Oleh : Fitri Hidayati
wacana-edukasi.com– “Panjang.., lama.., dan bikin frustasi..” itulah yang dirasakan masyarakat dunia. Dunia menghadapi pandemi panjang yang tak tahu kapan akan kunjung selesai. Pandemi virus covid-19 telah menguras pikiran, tenaga, biaya, rasa aman, dan bahkan nyawa manusia. Para pemikir, nakes, penguasa, dan semua elemen masyarakat terjun bersama menghadapi wabah ini. Keresahan dan dampak pandemi tidak hanya terjadi para orang dewasa dan orang tua, tapi juga merenggut tumbuh kembang anak-anak dan para pelajar. Banyak anak-anak kehilangan saudara bahkan orang tua. Masa belajar terenggut dengan “loss learning” (hilangnya pembelajaran), karena pembelajaran daring pada masa pandemi juga rumit untuk di terapkan.
Varian Omicron telah terdeteksi di Afrika. Para penguasa pemerintah dunia resah merespon wabah ini. Lebih-lebih, Institusi dunia WHO telah menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern atau VoC. Varian B.1.1.529 disebut memiliki banyak strain atau mutasi, bahkan melebih varian lain yakni Alpha, Beta, dan Delta. Sementara tindakan nyata masih dalam tahap analisa. Menurut ilmuwan varian Omicron punya mutasi yang sangat banyak. Lebih dari 30 protein lonjakan kunci, yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang.
Dunia menjadi mencekam. Aneka model “lock down” (penguncian wilayah) sudah diterapkan, vaksin sedang dijalankan, protokoler kesehatanpun terus di galakkan. Namun, hingga saat ini dunia belum percaya diri untuk mengumumkan bahwa dunia ini telah terbebas dari pandemi wabah virus. Trauma terus ada, sementara ketakutan tak kunjung hilang. Menjadi “parno” (paranoid) secara multidimensi telah menjangkiti masyarakat. Pada waktu yang sama dunia mempunyai pekerjaan rumah yang luar biasa. Yang pertama, melepaskan masyarakat dunia dari ancaman “ghosting” rasa di hantui atas pandemi wabah penyakit yang mematikan ini. Yang ke dua adalah memulihakan atau normalisasi atas kerusakan atas dampak pandei Covid’19 yang telah menghancurkan banyak sendi kehidupan masyarakat.
Berlarut-larutnya pandemi ini membuat rasa skeptis dan nyaris putus asa. Ledakan pengangguran, lumpuhnya ekonomi, dan ancaman learning loss (pembelajaran yang hilang) hanya merupakan masalah yang yang menonjol, sementara masih banyak lagi persoalan bermunculan karena pandemi ini. Mulai dari mana untuk menyelesaikannya seperti mengurai benang yang kusut. Ketika ditarik satu ujung benang yang terjadi malah muncul keruwetan (persoalan) baru disana-sini. Sistem kapitalis (sistem modal) sadar atau tidak sadar telah membuat keruwetan dalam persoalan ini. Ujung-ujungnya membiarkan rakyat berjibaku sendiri menghadapi pandemi hingga terbentuk herd heredity (keimunan global).
Sementara untuk normalisasi masalah ekonomi masyarakat akibat pandemi bukan persoalan sederhana. Negara-negara sudah terjebak pada hutang luar negeri yang terus bertambah pada saat pandemi dengan bunga dan tekanan luar biasa. Untuk membangkitkan ekonomi yang sudah terpuruk akan membutuhkan energi yang sangat besar. Karena sistem kapitalisme terus berpusar pada pemilik modal, sementara distribusi kekayaan yang sangat timpang membuat si-miskin makin miskin dan semakin lebar. Pemulihan masalah Pendidikan karena pandemi tak kalah rumitnya, sistem pendidikan yang berasaskan sistem sekuler-kapitalis ini akan menjadikan manusia berhasil secara fiktif. Karena pengabaian karakter dan penghargaan ilmu ala kapitalis telah menjadikan gagal membentuk manusia seutuhnya.
Tahukah, bahwa Islam adalah solusi bagi seuruh pesoalan. Bermodalkan keyakinan atas sistem sempurna dari sang kholiq. Karena sungguh, Islam tidak hanya aqidah ruhiyah (mengatur hubugan antara manusia dengan Tuhannya), tapi juga aqidah siyasi (mengatur seluruh urusan dan persoalan manusia. Sebagaimana firman Alloh SWT yang artinya “dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS Al Anbiya, ayat: 107).
Dengan sistem komprehensif mampu menanggulangi persoalan social, ekonomi, politik, pendidikan, termasuk masalah pandemi wabah penyakit. System ekonomi Islam yang khas : anti riba, anti ghulul, anti penguasaan kekayaan umum dan negara pada individu (baca: privatisasi) akan mengamankan ekonomi rakyat dan menjaga distribusi ekonomi rakyat yang terus tumbuh dan merata. System ekonomi ini akan tanggap wabah karena kemandirian ekonomi tidak akan mudah terjebak pada utang luar negeri yang menyengsarakan dan menjadi bulan-bulanan negara asing.
System politik Islam yang mandiri akan mampu memberi kebijakan yang utuh, efektif dan tuntas. Tidak akan ditemui fenomena seperti halnya saat ini : disaat sibuk terapkan lock-down, justru mendatangkan tenaga kerja asing, membuka wisata, dll. Disaat rakyat di galakkan vaksin masih ada oknum yang memperkaya diri dengan program ini. Dengan kata lain penderitaan rakyat pun tega mereka jual gegara system kapitalis ini. Sistem pendidikan islami yang berazaz Islam menjunjung tinggi akan ilmu dan akhlaq. Penguasaan IT di jamannya akan menjadi kebutuhan utama dan tak perlu gagap menghadapinya. Begitulah ketika dunia ini pada genggaman system sahih. MasyaAlloh
Views: 10
Comment here