wacana-edukasi.com– Memasuki bulan Desember, masyarakat seringkali diramaikan dengan berbagai pernyataan para tokoh terkait ucapan selamat natal bagi muslim. Sebagian tokoh menyatakan bahwa mengucapkan selamat natal pada masyarakat nasrani diperbolehkan atas dasar menghormati dan toleransi, dan sebagian tokoh juga menyatakan tentang haramnya hal tersebut.
Hal ini tentu membingungkan bagi masyarakat umum, namun bisa kita lihat dari tafsir surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Dalam Tafsir Al-Muyassar disampaikan Bagi kalian agama kalian yang kalian bersikukuh mempertahankannya, dan bagiku agamaku yang aku tidak akan mencari selainnya.
Sedangkan ungkapan selamat natal yang sengaja disampaikan seorang muslim kepada saudaranya yang nasrani akan melukai aqidah orang muslim tersebut. Mengapa? Karena makna hari raya Natal yang dirujuk pada tuntunan agama Kristen dan kaum Kristiani. Di dalam Pesan Natal Bersama Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun 2019 dinyatakan, “Dengan penuh sukacita, kita merayakan pesta kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, Raja Damai, yang datang untuk ‘merubuhkan tembok pemisah, yakni perseteruan (EF 2:14)’ yang memecah-belah umat manusia…”
Demikian juga di dalam Pesan Natal Bersama PGI dan KWI tahun 2020 dinyatakan, “Natal adalah berita sukacita dan pewartaan cinta karena Juruselamat, Sang Raja Damai, Allah beserta kita, lahir di dunia…”
Dengan demikian makna Perayaan Natal adalah perayaan atas kelahiran Tuhan Yesus Kristus di dunia. Tidak ada makna lain dari Perayaan Natal selain ini.
Sedangkan Allah SWT telah berfirman:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا . لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
Mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” Sungguh kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar (TQS Maryam [19]: 88-89).
Karena itu Allah SWT menegaskan kekafiran kaum Nasrani:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sungguh Allah itu adalah Al-Masih putra Maryam.” (TQS al-Maidah [5]: 72).
Jadi selain mendukung kekafiran orang nasrani, secara tidak langsung dengan mengucapkan selamat natal kita juga meyakini apa yang mereka yakini, kita meyakini yesus adalah tuhan kita meyakini tuhan adalah 3, dan meyakini tuhan memiliki anak, naudzubillah tsumma naudzubillah, hal inilah yang melukai aqidah seorang muslim, seperti nampak sangat remeh hanya dengan sebuah ucapan saja tidak ikut merayakannya bisa menggadaikan sebuah aqidah atas dasar toleransi beragama, tapi ingatkah kita dimana sebuah ucapan juga bisa menjadikan hal yang haram menjadi halal seperti dalam pernikahan, seorang laki-laki yang sebelumnya haram berhubungan dengan wanita bisa menjadi halal dengan mengucapkan “saya terima nikahnya…”
Islam bukan mengajarkan intoleran, namun islam memberi batasan pada umatnya agar tidak merusak aqidahnya atau keyakinannya sendiri, jika kita ingin bertoleransi kepada saudara kita yang nasrani cukup dengan kita membiarkan mereka melaksanakan ibadah, ritual, maupun hari raya mereka tanpa kita harus mengganggunya dan Itu sudah cukup.!
Hal ini sudah menjadi sejarah dimana umat dengan berbeda keyakinan hidup damai dibawah satu naungan yaitu khilafah, baik muslim, nasrani, maupun yahudi, mereka mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara daulah, termasuk dalam hal berkeyakinan, meskipun umat nasrani dan yahudi hidup dibawah naungan sistem islam, mereka tidak di paksa masuk islam, dan tetap pada keyakinan mereka masing-masing.
Tidak seperti hidup disistem hari ini dimana kenyataannya umat beragama di adu domba dengan berbagai pernyataan yang dibuat oleh beberapa tokoh masyarakat, dan seolah menyuarakan bahwa umat muslim adalah umat yang intoleran ketika tidak mendukung hari raya umat agama lain.
Marissa Ulin Nuha
Views: 93
Comment here