebagai seorang pemimpin umat, yang kelak akan dimintai pertangungjawaban oleh Allah Swt. Sebagaimana yang terdapat dalam Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 4789
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
Dari Abdullah, Nabi ﷺ bersabda:
‘Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Pemimpin yang seperti ini hanya akan kita temukan di dalam sistem Islam kaffah. Untuk itu, kewajiban bersama dalam mewujudkan dan memperjuangkan tegaknya sistem Islam kaffah dalam bingkai Khilafah ala minhaj Nubuwaah.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Views: 4
Comment here