Opini

Polemik Nama Jalan Mustafa Kemal Ataturk, Layak atau Tolak?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Galuh Metharia (Aktivis Muslimah DIY)

wacana-edukasi.com — Nama Mustafa Kemal Attaturk mendadak jadi perbincangan masyarakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan wacana pemerintah yang akan mengganti nama salah satu jalan di daerah Menteng, Jakarta Pusat dengan nama tokoh Turki tersebut. Rencana penamaan jalan ini dinilai sebagai bentuk imbal balik pemberian nama jalan Ahmed Sukarno di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Ankara, Turki. Duta Besar RI untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal meminta komitmen dari pemerintah DKI Jakarta untuk melaksanakan perencanaan tersebut. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria pun membenarkan kabar tersebut. Dia menyampaikan usulan penggunaan nama jalan ini merupakan bentuk kerjasama antara Indonesia dan Turki. Dia juga meminta semua pihak untuk saling menghormati, menghargai, dan memperhatikan pertimbangan terkait nama yang diusulkan tersebut (cnnindonesia.com,19/10/2021).

Mesti belum resmi, nyatanya wacana tersebut menimbulkan pertentangan dan polemik di berbagai kalangan. Mulai dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas hingga Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) Tiar Anwar Bachtiar pun menolak keras rencana tersebut. Sebagaimana dikutip laman www.liputan6.com menurut Anwar Abbas, sosok Mustafa Kemal adalah tokoh yang sudah mengacak-acak ajaran islam dan melakukan hal yang bertentangan dengan sunah.
“Jadi Mustafa Kemal itu adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan,” tambah Anwar dalam keterangan resminya (17/10/2021).

Sementara Sejarawan Tiar Anwar Bachtiar mengaku tidak mempermasalahkan rencana pergantian nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh Turki. Namun, dia pun tidak setuju kalau nama Mustafa Kemal Attaturk yang akan digunakan untuk nama jalan di Indonesia. Tiar menyebut, sosok Mustafa Kemal tidak memiliki nama yang terlalu baik untuk masyarakat Turki. Karena hal itu, dia meminta pemerintah agar mencari nama tokoh Turki lainnya. Lalu, siapakah sebenarnya Mustafa Kemal Attaturk dan layakkah namanya diabadikan sebagai nama jalan di Indonesia?

Bagi umat muslim yang paham pasti mengenal sosok Mustafa Kemal ini sebagai pengkhianat umat Islam. Namun, sejarah kemudian disembunyikan sehingga gelar At Taturk (Bapak Turki Modern) terus disematkan pada dirinya hingga kini. Tepat pada tanggal 03 Maret 1924, mendung menyelimuti dunia Islam. Mustafa Kemal Attaturk menghapus institusi pemerintahan Islam yakni Khilafah Utsmaniyah dan menggantinya dengan Republik Turki serta mengusir seluruh anggota keluarga Utsmaniyah secara tidak terhormat dari wilayah Turki.

Tak cukup sampai di situ Mustafa Kemal juga meluncurkan program reformasi dan politik revolusioner untuk memodernisasikan Turki. Kebijakan sekuler pun mulai dilakukan yakni memisahkan agama dengan negara. Ia juga memodernisasi Turki dengan program emansipasi wanita, yang didalamnya melarang pemakaian jilbab dan mengganti pakaian seperti wanita di Eropa. Mustafa Kemal juga menghapus semua institusi Islam yang dianggap kolot dan mengenalkan kode hukum Barat, melarang azan menggunakan bahasa Arab dan wajib memakai bahasa Turki, mengubah Masjid Hagia Sofia menjadi museum dan masih banyak lagi kejahatan yang dilakukan Mustafa Kemal untuk melumat habis hukum Islam di ranah publik.

Melalui tangan Mustafa Kemal, sistem Khilafah yang sudah ratusan tahun menaungi Turki dan negeri-negeri Islam lainnya akhirnya runtuh. Secara sistemis Kemal Attaturk melaksanakan program liberalisme sekuler kepada masyarakat Turki.

Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah juga mengundang perhatian dan duka mendalam bagi masyarakat Nusantara. Kegetiran juga dirasakan oleh para ulama dan umat Islam di Nusantara. Dimana saat Tjokro Aminoto selaku Ketua Sarikat Islam mengumpulkan para ulama dan tokoh pergerakan Islam untuk merespon runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Maka dibentuklah Centra Comite Chilafat dengan tujuan menyatukan umat Islam dalam mengembalikan sistem Khilafah.

Tentu saja, rasa kehilangan dan luka amat dalam dirasakan oleh umat Islam kala itu. Sebab, tak bisa dipungkiri dari catatan sejarah yang sangat kuat bahwa Daulah Khilafah pernah menaungi wilayah-wilayah di Nusantara pada masa itu. Catatan sejarah itu bisa kita lihat dan tergambar jelas dalam film dokumenter “Jejak Khilafah Di Nusantara Jilid 2” yang telah dirilis pada 20 Oktober 2021. Fakta sejarah yang menguak hubungan diplomatik dan kontribusi nyata dalam penyebaran Islam di Bumi Nusantara. Lantas, bagaimana bisa umat Islam diminta menghormati penghancur institusi pelindung kaum muslimin di dunia?

Dengan melihat rekam jejak Kemal Attaturk, sudah sepantasnya kita menolak pengabadian nama tersebut. Ada luka yang dirasakan umat Islam terhadap Attaturk. Masih banyak nama pemimpin Turki yang lebih layak untuk diagungkan seperti Muhammad Al Fatih, Sultan Selim I atau Sultan Abdul Hamid II.

Dan seharusnya penolakan kaum muslimin tidak hanya berhenti pada pemberian nama jalan saja. Melainkan juga menolak secara tegas paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme dengan segala bentuknya. Sebab, ide tersebut lahir dari pemikiran yang batil. Paham yang memisahkan dan menjauhkan peran agama dari kehidupan, menuhankan kebebasan, dan menganggap manusia berhak membuat aturan dalam hidupnya. Hal itu juga disampaikan dalam fatwa MUI bahwa sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme bertentangan dengan ajaran Islam. Jelas pemikiran seperti ini merusak akidah umat Islam. Jangan biarkan wacana ini berkembang hingga pada pelaksanaan.

Di samping itu, mari terus gelorakan dakwah Islam kafah. Terapkan syariat Islam sebagai tujuan akhir kepatuhan umat terhadap perintah Allah swt. dan untuk mendapatkan ridha Allah semata.

Wallahu a’lam bish showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here