Opini

Solusi Islam Memberantas Kekerasan Seksual

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Aina Syahidah

wacana-edukasi.com– Kekerasan seksual menjadi salah satu isu yang hangat diperbincangkan di tanah air. Disamping kasusnya yang kerap berulang terjadi, belum lama ini pemerintah melahirkan regulasi baru, yakni aturan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di kampus,
sebagai solusi dari maraknya aktivitas asusila di dunia perguruan tinggi (www.suara.com, 14/11/2021).

Sayangnya, suara rakyat terbelah dalam menyikapi regulasi baru di dunia perguruan tinggi ini (lampung.suara.com, 12/11/2021). Khususnya pada butir pasal ke-5 ayat 2, tentang rincian bentuk-bentuk perbuatan yang termaksud ke dalam kekerasan seksual yang diantaranya:

Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban; memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan korban; menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman; mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban; mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban; mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban; menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban; membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban; menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban; membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban; dan memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan.

Dan yang menjadi critical point adalah pada frasa tanpa persetujuan korban. Hal ini menurut beberapa kalangan dapat bermakna bias. Karena ketika hal-hal di atas lakukan dengan atas persetujuan, atau dalam ranah suka sama suka maka tidak ada delik atasnya.

Hal ini dinilai sama artinya dengan manghalalkan atau melegalkan segalah bentuk perbuatan di atas selama keduanya melakukan atas dorongan suka sama suka.
Dan ini bila ditimbang dari kacamata syariah atau dari sudut pandang Islam adalah termaksud ke dalam perbuatan yang diharamkan, karena jatuh pada kategori zina.

Itulah mengapa, beberapa kalangan menilai peraturan menteri ini bernuansa liberal tak sesuai dengan budaya ketimuran.

Walau begitu, Menristekdiktik menampik bahwa Permendikbud ini melegalkan perzinahan. Pihaknya mengatakan,  aturan ini dibuat fokus pada pencegahan kekerasan. Hanya saja yang buat publik ramai, kekerasan itu nyatanya terkait dengan soal persetujuan atau pemaksaan.

Kekerasan seksual memang subur di negeri ini. Jika kita melihat di layar kaca, nyaris tiada hari tanpa pemberitaan miris ini. Bagaimana menyelesaikannya? Tentu tak sebatas hanya dengan sebuah regulasi aturan. Mengingat fenomena ini sudah berakar dalam kehidupan.

Lahir dari persepsi yang keliru dalam menyikapi dan merealisasikan naluri yang telah berikan sang Pencipta kepada setiap hambanya. Dan ini bila digali lebih dalam lagi, pangkalnya ada pada penerapan sistem kehidupan yang berhaluan sekuler dan liberal. Dimana paham keduanya telah menuntun manusia untuk berbuat sesuka hatinya, sebebas-bebasnya, tanpa harus memperhatikan kaidah atau batasan norma-norma kehidupan, termaksud di dalamnya hukum agama.

Ditambah lagi, dunia kapitalistik terus dan terus memproduksi konten-konten yang mendorong kepada jatuhnya tindak perilaku asusila. Dan hari ini, masyarakat baik tua maupun muda. Anak-anak atau dewasa dapat mengakses itu secara bebas. Maka tidak heran bila ramai ditemukan banyak kasus yang mengarah kepada tindak kekerasan seksual.

Itulah mengapa,  rasanya tidak cukup bila hanya dengan aturan semata. Tanpa diikuti dengan tindak nyata terhadap akar masalahnya, yakni pemahaman hidup yang sekuler dan liberal tadi.

Selama ini masih ada, maka orang-orang akan terus menggaungkan ide kebebasan dan kesetaraan yang sudah tentu akan menjadi jalan tol bagi tindak kekerasan seksual.

Kita tentu dapat belajar dari Undang- Undang Perlindungan Anak misalnya, meski sudah duakali revisi, tetap saja tindak asusila ramai terjadi pada anak-anak. Ini artinya, ada akar masalah yang belum tersentuh. Dan itu tak mampu diselesaikan hanya dengan sebuah aturan.

Solusi Islam Terhadap Tindak Kekerasan Seksual

Pertama yang harus ditegaskan bahwa, Islam tak membenarkan umatnya hidup bebas sesuka kehendak hati mereka. Akidah mengajarkan, mereka harus terus terikat pada hukum syara’ dalam segalah lini kehidupan. Baik dalam lingkup kehidupan individu, masyarakat, maupun bernegara. Termaksud dalam urusan penyaluran hasrat seksualitas, harus terikat dengan aturan agama.

Islam adalah agama yang amat menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia. Itulah mengapa, syariah menyiapkan suatu regulasi mulia untuk menyalurkan gharizatun na’u (naluri melestarikan keturunan), yakni dengan jalan pernikahan. Dimana tidak ada jalan lain selain itu.

Adapun segalah aktivitas yang mengarah pada tindak perzinahan itu amat ditentang di dalam Islam. Sehingga jalan-jalan yang mengarah pada tindak perzinahan ataupun kekerasan seksual tadi ditutup rapat dengan cara:

Mengatur pergaulan antara pria dan wanita di kehidupan umum. Dimana mereka dilarang bebas berbaur terkecuali dalam tiga hal, yakni dalam urusan muamalah, pendidikan, dan kesehatan. Untuk tiga aspek ini maka boleh terjadi interaksi di antara keduanya. Bila tidak, maka harus ada mahroam yang berada diantara mereka.

Berikutnya, Islam tidak akan memproduksi konten-konten yang memicu pada perbuatan tindak asusila atau hal lain yang dapar merusak akal dan mental. Sebagaimana yang hari ini diproduksi oleh media sekuler.

Terakhir, Islam menyediakan ganjaran atau sanksi hukum bagi setiap pelaku tindak kekerasan (baca: perzinahan) yangmana sanksi ini tidak lain berfungsi sebagai penebus dosa dan pencegah. Sehingga berbagai pelanggaran tidak akan berulang terjadi.

Hari ini kasus kekerasan seksual subur terjadi, karena tidak adanya hukum yang mampu memberi efek jera bagi pelaku. Sehingga yang lain cenderung mengikuti dan terus menggencarkan nafsu bejatnya. Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here