Opini

Aroma Liberalisasi Melalui Permendikbud

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Apt. Marlina, S.Farm.

wacana-edukasi.com– Kasus kekerasan seksual sering kali terjadi baik di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan Perguruan Tinggi. Kasus kekerasan seksual tak pernah memberikan hukuman jera kepada para pelakunya. Bahkan, kini rezim telah memberikan “ruang” perlindungan terhadap pelaku kasus kekerasan seksual dengan dalih atas persetujuan korban.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa akan ada sanksi bagi pihak yang melanggar Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Salah satunya adalah penurunan akreditasi kampus.

Nadiem awalnya bicara soal sanksi bagi pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi. Dia mengatakan sanksi yang bakal diberikan tergantung dari pelanggaran yang terjadi, mulai dari sanksi ringan yaitu formatnya seperti teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf, sampai dengan sanksi berat. Sanksi administrasi terberat adalah pemberhentian, misalnya sebagai mahasiswa atau sebagai jabatan dosen dan lain-lain (news.detik.com, 15/11/2021).

Nadiem Makarim menegaskan saksi bagi pihak Perguruan Tinggi itu tertera dalam Pasal 19 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Berikut isinya, Pasal 19 Perguruan Tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikenai sanksi administratif berupa: penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi dan/atau, penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi. Sanksi bagi Perguruan Tinggi ini menunjukkan bahwa Permen ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di lingkungan Perguruan Tinggi, namun juga menegaskan represi rezim agar semua institusi Perguruan Tinggi mengikuti Permen tersebut tanpa ada celah mengkritisinya. Begitu pula sikap rezim yang mengabaikan kelompok ormas-ormas Islam yang mengkritisi hingga menolak Permen liberal ini.

Rezim saat ini tak bisa memberi jaminan keamanan kepada rakyatnya dari pelaku kekerasan seksual yang kini merajalela di lingkungan Perguruan Tinggi. Hal ini sebabkan karena aturan yang diambil adalah aturan yang berasal dari manusia. Aturan buatan manusia ini kapan saja bisa dirubah oleh rezim sesuai kemauan rezim.

Jika Permendikbud PPKS ini diterapkan oleh rezim, maka kasus kekerasan seksual belum tentu dapat dicegah di lingkungan Perguruan Tinggi. Malah Permendikbud PPKS ini melindungi pelaku kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi sehingga dapat menumbuh suburkan pelaku seks bebas.

Antara Permendikbud dan Solusi Islam
Hal ini akan berbeda jika Islam diterapkan dalam kehidupan manusia dalam bingkai Daulah Khilafah. Islam mengajarkan kita untuk membatasi setiap pergaulan dengan lawan jenis agar kita senantiasa terhindar dari pemicu munculnya seks bebas.

Di dalam aturan Islam, kasus pelaku kekerasan seksual kepada wanita akan diberi sanksi. Jika pelakunya seorang yang berstatus belum menikah, maka ia akan didera sebanyak seratus kali dera, sedangkan jika pelakunya seorang yang berstatus telah menikah, maka ia akan dirajam hingga mati.

Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Qur’an Surah An-Nur ayat 2, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan ) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Adapun korban kekerasan seksual terbebas dari hukuman. Sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ibu Majah dan Al-Baihaqi yang artinya, “Sungguh Allah memaafkan umatku karena tidak sengaja berbuat salah, lupa dan dipaksa.”

Di dalam Islam antara laki-laki dan perempuan setiap aktivitasnya senantiasa dibatasi oleh syara’ sehingga tidak akan terjadi kasus pelecehan seksual. Sebagaimana Nabi saw pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang artinya, “Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiganya adalah setan.”

Bentuk pencegahan Islam sendiri melalui aturan yang mewajibkan kepada wanita untuk menutup aurat ketika keluar rumah agar dapat mencegah timbulnya kasus pelecehan seksual. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qur’an Surah An-Nur ayat 31 yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya…”

Dengan demikian, sesungguhnya syariah Islam benar-benar menjaga interaksi antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai aktivitas, sehingga terlihat bahwa syariat Islam berfungsi untuk mencegah dan menutup celah agar terhindar dari pelecehan seksual. Wallahu a’lam bishowab[].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here