Opini

Undang Investor untuk Produksi Vaksin, Efektifkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Anita Ummu Taqillah (Pegiat Literasi)

wacanah-edukasi.com– Pandemi belum juga sirna seutuhnya. Varian omicrom pun masih mengancam dunia. Maka, dibutuhkan antisipasi optimal, agar virus segera sirna seluruhnya. Salah satunya adalah dengan pemberian vaksin terbaik. Agar masyarakat tenang, dan dapat beraktifitas seperti dahulu kala.

Untuk mewujudkannya, sebagaimana dilansir dari antaranews.com (7/12)2021), Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong Indonesia untuk menjadi hub atau pusat produksi vaksin berbasis mRNA melalui gelaran Presidensi G20 RI. Menko juga menyampaikan bahwa hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, sebab kolaborasi di tingkat global sangat diperlukan termasuk melalui G20. Harapannya dapat dihasilkan langkah-langkah terobosan yang lebih kuat dan konkret.

Rencana ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Meskes Budi Gunadi bahwa pemerintah berencana mengundang investor untuk memproduksi vaksin. Menkes ingin mengundang investor asing untuk memproduksi vaksin mRNA di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia ketergantungan bahan baku impor dan teknologi di bidang kesehatan dari luar negeri (kumparan.com, 4/12/2021).

Padahal di sisi lain Menkes juga menyampaikan bahwa sejatinya Indonesia telah mampu menguasai teknologi vaksin yang menggunakan virus dan protein, namum belum memiliki teknologi untuk memproduksi vaksin yang menggunakan vektor atau mRNA. Maka Meskes berencana memberikan insentif kepada perusahaan vaksin asing yang ada di Indonesia.

Perlu diketahui, bahwa vaksin mRNA merupakan produksi vaksin yang tidak menggunakan protein, virus, atau kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Melainkan menggunakan vektor atau komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai virus atau kuman tertentu. Dengan demikian, vaksin ini dapat memicu reaksi kekebalan tubuh layaknya virus dan kuman yang dilemahkan pada vaksin biasa.

Jika memang negeri ini mempunyai kemampuan untuk memproduksi, dan hanya kekurangan teknologi untuk produksi dengan mRNA, kenapa tidak impor alat yang bisa digunakan untuk itu saja, sehingga tidak perlu mengundang investor. Bukankah hal itu lebih efektif dan efisien?

Prioritas Kebijakan dalam Lingkup Kapitalisme

Dalam bidang farmasi, ternyata 90 persen bahan baku adalah impor. Dilansir dari tempo.co (23/9/2021), Direktur Utama PT Bio Farma (Perseri) Honesti Basyir mengatakan bahwa industri farmasi di Indonesia tidak sehat. Sebab, lebih dari 90 persen bahan baku adalah impor. Honesti mengatakan, hal itu terjadi karena Indonesia tidak bisa bersaing, harga impor jauh lebih murah daripada investasi sendiri.

Honesti juga menghimbau kepada pemerintah agar Indonesia membangun kompetensi itu agar tidak bergantung pada impor. Sebab, Bio Farma sendiri sudah mampu memproduksi sekita 10 bahan baku obat pada 2017 lalu. Dengan harapan, jumlah impor sudah berkurang hingga 70 persen pada 2024 mendatang.

Fakta tersebut menjadi bukti lemahnya negara dalam memaksimalkan produksi dalam bidang farmasi. Sayangnya, hal itu terkesan tidak didukung dan ditindaklanjuti. Melainkan justru cenderung mengambil jalan pintas dengan impor atau mengundang investor.

Akhirnya kesan yang tertangkap dalam benak masyarakat adalah pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan penguasa dan investor. Penguasa akan lebih ringan urusannya jika hal itu dilimpahkan ke investor. Investor pun akan mendapatkan keuntungan dari hasil bisnisnya. Sementara perusahaan dalam negeri yang mampu akan berusaha memproduksi farmasi secara mandiri. Akibatnya, hasil tangan-tangan anak negeri akan lebih mahal dan sulit dijangkau masyarakat.

Ujung-ujungnya, rakyat yang akan menderita. Sebab, sejatinya negara juga akan merugi. Ketergantungan pada investor akan menjadikan negeri ini semakin lemah, terjajah, dan tertindas. Negara akan gagal memenuhi hajat publik secara mandiri.

Islam Menjamin Hajat Publik

Jika Indonesia mampu dalam memproduksi vaksin dan hanya kekurangan teknologi untuk memproduksi dengan mRNA, bukankah seharusnya Indonesia cukup impor alatnya saja? Untuk produksi akan tetap dilakukan oleh tangan-tangan anak negeri. Sehingga akan mengurangi ketergantungan pada investor atau asing, dan memajukan farmasi dalam negeri.

Di sisi lain, selayaknya pemerintah juga mendukung perusahaan-perusahaan dalam negeri seperti Bio Farma untuk memaksimal pembuatan bahan baku sendiri. Dengan demikian segala kebutuhan farmasi dalam negeri akan terpenuhi secara mandiri. Hasilnya pun akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sebab tidak melibatkan bisnis investor yang hanya bertujuan mencari keuntungan.

Apalagi kesehatan adalah salah satu kebutuhan publik yang harus dipenuhi. Kebutuhan yang menjadi tanggujawab negara. Nabi Saw. telah bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Berbekal hadis diatas, maka seharusnya seorang pemimpin bertanggung jawab penuh atas kebutuhan poko rakyat. Salah satunya dalam hal kesehatan termasuk pada kebutuhan vaksin dan obat. Selain itu ia juga harus mengambil kebijakan yang bisa memajukan rakyat dan negerinya. Bukan justru menyerahkan keperluannya pada investor atau asing.

Sebab itulah yang justru akan melemahkan usaha dalam negeri dan akan terus menjadikan setiap kebijakan bergantung pada investor. Maka mengundang investor bukan merupakan jalan yang efektif dalam memproduksi vaksin mRNA ini. Wallahua’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here