Surat Pembaca

Tarif Listrik Naik Lagi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Menjelang akhir tahun ini pemerintah kembali mewacanakan kenaikan tarif listrik PLN bagi tiga belas golongan masyarakat pelanggan listrik non subsidi. Pertimbangan kebijakan ini dengan melihat kondisi pandemi Covid-19 tahun 2022 mendatang, jika membaik maka Pemerintah bersama dengan Badan Angggaran (Banggar) DPR RI akan menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian). Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyampaikan, bahwa tarif listrik bagi pelanggan non subsidi setiap tiga bulan sekali bisa naik atau turun karena tiga faktor yaitu, nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia, dan inflasi (tribunnews.com/10/12/21).

Sistem ekonomi neoliberal sebagai sebuah konsekuensi dari diadopsinya sistem kapitalis menjadi kiblat penyelenggaraan perekonomian di tanah air. Negara dilucuti kekuasannya dengan privatisasi yang mengatasnamakan efesiensi. Negara sebatas regulator dalam penyediaan kebutuhan masyarakat, sementara peran lainnya diserahkan kepada swasta, sehingga untuk menikmati listrik dengan tarif murah hanya sebatas angan yang jauh dari kenyataan.

Disampaikan oleh Direktur Mega Project PLN Muhammad Ikhsan Assad bahwa lebih dari 50% pembangkit listrik yang beroperasi di tanah air saat ini adalah milik pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP). (cnbcindonesia.com/05/11/21)

Kapitalisme dengan aqidahnya sekularisme memangkas peran agama dalam kehidupan, sehingga agama tidak boleh masuk dalam ranah publik termasuk dalam mengatur perekonomian negara. Padahal Islam bukan hanya agama tapi juga sebuah ideologi yang memiliki aturan komprehensif sehingga mampu menjadi problem solver bagi umat manusia seluruhnya.

Listrik yang dikategorikan sebagai “api” didalam Islam merupakan kepemilikan kolektif berdasarkan hadits berikut : Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersaabda, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yakni (kepemilikan) air, padang rumput, dan apai (sumber energi), dan menjualnya adalah haram.”

Kepemilikan kolektif ini dalam pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta, melainkan menuntut intervensi negara untuk manfaatnya dikembalikan kepada publik. Hal tersebut dilakukan agar terwujud keadilan dalam tatanan sosial. Berbeda dengan ekonomi neoliberal dimana individu memiliki kebebasan untuk “menguasai apapun” selama memiliki modal. Maka publik sejatinya membutuhkan institusi yang mau mengadopsi ideologi Islam untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat agar fakta serupa tidak kembali terulang, dan satu-satunya sistem pemerintahan yang mampu mewujudkan hal tersebut hanyalah Khilafah Islam.

Rima Rahmawati

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here