Oleh: Reni Tresnawati
wacana-edukasi.com– Pinjaman online atau lebih familiar pinjol. Semua pasti pernah atau sering menerima kiriman SMS, yang menawarkan pinjaman uang dengan sedikit bunga atau dengan kata-kata yang manis terdengar ditelinga. Akhir-akhir ini berseliweran di televisi tertangkapnya banyak orang yang terseret sebagai pelaku pinjol. Selain itu bertebaran juga korban yang terjerat pinjol. Bahkan ada yang mengakhiri hidupnya, karena sudah tidak sanggup membayar bunganya yang sangat besar. Salah satu korban bunuh diri akibat pinjol adalah seorang ibu di Wonogiri. Jawa Tengah. Karena tidak tahan selalu diteror oleh debt collector. Selang beberapa waktu akhirnya penelor dan penagih utang itu tertangkap.
“Perlu diketahui, ternyata gaji yang diterima karyawan pinjol, sungguh fantastik sekitar Rp15 juta- Rp20 juta per bulan”, kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika, di Mabes Polri Jakarta. Jumat 15/10/21. Tribunnews.com
Kapitalisme Sarang para Pelaku Riba
Banyaknya kasus pinjol, menjadi bukti buruknya dampak transaksi ribawi. Karena kita ketahui, akibat praktek ribawi itu, sangat mencekik masyarakat, terutama orang yang terjeratnya. Namun sayang, dari penguasa tidak ada tindakan apa-apa, melihat banyak korban bergelimpangan dan banyaknya pelaku merajalela. Setelah viral, baru negara bertindak. Itu juga setelah adanya desakan publik. Tetapi, negara hanya memberikan regulasi saja, tanpa ada solusi. Mestinya negara tidak hanya meregulasi, tapi menghapus penyebab masyarakat terjerat pada kemiskinan yang tak ada ujungnya. Gaya hidup konsumtif. Adanya Lembaga keuangan ribawi.
Regulasi Pintu Masuk Fintech Asing
Regulasi negara juga kemungkinan sudah menjadi pintu fintech asing, untuk masuk ke pasar Indonesia. Bisa dilihat dari maraknya pinjol yang merajalela belakangan ini, ditambah sekarang kan masa pandemi. Banyak masyarakat yang membutuhkan dana cepat tanpa syarat jelimet. Amerika Serikat, Singapura dan China merupakan tiga negara pemosok pinjol. Dengan dipasok tiga negara ini, justru transaksi ribawi makin mengepung kehidupan umat. Mengapa Masyarakat lebih marak kepada pinjol? Ada tiga hal yang memicunya. Pertama, Lemahnya ekonomi masyarakat, karena mencari pekerjaan saat ini sulit, solusi mudah pinjam ke pinjol, selain cepat pelayanannya , cepat pula cair dananya. Kedua, Pola hidup yang konsumtif yang merupakan gaya hidup hedonis. Slogannya “biar tekor asal kesohor”. Ketiga, adanya legalitas keuangan yang mengatasnamakan Bank.
Riba Menjadi Perusak Negara
Pinjaman online disebut ilegal, bank dikatakan legal. Padahal keduanya mempunyai kesamaan, yaitu pinjaman yang ada bunganya. Baik sedikit maupun banyak, baik legal maupun ilegal tetap saja yang namanya riba, haram hukumnya. Suatu negara yang banyak aktifitas ribanya, menjadi negara rusak yang mengakibatkan masyarakat menjadi rusak juga, akibat jeratan riba yang menjadi penghidupan utama di sistem kapitalisme. Kapitalistik melahirkan Masyarakat hedonis. Materi dijadikan tolok ukur kebahagiaan, tak peduli halal haram.
Islam Penyelamat Umat dari Cengkraman Riba
Berbeda dengan sistem Islam yang memberlakukan sistem yang lahirkan pribadi tak mudah tergiur tawaran pinjaman ribawi. Islam melarang aktifitas riba dan diterapkan dalam aturan negara Islam. Islam menutup pintu transaksi dan lembaga keuangan yang bertentangan dengan syara. Maka ketika Islam memimpin dunia, negara akan segera menghapus aktifitas riba, yang masih tersisa. Karena Islam merupakan negara yang jelas melarang dan mengharamkan aktifitas riba di tengah-tengah masyarakat.
Allah SWT. berfirman :
” Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa ribu (yang belum _dipungut_ jika kamu orang beriman.
_dipungut_ di sini maksudnya riba yang sudah diambil (sebelum ayat ini turun) boleh tidak dikembalikan.
Lalu, bagaimana Islam menyejahterakan warganya? Islam akan memilah siapa saja yang berhak dan layak untuk diberikan kepada mereka. Islam memberikan pekerjaan kepada yang memang layak untuk dibantu. Dengan memberikan pekerjaan, suami sebagai kepala rumahtangga, bisa menafkahi keluarganya dalam waktu jangka panjang dan akan lebih bertanggungjawab terhadap keluarganya. Islam tidak memberikan bantuan berbentuk pinjaman dana, atau bantuan berupa dana seperti BLT, setiap bulannya.
Kita kembali ke masalah pinjol. Bagaimana cara penyelesaian kasus pinjol ini? Pertama, harus diawali dengan adanya kesadaran masyarakat untuk lebih taat kepada Allah. Kedua, negara harus tegas dalam menangani ribawi. Untuk itu niatkan mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam oleh seluruh rakyat dan negara. Yang otomatis sistem ekonomi kapitalisme (yang menganggap segala permasalahan umat dalam hal keuangan bisa diselesaikan dengan riba) diganti dengan sistem Islam ( yang justru menjauhkan segala aktifitas riba dari masyarakat). Dengan begitu masyarakat tidak perlu ketergantungan kepada ribawi lagi, dan masyarakat pun tidak akan pernah melihat praktek riba sebagai sesuatu yang urgent. Sebab terkadang orang yang butuh pinjaman itu hanya untuk sekedar menyambung hidup atau untuk mengelola pertaniannya.
Dalam konteks kebutuhan menyambung hidup. Islam memenuhinya dengan jaminan hidup bagi setiap anggota masyarakat. Adapun kebutuhan untuk mengelola pertanian. Islam memenuhinya dengan meminjami siapa saja yang membutuhkan tanpa di sertai dengan riba. Allah sudah berfirman :
” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa. (Al Baqarah 2 ; 276)
Hibban dan Ibnu Majah menuturkan hadist dari Ibnu Mas’ud ra. Bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :
“Tidak seorang Muslim pun yang meminjami Muslim yang lain dengan suatu pinjaman sebanyak dua kali, kecuali hal itu seperti sedekah sekali”. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Mencari pinjaman bukan sesuatu yang makruh, apalagi untuk menyambung hidup dan memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan, itu juga sah-sah saja. Keduanya sama-sama sunnah. Rasulullah pun biasa mencari pinjaman. Karena itu, selama masih ada orang yang mencari pinjaman dan ada orang yang meminjaminya, justru akan tampak bahwa riba itu merupakan suatu ancaman yang sangat membahayakan kehidupan perekonomian. Bahkan akan tampak bagi para pemerhati bahwa sangat urgent untuk menjauhkan riba sekaligus menciptakan tabir yang tebal antara riba dan masyarakat melalui legislasi hukum syariah dan pembinaan sasuai dengan sistem Islam.
Jika riba tidak ada, maka kebutuhan akan Bank yang ada saat ini, tentu tidak akan ada juga.
Baitul mal lah yang akan bertindak untuk meminjami harta tanpa ada bunga sedikit pun setelah pemanfaatan harta pinjaman tersebut terealisasi, sebagaimana Baitul Mal memberikan pinjaman kepada para petani untuk pertanian. Baitul Mal juga akan memberikan kepada orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan pribadi (seperti halnya para petani) yang memang mereka perlukan untuk kebutuhan mereka.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah menyuplai para petani semata-mata karena mereka butuh untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Mereka diberi untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Adapun para petani kaya tidak di suplay sepeser pun dari Baitul Mal untuk menambah penghasilan mereka. ” Rasulullah saw. pernah memberikan tali dan kapak kepada seorang laki-laki agar bisa digunakan mencari kayu bakar, supaya orang tersebut bisa makan”.
Namun perlu diingat, meninggalkan riba tidak boleh bergantung pada adanya masyarakat Islam atau tidak. Adanya negara Islam atau tidak. Adanya orang-orang yang bisa meminjamkan harta (tanpa bunga) atau tidak. Riba tetap haram. Sehingga wajib ditinggalkan. Wallahu a’lam bisowab.
Views: 59
Comment here