Opini

Demi Efisiensi, Kesejahteraan Teramputasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Diani Aqsyam

wacana-edukasi.com– Pemerintah benar-benar serius ingin mewujudkan rencana percepatan dalam mengurus birokrasi. Salah satu cara yang bakal ditempuh adalah memangkas jumlah pegawai negeri sipil (PNS) dan menggantinya dengan robot kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan ke depannya pemerintah akan lebih banyak menggunakan teknologi digital dalam memberikan pelayanan kepada publik. Atas dasar itu jumlah PNS akan dirampingkan dan dikurangi secara bertahap. Rencana PNS digantikan robot pertama kali diungkap oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2019. Saat itu Jokowi meminta maaf kepada pejabat eselon III dan IV jika harus terpangkas karena akan digantikan dengan AI (medanbisnisdaily.com 28/11/2021).

Pemerintah nampaknya tidak memikirkan dampak jangka panjang dari wacana ini. Memang jika hal itu dilakukan akan ada manfaat yang dirasakan seperti diantaranya pekerjaan lebih minim kesalahan, birokrasi lebih cepat, pengeluaran minim, serta berkurangnya potensi korupsi. Tentu bukan tanpa resiko dari penggantian PNS menjadi robot tersebut. Dampak buruk yang dihasilkan salah satunya adalah pengangguran. Akan ada banyak pegawai yang digantikan posisinya dengan mesin. Alhasil mau tidak mau para PNS harus keluar dari mata pencahariannya. Pun demikian seandainya ada manusia, hanya dibutuhkan sedikit seperti misal untuk operator dan tenaga ahli saja.

Banyaknya pengangguran berefek pada terpuruknya perekonomian masyarakat. Hal ini akan menambah permasalahan baru bagi pemerintah. Disatu sisi mungkin produktifitas bertambah, namun disisi lain kemiskinan yang parah akan membayangi negri ini. Alih-alih membawa pada kemajuan bangsa , yang terjadi adalah sebuah kondisi yang dipaksakan untuk mengikuti tren global kemajuan teknologi tanpa mempertimbangkan rakyatnya.
Beban jumlah PNS yang kian “gemuk”, juga dijadikan alasan untuk merampingkannya. APBN dianggap terbebani karena tingginya kebutuhan untuk membayar gaji, tunjangan PNS, serta biaya pensiun.

Benarkah demikian? Nyatanya bukan hanya karena biaya untuk PNS saja, APBN jadi membengkak. Pada APBN 2021, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) mendapatkan alokasi anggaran terbesar dengan total anggaran Rp 149,8 triliun. Artinya, infrastrukturlah yang memiliki andil paling besar dalam bengkaknya APBN. Walau sudah menyedot dana cukup besar, faktanya infrastruktur negri ini masih penuh raport merah. Belum lagi untuk membiayai gaya hidup para anggota dewan, semakin membuat APBN terbebani. Seharusnya jika memang atas nama penghematan biaya, maka harus ada perombakan penganggaran APBN secara menyeluruh, bukan semata menumbalkan para PNS. Demi efisiensi, kesejahteraan rakyat harus teramputai.

Kemajuan bangsa seharusnya tidaklah diukur semata dengan pencapaian fisik dan kemajuan teknologinya. Ukuran dasar tercapainya tujuan negara adalah sejahteranya setiap individu, terciptanya keamanan-perlindungan bagi rakyat, serta lahirnya peradaban yang tinggi. Jika kelak kebijakan PNS yang digantikan robot benar-benar direalisasikan, maka tujuan negara tersebut tidak tercapai karena akan banyak korban akibat solusi yang tak mengakar.

Inilah realitas kebijakan dalam sistem kapitalisme, minim solusi. Ditambah lagi pemerintahannya dijalankan dengan orientasi materi, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Untung ingin diraih, tren global ingin diikuti namun dengan melakukan pengabaian terhadap rakyat. Sehingga perkembangan teknologi yang seharusnya membawa pada kemajuan, malah membawa pada masalah baru.

Kemajuan teknologi menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia diberbagai bidang, namun bisa juga dipergunakan sebagai alat memperkukuh penjajahan suatu bangsa atas bangsa lainnya.

Hal ini ditentukan siapa yang menjadi pengendali teknologi tersebut. Teknologi jika berada dalam kendali dunia kapitalis akan dijadikan alat untuk memuluskan nafsu serakahnya. Dunia Islam hanya dijadikan objek dan pasar.

Berbeda halnya dengan Islam. Paradigma negara dalam Islam adalah untuk melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan, keamanan dan negara, bukan orientasi materi. Semua potensi yang dimiliki akan diarahkan untuk tercapainya maksud-maksud tersebut.

Pengabaian terhadap hak-hak rakyat adalah sebuah bentuk kezaliman. Kebijakan-kebijakan negara dibuat bukan untuk mengikuti tren global, tapi memang harus untuk kepentingan urusan rakyat.

Terkait sains dan teknologi, Islam tidak akan anti terhadap perkembangan keduanya. Islam memandang bahwa salah satu unsur kejayaan peradaban Islam adalah dari kemajuan sains dan teknologi. Peradaban Islam terbukti mampu bertahan terhadap dinamika zaman selama 1.300 tahun.

Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa.
Islam pun memiliki aturan terkait garis kebijakan administrasi yaitu simpel (mudah dan tidak berbelit-belit) dalam bikrokrasi, cepat dalam pelaksanaan tugas, dan didukung oleh person-person yang memiliki kapabilitas di bidangnya. Jika memang menginginkan keefisienan, seharusnya negri ini mencontoh pengaturan administrasi dalam Islam, bukan malah memangkas PNS.

Agar semua itu bisa terwujud, Islam harus tampil dalam mengelola umat dalam konteks kebijakan, karena tentunya pengaturan semua itu baru bisa terlaksana ketika adanya peran pemimpin sebagai pengurus urusan umat, dan juga adanya sistem Khilafah yang akan menerapkan ideologi Islam. Dengan begitu, Islam akan memberikan rambu-rambu penggunaan teknologi tetap berbasis keimanan, sekaligus kepengurusan umat akan dilakukan dengan serius tanpa mengamputasi hak-hak rakyat.

Rasulullah saw. bersabda, “Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, persulitlah ia; dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia.”

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here