Oleh: Damae Mafazaa
wacana-edukasi.com– Baru-baru ini publik dikejutkan dengan berita penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Antiteror Polri. Penangkapan dua tersangka teroris yang berinsial SU dan DRS, dilakukan di wilayah Lampung. Keduanya, merupakan pejabat Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baitul Maal (BM) Abdurahman bin Auf (ABA), di Lampung. SU merupakan anggota jaringan Jamaah Islamiyah (JI) sejak tahun 1998. Dia ditangkap dengan jabatan sebagai bendahara LAZ BM ABA, Senin (1/11/2021). Sementara itu, Densus 88 menangkap tersangka DRS, di daerah Gading Rejo, Pringsewu, Lampung, Selasa (2/11/2021) kemarin.
Sebelumnya, Densus 88 menangkap satu orang tersangka teroris berinisial S yang merupakan kelompok JI, di Dusun Bagelan, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Minggu (31/10/2021).S telah bergabung dengan kelompok JI sejak tahun 1997 silam. Dia menjabat sebagai Ketua LAZ BM ABA pusat dari tahun 2018 sampai dengan sekarang. Kemudian, pernah menjabat sebagai Sekretaris LAZ BM ABA pusat, Ketua Korwil Barat LAZ BM ABA, dan menjabat Ketua Cabang BM ABA Lampung (beritasatu.com).
Lagi dan lagi, isu terorisme makin intensif diangkat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis mengungkapkan, angka tindak pidana terorisme pada 2019 menurun. Hal itu bisa dilihat dari jumlah tersangka yang ditangkap dan aksi teror yang terjadi di Indonesia setahun terakhir ini. Idham juga menyebut, Polri telah mengamankan 297 pelaku terorisme sepanjang 2019. Jumlah tersebut menurun jika dibanding tahun 2018 yakni sebanyak 395 pelaku kasus terorisme.
Pada tahun 2020, Mabes Polri memberikan laporan akhir tahun kinerja mereka. Pada sepanjang tahun 2020 ada sebanyak 228 tersangka kasus terorisme yang ditangkap oleh Polri di seluruh wilayah Indonesia. Di tahun 2021, Kapolri mengungkapkan, polisi telah menangkap 217 orang tersangka kasus terorisme sepanjang Januari-Mei 2021.
Jika kita cermati, terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan untuk membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Ini jelas berbeda dengan perang, karena aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan.
Sedang, istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal. Aksi terorisme juga berarti bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi.
Karenanya, para pelakunya (teroris) pantas dihukum dengan kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan “teroris” dan “terorisme”, maka para teroris pada umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain. Padahal terorisme sendiri sering terlihat mengatas namakan agama. Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang.
Sedang, jihad sendiri berasal dari bahasa Arab, menurut bahasa jihad yaitu bersungguh-sungguh, berjuang, berperang, dsb. Jihad juga berasal dari perkataan jahd yang artinya usaha dengan sungguh-sungguh, atau juhd artinya kekuatan.
Menurut syari’at jihad adalah bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatannya untuk melawan orang-orang kafir atau musuh Islam. Serta termasuk pula berjihad ialah berjihad terhadap nafsu, terhadap syaithan dan terhadap orang-orang pendurhaka.
Tentu dari pengertian terorisme diatas, teroris yang sebenarnya adalah kelompok separatis seperti KKB di Papua. Bukan malah menuduh dan menangkap ulama. Jelas-jelas, KKB merupakan kelompok separatis yang menyerang warga serta warga sipil Papua. Mereka menginginkan kemerdekaan dan berusaha memisahkan diri dari negara Indonesia.
Sungguh ini adalah bukti bahwa Islam dijadikan kambing hitam atas isu terorisme yang terus dikembangkan. Skenario isu terorisme sengaja digaungkan karena merupakan suatu ancaman bagi negara-negara kapitalisme seperti Amerika Serikat. Pada perkembangannya Amerika mengunakan negara-negara Islam sebagai alat untuk melancarkan isu tersebut. Seperti contoh, dengan mengunakan peristiwa pemboman di Palestina untuk melawan Yahudi. Ini karena Islam telah dianggap Amerika sebagai ancaman. Setelah robohnya sistem Sosialisme.
Sistem Kapitalisme sekuler yang batil. Karena hanya berdasarkan dari pemikiran manusia yang terbatas. Serta haus akan keserakahan. Menjadikan negara-negara Islam sebagai jajahannya. Mengambil habis semua sumber daya alam. Terbukti selama sistem Kapitalisme ini masih berdiri tentu ketidakadilan pun hanya semu semata. Para ulama yang seharusnya menjadi panutan bagi umat hanya akan terus difitnah dan dikriminalisasi.
Dalam Islam, ulama merupakan rujukan para pemimpin serta umat dalam mengambil keputusan. Para ulama mendapatkan tempat istimewa dikala Islam diterapkan. Kedudukannya pun sangat tinggi dan mulia. Nabi SAW bersabda, “Kelebihan orang berilmu atas orang beribadah seperti kelebihan rembulan di malam purnama atas bintang-bintang yang lain” (HR Abu Naumi dari Muadz bin Jabal).
Sungguh para musuh Islam tidak akan ridho akan kembalinya Islam kaffah yakni Khilafah. Mereka bahkan tidak tidur memikirkan cara untuk menghalaunya. Seribu makar yang mereka gunakan tidak akan mampu menandingi makar Allah. Karena Khilafah janji Allah, bisyarah Rasulullah pasti akan terjadi. Lalu, masihkah kita ragu untuk berjuang mewujudkan kembalinya janji Allah?
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 6
Comment here