Oleh : Mira Ummu Tegar (Penulis dan Aktivis Muslimah)
Rencana pemerintah untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium (bensin) dan pertalite semakin kencang berhembus di akhir tahun 2021 menjelang awal tahun baru 2022. Sebelumnya Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan penghapusan itu bertujuan untuk memperbaiki kualitas bahan bakar dan mengurangi emisi karbon.
Sejalan dengan penuturan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih menjelaskan Indonesia kini memasuki masa transisi dimana premium akan digantikan dengan pertalite, sebelum akhirnya menggunakan BBM ramah lingkungan.
Sementara itu pihak Pertamina menegaskan tahun 2022 tetap menyediakan pertalite di SPBU di Indonesia. Perubahan dari premium ke pertalite tersebut akan mampu menurunkan kadar emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 14%. Lalu perubahan ke Pertamax berpotensi akan menurunkan kembali’ emisi CO2 sebesar 27%(bbcnews.com 28/12/2021).
Senada dengan Kementerian ESDM, Wakil Presiden, Ma”ruf Amin pun mengatakan, penghapusan BBM jenis premium merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbon dan menuju energi hijau yang ramah lingkungan.
Sementara itu Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya juga telah mencanangkan program Langit Biru agar masyarakat mau beralih dari BBM jenis premium ke pertalite serta berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 12 juta ton (antara.com 28/12/2021).
Premium sendiri saat ini merupakan BBM dengan RON 88 yang berkualitas rendah sementara pertalite merupakan BBM dengan RON 90 dan Pertamax memiliki RON 91/92.
Dan rencana penghapusan premium dan pertalite akan dilakukan secara bertahap.
Demikian lah alasan di balik rencana penghapusan BBM jenis premium dan pertalite yang mana kita ketahui kedua jenis BBM ini merupakan BBM yang masih terjangkau oleh masyarakat.
Direktur dari center of Economic and Law Studies, Bhirma Yudistira menilai, rencana penghapusan tersebut disebabkan oleh membengkaknya APBN, dimasa pandemi menyebabkan utang kini mencapai Rp 6.711 triliun.
Sementara disisi lain pemerintah dituntut untuk menurunkan tingkat defisit anggaran di bawah 3% hingga tahun 2023. “Maka segala upaya dilakukan untuk penghematan. Tapi masalahnya apakah penghematan harus dengan cara pencabutan BBM dan subsidi?” Kata Bhirma, selanjutnya menurut beliau, “Relokasi anggaran saja yang lain, masih banyak ruang fiskal, seperti belanja barang pemerintahan, belajar pegawai pemerintah, belanja pembayaran bunga utang, sebelum menyasar kepada barang kebutuhan dikonsumsi masyarakat banyak”(bbcnews.com 28/12/2021)
Inilah yang kemudian menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat, bagaimana tidak, ekonomi yang coleps akibat pandemi saja belum terselesaikan, justru di awal tahun masyarakat dihadiahi kado pahit berupa rencana penghapusan BBM bersubsidi.
Sebagaimana diketahui BBM merupakan komoditas vital dalam perekonomian suatu negara, harga-harga komoditas lainnya akan bergantung pada besar tidaknya harga BBM.
Maka sudah bisa dipastikan dengan penghapusan BBM subsidi maka rakyat mau tidak mau akan mengkonsumsi BBM non subsidi yang pasti harganya lebih mahal, dan tentu ini akan berdampak kepada kenaikan harga disemua sektor kehidupan dan sudah bisa dipastikan rakyatlah yang akan menjadi korban penghapus subsidi ini.
Padahal di akhir tahun menjelang natal dan tahun baru saja harga-harga sudah melambung tinggi dari minyak goreng, cabe hingga telur. Hal ini kemudian menjadi momok yang lebih menakutkan bagi masyarakat kecil, akibat Pandemi saja mereka sudah terseok-seok menjalani kehidupan, sulitnya ekonomi dan turunnya pendapatan mereka akibat kebijakan PPKM, banyaknya PHK dan di rumahkan merupakan persoalan yang belum tuntas bagi mereka.
Sistem kapitalisme, membuat rakyat akan berjuang sendiri menghadapi pemasalahannya, mereka akan dihadapkan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak akan berpihak padanya. Sistem kapitalisme yang melahirkan nilai-nilai kebebasan kepemilikan merupakan sumber carut marutnya pengaturan pendistribusian kekayaan negara, di sistem ini menjamin siapa saja boleh menguasai sumber-sumber energi dan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan publik.
Maka selanjutnya adalah para kapitalis akan mendapatkan ruang dan tempat untuk mengeksplorasi dan menguasai kekayaan sumber alam Yang ada, akibatnya adalah sumber-sumber kekayaan negara hanya akan terdistribusi pada sekelompok orang saja yaitu kaum oligarki.
Sehingga yang ada menciptakan jurang ketidakadilan perekonomian ditengah umat, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin tertindas.
Sistem ini meniscayakan kaum kapitalis mengintervensi kebijakan yang dibuat penguasa, sokongan kapitalis dalam pendanaan biaya kampanye para penguasa merupakan budi yang harus mereka balas saat mereka duduk di kursi kekuasaannya. Jadilah semua kebijakan bermuara pada kepentingan para kapitalis, penguasa menjadi alat legitimasi kepentingan tersebut, simbiosis mutualisme merupakan landasan yang menentukan kebijakan.
Berbeda jauh dari Islam, dimana dalam Sistem Pemerintahan Islam yaitu khilafah akan hadir sebagai pengurus pelayan dan pelindung rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya”.(HR. Al Bukhari).
Dalam Islam sumber daya alam yang memang menjadi kebutuhan publik atau yang memang di butuhkan masyarakat banyak maka masuk pada kepemilikan umat. Adapun jika sumber daya alam tersebut tidak berdeposit banyak maka boleh di manfaatkan oleh individu. Negara hanya akan mengelola dan menguasai sumber daya alam yang berlimpah bak mata air.
Sumber energi yang menghasilkan BBM terkategori dalam kepemilikan umum. Demikian disampaikan dalam hadits Rasulullah Saw “kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu Padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Konsep kepemilikan dalam Islam di kategori kan menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu/pribadi. Maka BBM terkategori pada kepemilikan umum sehingga pengelolaan dan pendistribusian nya wajib oleh negara, tidak dibenarkan sumber daya alam yang menghasilkan BBM dikelolah dan dikuasai oleh swasta atau perusahaan asing maupun aseng.
Kalau pun negara terbatas dalam perkara teknis pengelolaan dan pendistribusiannya maka negara boleh mempekerjakan atau mengontrak pihak lain. Negara akan meminimalisir resiko dampak apapun dari pengelolaan tersebut, baik dampak lingkungan maupun dampak kesehatan, maka negara akan memproduksi BBM pasti dengan kadar terbaiknya dan seramah mungkin dengan alam, kerena jelas dalam Islam mengajarkan agar tidak dzolim dan tidak merusak alam.
Sehingga dalam Islam negara akan memudahkan, memurahkan dan melindungi umat dalam memenuhi kebutuhan mereka termasuk kebutuhan akan BBM. Kalau pun ada profit yang diambil negara itu hanya semata-mata untuk biaya produksi, pemenuhan kebutuhan umat akan BBM adalah prioritas utama negara jika pun ada kelebihan produksi maka negara boleh menjualnya, yang kemudian hasilnya untuk kemaslahatan umat kembali.
Demikianlah Islam dalam kepengurusan harta kepemilikan umum, tujuannya semata-mata hanya untuk kepentingan umat, tidak kah kita menginginkan hidup dalam kepengurusan tersebut? Maka sejatinya bukan hanya kaum muslim tetapi sudah selayaknya lah umat manusia berharap pada kepengurusan seperti ini, dan hal itu hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam.
Views: 7
Comment here