Oleh : Dwi Maria (Pemerhati Umat)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pasca dilantiknya anggota DPRD terpilih, banyak diantara mereka yang ramai-ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya ke Bank. Kejadian seperti ini tentu bukan tanpa alasan, sebagaimana yang disampaikan oleh pengamat politik universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko, beliau menilai hal ini sebagai fenomena yang memprihatinkan. Hal ini terjadi karena beban berat anggota DPRD terpilih yang muncul akibat mahalnya biaya proses demokrasi. Beliau juga mengungkapkan, bahwa fenomena ini menunjukkan pemilu legislatif membutuhkan modal yang cukup besar. Para caleg Ketika mengikuti proses demokrasi harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, bukan hanya ratusan juta bahkan bisa melebihi angka Rp. 1 miliar. Realitas seperti ini nyaris merata di seluruh negeri, tidak hanya Pileg tetapi juga Pilpres maupun Pilkada. (detik.com,7/9/2024)
Sebagaimana yang terjadi dikabupaten Bangkalan Jawa Timur, Sebanyak 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menggadaikan surat keputusan (SK) jabatan mereka ke Bank usai dilantik sebagai wakil rakyat. Mereka menggunakan SK jabatan tersebut sebagai agunan untuk pengajuan kredit di Bank Jatim. Sistha, penyedia kredit Bank Jatim cabang Bangkalan juga mengungkapkan bahwa pengajuan pinjaman ini bervariasi dalam jumlahnya, “Dari puluhan anggota yang mengajukan pinjaman, nilai pinjaman berkisar antara 500 juta rupiah hingga 1 milyar rupiah”. Sistha, juga menjelaskan bahwa jumlah anggota dewan yang menggadaikan SK ini kemungkinan masih akan bertambah, karena proses pengumpulan berkas masih berlangsung secara bertahap.
Peristiwa yang sama juga terjadi di kabupaten Sampang, paska wakil rakyat dilantik. Direktur utama Bank Sampang, Saifullah Asyik mengungkapkan bahwa sudah ada 15 legislator yang mengajukan pinjaman. Mereka terdiri dari anggota DPRD lama yang terpilih Kembali, serta anggota DPRD Baru. Syaifullah menambahkan, bahwa alasan para wakil rakyat yang baru dilantik menggadaikan SK mereka ke bank bervariasi. Mulai dari membayar utang kampanye, membeli rumah, merenovasi rumah, hingga untuk kepentingan keluarga. Fakta ini sejatinya menggambarkan gaya hidup hedon dan konsumtif yang melingkupi kehidupan para pejabat hari ini. Semua ini merupakan buah dari pemikiran sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang telah menancap kuat dalam benak mayoritas masyarakat hari ini, tak terkecuali para pejabat.
Akar Masalah
Tidak bisa dipungkiri, bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini berasaskan sekuler, yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan. Sistem pendidikan inilah yang ikut andil dalam membentuk pejabat yang materialistik dan hanya berlomba-lomba untuk hidup mewah. Pasalnya sekularisme memandang kesuksesan hanya dilihat dari sudut pandang materi. Seseorang akan dikatakan sukses, jika berhasil meraih kepuasan materi yang sebesar-besarnya, seperti memiliki rumah mewah, mobil mewah, bisa jalan-jalan ke luar negeri dan sebagainya.
Pejabat hedon dan konsumtif sejatinya juga tidak bisa dilepaskan dari sistem politik demokrasi yang diberlakukan di negeri ini. Sehingga kekuasaan atau jabatan dalam sistem politik ini dipandang sebagai jalan untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya, meski dengan melakukan keculasan. Tak heran, integritas dan etos kerja pejabat dikenal buruk sebab mereka diangkat bukan berdasarkan kapabilitas kepemimpinannya tetapi berdasarkan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini sudah menjadi tabiat dalam sistem politik demokrasi, di mana tanpa modal besar seseorang tidak akan mampu mencalonkan diri menjadi pejabat. Tabiat inilah yang menjadikan pejabat terpilih akan berusaha mengembalikan modal yang dikeluarkan saat kampanye dengan berbagai cara. Belum lagi, dalam sistem kapitalisme utang dipandang sebagai pemasukan selain pendapatan atau income. Wajar, negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme akan memberi jalan, bahkan mempermudah jalan bagi siapapun untuk memperoleh utang, baik dengan jalan menggadaikan barang hingga SK. Bahkan sebagaimana fakta hari ini, lembaga-lembaga pinjol bertebaran dimana-mana. Yang berarti negara memberi solusi berutang bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk memenuhi gaya hidupnya. lahirnya pejabat yang amanah dan fokus dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam mengurus urusan umat mustahil dalam sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisme.
Kepemimpinan dalam Islam
Pejabat yang berperan sebagai ro’in atau pengurus seluruh urusan umat, dan junnah atau pelindung bagi rakyatnya hanya lahir dari sistem pemerintahan Islam yang disebut khilafah. Pasalnya sistem Islam berlandaskan pada akidah Islam. Aturannya bersumber dari Allah SWT. sang pencipta dan pengatur manusia sehingga aturannya sangat terperinci dan memberikan solusi atas setiap permasalahan umat manusia.
Terbentuknya pejabat yang amanah dan layak jadi teladan bagi umat tidak lepas dari sistem komprehensif yang dimiliki oleh khilafah, mulai dari sistem pendidikannya yang berbasis akidah Islam. Sistem politik khilafah yang fokus menjalankan fungsi riayah berdasarkan syariat Islam hingga suasana ruhiah yang terbentuk di tengah masyarakat Islam menetapkan bahwa siapapun yang memegang amanah kepemimpinan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. di akhirat kelak. Rasulullah SAW. Bersabda ; “seorang imam atau pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemahaman terkait kepemimpinan ini, sangat dipahami oleh pejabat-pejabat dalam khilafah sebagai konsekuensi iman. Sementara terbentuknya keimanan yang kokoh adalah salah satu tujuan dan buah dari penerapan sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam khilafah. Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk syahsiyah islamiyah atau kepribadian Islam pada setiap individu.
Disamping itu, pemilihan pejabat dalam kehilafahan tidak disandarkan pada modal tetapi kapabilitas pejabat tersebut dalam mengurus urusan umat. Islam memang tidak melarang individu termasuk pejabat negara menjadi orang kaya, hanya saja sebagai public figur para pejabat dalam khilafah memahami bahwa mereka adalah teladan bagi umat, termasuk teladan untuk hidup sederhana. Mereka akan fokus menjalankan amanahnya sebagai pengurus umat. Apalagi, khilafah islamiyah menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, termasuk para pejabat. Negara memberi gaji yang layak dan sesuai dengan manfaat kerja yang diberikan oleh pegawai negara dan memberi tunjangan yang cukup bagi para pejabat yang memegang amanah penguasa. Sehingga tidak akan ada pejabat yang kekurangan dalam hal ekonomi. Demikianlah khilafah mampu melahirkan pejabat yang amanah dan layak menjadi teladan bagi umat.
Wallahu a’lam Bisshowab
Views: 9
Comment here