Oleh : Rifka Syamsiatul Hasanah (Aktivis Muslimah, Penulis Buku Antologi)
wacana-edukas.com– “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Apa yang Rasulullah sampaikan terkait zina yang mampu mendatangkan azab Allah sungguh membuat bulu kuduk bergidik ngeri. Bagaimana tidak, kini zina telah tersebar luas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan baru – baru ini pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dan Kejahatan seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Dimana banyak kalangan menganggap bahwa kebijakan tersebut justru terindikasi melegalkan zina.
Adanya frasa “tanpa persetujuan korban” pada pasal 5 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 inilah yang mengindikasikan adanya pelegalan zina, meski Pak Nadiem membantahnya.
Permendikbud ini sangatlah berbahaya jika benar – benar disahkan. Sebagai contoh, Pasal 5 ayat (l) menyatakan bahwa suatu tindakan disebut sebagai kekerasan seksual kalau pelaku: “menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban”. Artinya, jika korban setuju maka perbuatan itu tidak disebut kekerasan seksual.
Kalangan yang kontra terhadap permen tersebut pun menganggap bahwa pasal 5 yang mendefiniskan kekerasan seksual, memberikan implikasi bahwa hubungan seks yang dilakukan atas dasar adanya consent (persetujuan) alias suka sama suka, tidak digolongkan sebagai kekerasan seksual. Ini yang memicu reaksi keras.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad bahwa salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa ”tanpa persetujuan korban”.
“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Lincolin dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).
Sebagai seorang muslim yang peduli akan masa depan generasi masyarakat, maka sudah semestinya kita menolak kebijakan liberal ini. Kebijakan yang dikeluarkan sungguh akan mengancam masa depan generasi. Pemerintah tidak pernah tepat memberi solusi dalam menyelesaikan berbagai problematika yang terjadi saat ini. Alih – alih ingin mencegah semakin tingginya tindak pelecehan dan kekerasan seksual perempuan di perguruan tinggi. Namun yang terjadi justru membuka lebar – lebar pintu gerbang perzinaan bagi para pelaku seks bebas atas dasar suka sama suka di kalangan mahasiswa. Dimana kita tahu bahwa seks bebas saat ini sudah sangat menjamur di tengah – tengah masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa. Maka jika permen ini disahkan, para pelaku seks bebas akan semakin bebas melakukan perbuatan terlarang dengan dalih adanya persetujuan korban alias suka sama suka. Solusi yang diambil justru hanya akan menambah masalah baru, yakni rusaknya generasi karena seks bebas.
Untuk menyelesaikan permasalahan tingginya kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan khususnya di perguruan tinggi, maka kita perlu mencari tahu akar masalahnya. Lalu apa akar masalahnya? Akar masalahnya adalah penerapan sistem kapitalisme yang berlandaskan sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sistem ini telah gagal mewujudkan kehidupan yang aman bagi perempuan. Pun telah gagal dalam menjaga kehormatan perempuan. Karena sistem ini menafikan peran agama dalam pengaturan kehidupan. Maka kita lihat betapa banyak individu masyarakat yang berperilaku sesuai kehendak hawa nafsu mereka tanpa melihat lagi apakah halal dan haram.
Salah satunya melakukan tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan karena dorongan hawa nafsunya. Ditambah lagi media saat ini menayangkan tontonan tidak bermutu yang dapat memicu bangkitnya gharizah nau’ (naluri seksual) dan hawa nafsu yang semakin menggebu. Belum lagi pergaulan yang tidak terjaga antara lawan jenis juga menjadi sebab maraknya kekerasan seksual saat ini. Maka tidak tepat jika akhirnya hanya sekedar membuat permen tanpa menutup pintu penyebab terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual saat ini. Kita butuh solusi yang solutif untuk menuntaskan permasalahan ini.
Tentu Islam punya solusi yang solutif untuk menuntaskan permasalahan ini. Ada beberapa mekanisme yang akan menjadi solusi dalam mencegah terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual di tengah – tengah masyarakat. Apa saja mekanismenya?
Pertama, Islam memerintahkan perempuan untuk menutup auratnya secara sempurna ketika berada dalam kehidupan umum. Kedua, Islam mengatur pergaulan antar lawan jenis. Dimana perempuan dan laki – laki boleh berinteraksi jika ada keperluan yang syar’i seperti pendidikan (sekolah), kesehatan, ekonomi (jual beli), peradilan, dan keamanan. Di luar daripada itu maka tidak diperbolehkan untuk berinteraksi. Tidak boleh ada khalwat (berdua – duaan) begitupun ikhtilat (campur baur) seperti yang sering terjadi saat ini. Ketiga, adanya amar ma’ruf nahi munkar di tengah – tengah masyarakat yang mampu membantu dalam mengontrol perilaku masyarakat, jika ada yang menyimpang maka diingatkan. Keempat, adanya sistem sanksi yang tegas bagi para pelaku kemaksiatan. Dalam Islam kemaksiatan atau pelanggaran syariat merupakan jarimah atau kejahatan yang harus disanksi sesuai dengan kejahatannya. Dalam hal ini kekerasan seksual tanpa persetujuan ataupun dengan persetujuan (suka sama suka) termasuk ke dalam tindak kejahatan yang harus disanksi. Jika pelaku sudah menikah maka hukuman yang diberikan adalah berupa rajam hingga mati. Jika pelaku belum menikah maka hukuman yang diberikan adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Hukuman pun dilakukan dengan disaksikan oleh masyarakat sekitar.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An – Nuur ayat 2)
Hal ini juga disebutkan dalam banyak hadits. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Begitupun dengan tindak pelecehan seksual seperti melucuti pakaian perempuan hingga tampak auratnya, mencium perempuan yang bukan mahram dan lain sebagainya dihukumi sebagai tindakan jarimah (kejahatan). Maka akan diberikan sanksi berupa takzir yang akan ditetapkan oleh qadhi (hakim).
Semua sanksi yang ditegakkan dalam Islam sebagai penebus dosa (jawabir) di akhirat bagi pelaku tindak kejahatan. Dan sebagai pencegah orang lain melakukan kejahatan yang serupa (zawajir). Hukuman yang diperlihatkan akan memberikan efek jera kepada masyarakat, membuat mereka takut untuk melakukan kejahatan yang serupa. Disamping mereka paham bahwa kejahatan yang dilakukan merupakan dosa dan akan mengundang murka Allah.
Begitulah penjagaan Islam yang begitu paripurna terhadap generasi masyarakat. Akan tetapi mekanisme penjagaan Islam terhadap generasi masyarakat tersebut tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme sekuler yang sudah jelas menentang segala bentuk keterlibatan agama dalam mengatur kehidupan. Sistem yang justru menciptakan atmosfer kehidupan yang liberal dan menumbuh suburkan pelecehan seksual. Maka butuh adanya institusi yang mampu menerapkan mekanisme tersebut. Hanya institusi Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffahlah yang mampu mewujudkan mekanisme dalam penjagaan generasi masyarakat dari segala bentuk tindak pelecehan dan kejahatan seksual. Sudah seharusnya kita memperjuangkan penerapannya agar terwujud kehidupan yang aman dan terjaga dari segala bentuk kejahatan. Wallahu’alam bishshawab []
Views: 16
Comment here