Opini

Komersialisasi Pelayanan Publik Sarat Tata Kelola Kapitalistik

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

wacana-edukasi.com– Sudah menjadi rahasia umum bahwa sistem ekonomi di Indonesia menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme ini menjadikan materi dan manfaat sebagai dasar dalam tata kelola perekonomian. Oleh sebab itu negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme senantiasa berorientasi pada segala hal yang mendatangkan keuntungan.

Sebagaimana yang terjadi pada pengelolaan Bandara Kualanamu, disinyalir PT Angkasa Pura II menggandeng perusahaan swasta asing India. PT Angkasa Pura II membentuk perusahaan dengan GMR Airports dari India bernama PT Angkasa Pura Aviasi. PT Angkasa Pura II memegang saham 51 persen, sedangkan GMR Airports memegang saham sebanyak 49 persen. (jurnalmedan.pikiran-rakyat.com, 30/11/2021)

Anggapan bahwa aset bandara dijual ke pihak swasta asing pun dibantah oleh Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga. skema perjanjian antara Angkasa Pura II dengan GMR Airports dilakukan dengan build, operate, transfer (BOT) yang pada nantinya aset akan kembali ke PT Angkasa Pura II setelah 25 tahun. (kompas.com, 27/11/2021)

Dengan bentuk kerja sama dalam pengelolaan Bandara Kualanamu tersebut diklaim mendatangkan beberapa keuntungan. Diantaranya bahwa secara finansial, dinilai kerja sama seperti ini lebih efektif karena tidak melulu bergantung pada BUMN dan negara. Selain itu, kerja sama ini dinilai bahwa PT Angkasa Pura II akan mendapatkan ilmu seputar pengelolaan bandara.

Benarkah pengelolaan bandara dengan sistem seperti itu akan mendatangkan keuntungan?

Komersialisasi Pelayanan Publik

Kerja sama yang dilakukan pihak PT Angkasa Pura II dengan menggandeng pihak swasta asing dalam hal ini GMR Airport menghenyakkan berbagai pihak. Makanya muncul anggapan jika bandara ini dijual kepada pihak asing sebab pihak swasta asing tersebut memiliki saham hampir separuh. Walaupun anggapan penjualan bandara ini dibantah oleh pihak Staf Khusus Kementerian, namun tetap mengecewakan masyarakat. Sebab sudah bisa dipastikan bentuk kerja sama ini berorientasi pada mencari keuntungan material semata.

Keuntungan yang diklaim oleh pihak BUMN dengan bentuk kerja sama seperti itu hanyalah bagi pihak kapital atau segelintir orang. Pengelolaan dengan pihak asing merupakan bentuk komersialisasi pelayanan publik. Pihak swasta tentu akan mencari keuntungan setelah dana dikucurkan. Dengan dalih pelayanan yang optimal, maka masyarakat akan dituntut dengan kenaikan harga tiket. Sehingga transportasi publik ini akan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat.

Padahal semestinya transportasi publik dapat dinikmati oleh masyarakat secara gratis atau murah. Namun, dengan pengelolaan ala kapitalisme membuat masyarakat tidak dapat menikmati fasilitas transportasi ini dengan mudah. Sebab negara dalam pengelolaannya hanya berorientasi pada keuntungan. Tak salah kiranya jika negara ini disebut negara korporasi. Yakni, negara yang memposisikan diri sebagai penjual sedangkan rakyat sebagai pembeli.

Pengelolaan Pelayanan Publik dalam Islam

Sumber penerimaan negara yang hanya bertumpu pada utang dan pajak membuat negeri ini menempuh jalur kerja sama dengan pihak swasta asing dalam pengelolaan pelayanan publik, salah satunya bandara udara. Pemangku kebijakan sudah gelap mata. Yang ada di logika hanya bagaimana dapat mengelola bandara tanpa menambah modal dan mendapatkan keuntungan. Tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat.

Sebenarnya memberikan fasilitas pelayanan publik secara optimal merupakan kewajiban dari negara. Setiap masyarakat tanpa memandang status sosial berhak mendapatkan pelayanan tersebut. Termasuk diantaranya terkait pelayanan transportasi. Sayangnya, tidak semua masyarakat dapat dengan mudah mengakses transportasi publik. Terlebih transportasi udara yang mengenakan harga tiket tinggi sehingga sulit dijangkau masyarakat. Sehingga muncul semacam kasta dalam masyarakat bahwa yang dapat menikmati transportasi udara merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas.

Dalam sistem ekonomi Islam, pelayanan publik dinikmati secara gratis oleh masyarakat. Negara tidak bertindak sebagai korporasi yang mencari keuntungan semata. Sebaliknya, segenap daya upaya dikerahkan untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Sehingga semua masyarakat dari berbagai kalangan dapat mengakses pelayanan publik dengan mudah.

Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition menjelaskan pembangunan infrastruktur transportasi dan jalan pada masa kekhilafahan Islam. Pada masa Khalifah Al Mansur (762 M) dibangun jalan beraspal di kota Baghdad.

Pada masa Khilafah Utsmani, dibangun jalur kereta api yang terbentang dari Istanbul hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem, dan Madinah untuk memperlancar perjalanan haji.

Sedangkan cikal bakal pesawat yang merupakan alat transportasi udara diketemukan oleh Abbas Ibnu Firnas. Beliau merupakan orang pertama dari abad ke-8 yang berhasil mendemonstrasikan mesin penerbangan yang terbuat dari kerangka bambu berlapis kain sutra dan bulu burung. Penemuan ini seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara. Masya Allah.

Begitulah semestinya negara menerapkan perannya dalam memberikan fasilitas yang memadai untuk masyarakat. Bukan malah memakai logika kapitalisme yang hanya berorientasi pada keuntungan. Sebab kelak di akhirat penguasa akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Wallahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here