wacana-edukasi.com– Makamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. MK meminta pemerintah dan DPR memperbaiki UU dalam waktu dua tahun sejak putusan dibacakan. Bila UU Cipta Kerja tidak diperbaiki, UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali. MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat karena cacat formil, sebab dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan (27/11).
Ya, jelas saja putusan MK menerima UU Cipta kerja meski bersyarat merupakan hasil negosiasi politik. Sebab undang-undang Nomor 11 tahun 2020 dinyatakan cacat formil, yang artinya secara prosesnya saja sudah inkonstitusional. Namun, MK juga menyatakan bahwa undang-undang itu tetap berlaku sampai dia diubah, artinya MK memisahkan antara proses dengan hasil. Kalau memakai logika dasar, ketika prosesnya salah maka undang-undang yang dihasilkan akan salah. Maka seharusnya undang-undang ini tidak diberlakukan.
Selain itu, dengan ditetapkannya UU Ciptaker cacat formil, sudah seharusnya MK dengan tegas dapat menyatakan batal seluruhnya. Bukan menerima namun bersyarat. Jika demikian sebaliknya, maka keputusan ini menegaskan MK hanya merespon tuntutan penolakan rakyat dengan menuntut pemerintah merevisi, bukan mencabut UU yang cacat tersebut. Ini jelas membuktikan bahwa MK tidak bisa diharapkan menjadi tempat bergantung untuk mendapat keadilan dan MK merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rezim pro kapitalis.
Keadilan MK dalam sebuah sistem sangat diharapkan. Namun mewujudkan kerja MK yang pro rakyat dalam sistem kapitalis nyatanya bagai pungguk merindukan bulan.
Berbeda dengan Islam, yang mana penguasa berposisi sebagai pelaksana hukum, bukan pembuat hukum. Sementara rakyat bertindak sebagai penjaga hukum. Seluruh rakyat wajib mengoreksi penguasa jika mereka menyalahi hukum atau mengabaikannya. Asasnya adalah akidah Islam, yakni keimanan kepada Allah sebagai Zat Yang Maha Mengatur, Mahaadil, Mahatahu, dan Mahasempurna sehingga seluruh hukum-hukum Islam bersifat tetap dan dipastikan jauh dari kepentingan pihak mana pun. Hukum Islam membela kebenaran dan memenangkan kemaslahatan publik serta bersikap tegas terhadap hukum yang zalim.
Halimah, Blora/Jateng
Views: 7
Comment here