Opini

RUU TPKS, Bukan Solusi Kekerasan Seksual

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Nandiana (Pemerhati Umat) 

wacana-edukasi.com– Masyarakat kembali dihebohkan dengan berita seorang guru yang melakukan kekerasan terhadap santriwatinya. Tak dipungkiri bahwa berita yang terjadi saat ini menunjukkan betapa daruratnya kasus kekerasan dan tindak asusila terhadap perempuan dan anak. Sehingga wajar, berita ini menjadi pemicu berbagai pihak untuk menyelesaikannya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sahroni mengaku geram dengan pemerkosaan yang dilakuan oleh seorang guru di Bandung bernama Herry Wirawan terhadap belasan orang santrinya. Dari kejadian bejat yang berlangsung sejak 2016 itu, telah lahir 9 anak dan dua orang santri lainnya tengah mengandung. Sahroni pun mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan para korban diberikan konseling. (nasional.sindonews.com, 10/12/2021)

Kasus pencabulan terhadap santriwati di Bandung ini semakin mendesak pengesahan RUU TP-KS. Padahal RUU ini berparadigma liberal, menawarkan penyelesaian ala feminis yang terbukti gagal menuntaskan masalah kekerasan seksual. Sebagaimana diketahui sejak pembahasan RUU TPKS oleh DPR, pengesahannya berjalan alot karena publik mempertanyakan definisi kekerasan yang masih bias. RUU TPKS yang dulunya bernama RUU PKS hanya membahas seputar kekerasan seksual, sementara penyimpangan seksual, dan hubungan seksual atas dasar suka sama suka tak dianggap sebagai bentuk kejahatan seksual. Spirit RUU TPKS ini tidak akan membawa solusi bagi permasalahan ini. Justru yang akan terjadi adalah keresahan, kehancuran keluarga, bahkan generasi.

Apabila RUU ini disahkan menjadi undang-undang, pelakunya bebas melenggang karena ada payung hukum bagi mereka. Seharusnya semua pihak jeli melihat nuansa sekuler-liberal yang menjiwai draf RUU TP-KS ini. Dan harus disadari bahwa yang diperlukan masyarakat saat ini adalah implementasi sempurna Islam yang mewujudkan individu bertakwa, lingkungan yang memberikan kehormatan terhadap perempuan, dan menutup semua peluang terjadinya kekerasan serta penyimpangan seksual. Sejarah telah mencatat selama 1300 tahun, Islam hadir untuk menyelamatkan peradaban manusia dan melindungi hak-hak kemanusiaan baik terhadap perempuan maupun laki-laki. Islamlah yang terdepan menyelamatkan perempuan dari ketertindasan. Tentu kita masih ingat peradaban Yunani Kuno, Roma, India, Cina, Persia, bahkan Arab Jahiliah sangat menindas dan mengeksploitasi seksualitas perempuan. Tapi Islam datang membawa perubahan dan harapan baru bagi kehidupan perempuan. Maka dari itu, hanya Islam yang mampu memberikan solusi bagi kasus kekerasan dan kejahatan seksual, baik solusi untuk penanggulangannya (kuratif) maupun pencegahannya (preventif).

Islam agama yang sempurna dan paripurna, hukum-hukumnya mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah umat termasuk kasus kejahatan seksual yang terjadi terhadap perempuan, laki-laki, dan anak-anak.

Islam memandang bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan sama. Keduanya diberikan tugas masing-masing yaitu berupa hak dan kewajiban. Allah memberikan amanah kepada perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga suaminya. Sementara laki-laki sebagai pemimpin, penanggung jawab, dan pemberi nafkah bagi keluarganya. Perempuan diperbolehkan beraktivitas di kehidupan umum, baik untuk bekerja maupun aktivitas perbaikan pada masyarakat dengan berlandaskan pada syariat Islam.

Dari sisi sistem pergaulan, Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Aktivitas keduanya dipisahkan, kecuali aktivitas yang dibolehkan syariat. Dalam berinteraksi mereka harus mematuhi aturan seperti menutup aurat, menundukkan pandangan, tidak berkumpul tanpa alasan syar’i, dan tidak boleh berdua-duaan. Kemudian dari ranah sistem pendidikan, maka berlandaskan pada akidah Islam yang bertujuan untuk membentuk syakhsiyah Islamiyah. Yaitu berpola pikir dan bersikap Islam.

Sisi penerapan ekonomi, negara menjamin kebutuhan hidup individu warga negaranya dengan mencukupi kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan agar rakyat terhindar dari stres dan kekurangan yang dapat memicu tindak kekerasan. Kemudian ditunjang pula dengan penerapan sistem informasi. Negara akan mengatur dan mengawasi seluruh informasi dan media massa yang diterima masyarakat serta menutup semua hal yang berisi tayangan porno dan memicu timbulnya syahwat. Dari payung hukum, Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan baik kepada pelaku seksual, pezina, maupun L913T. Hal ini bisa kita baca bagaimana kisah Khalifah al-Muktasim yang mengirim pasukan demi membela seorang muslimah di Amuria. Ditambah dengan tindakan Rasulullah saw. menghukum tegas dua orang yang berzina.

Dengan demikian, untuk mengatasi masalah kejahatan seksual bukanlah dengan disahkannya RUU TP-KS. Akan tetapi dengan diterapkannya syariat Islam secara kafah ditengah umat. Islam menyelesaikan masalah tanpa masalah, karena ia aturan dari Sang Pencipta manusia, Allah Swt.

Wallahu’alam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here