Oleh Nur Octafian Nalbiah L.
“Maka tidak ada kesesatan sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (QS. Yunus 32).
Wacana-edukasi.com — Setelah serangan WTC 11 September, Amerika Serikat memulai kampanye perang melawan Terorisme di Afghanistan pada Oktober 2001 dengan tujuan menggulingkan kekuasaan Taliban, yang dituduh melindungi para Teroris. Dan AS mulai mengawal demokratisasi di Afghanistan di bawah pemerintahan yang baru. Sejak saat itulah perang antara Taliban dan tentara AS dimulai.
Namun dalam beberapa hari terakhir, dunia digemparkan oleh aksi kelompok milisi Taliban yang berusaha menguasai seluruh wilayah Afghanistan. Tak tanggung-tanggung, kini Taliban bahkan berhasil menguasai ibu kota Kabul dan menduduki istana Kepresidenan Afghanistan. (CNN Indonesia. 17/08/2021)
Hal itu dikuatkan setelah AS buka suara terkait penarikan besar-besaran warganya dari Afghanistan. Dalam pernyataan yang disampaikan lewat siaran dari Gedung Putih tersebut. Joe Biden memperkuat kembali keputusannya untuk menarik seluruh pasukan Amerika Serikat setelah 20 tahun berperang melawan Taliban (CNN Indonesia 17/08/2021)
Penarikan pasukan AS itu direncanakan selesai pada akhir Agustus, akan tetapi direalisasikan lebih cepat dari pada rencana awal.Tentunya peristiwa ini tidak terjadi begitu saja, tapi melewati serangkaian peristiwa politik. Penarikan tentara AS sebenarnya sudah diawali dengan kesepakatan antara AS dan Taliban. Penghubung antara ke dua belah pihak adalah negara Pakistan, hingga menghasilkan kesepakatan politik pada 2014. Negosiasi yang dilakukan menghasilkan pembebasan lima tahanan Taliban dengan imbalan Taliban membebaskan satu orang tentara Amerika.
Zalmay Khalilzad sebagai wakil khusus AS yang menjadi penyambung lidah antara AS dengan Taliban. Dia ditugaskan untuk mengakhiri pendudukan militer AS di Afghanistan, Dalam waktu 2 bulan sejak saat pengangkatan Kholil Zat pada 25 Oktober 2018, Pakistan membebaskan seorang tahanan dari kelompok Taliban Mullah Abdul Ghani Bradur. Dia ditahan di Pakistan sejak tahun 2010 silam. Setelah dibebaskan ia menjabat sebagai kepala kantor Taliban di Doha, kemudian negosiasi ini dipuncaki dengan perjanjian Doha 29 Februari 2020. Dengan poin perjanjian yang paling menonjol, Amerika Serikat sepakat untuk menarik sisa-sisa pasukannya dari Afghanistan dan Taliban mengatakan tidak akan membiarkan Al-Qaeda atau kelompok ekstremis lainnya beroperasi di wilayah yang mereka kuasai (BBC News. 20/08/2021)
Setelah perjanjian Doha pernyataan dan pertemuan pun dipercepat beriringan dengan terus berlanjutnya pertempuran-pertempuran kecil. dan pada 7 Agustus 2021. Setelah penarikan AS, pihaknya mengumumkan mengakhiri peperanagan di Afghanistan dengan mengklaim kemenangan ada di pihak mereka. Sementara Taliban memperluas wilayah serangan militernya dan berhasil mengambil kendali seluruh wilayah Afghanistan.
Bahkan Taliban mengklaim bahwa pihaknya kini telah menguasai 85% wilayah Afghanistan. (Kompas.com. 09/07/2021)
Sebelumnya pada 17 Juli 2021 gerakan taliban telah bernegosiasi dengan pemerintah Taliban dengan akhir kesepakatan di Doha dengan mediator Qatar. Sebuah delegasi dalam kelompok Taliban menyatakan bahwa gerakan itu mengajukan proposal berisi langkah-langkah untuk membangun kepercayaan antara mereka dan pemerintah. Hal itu dengan jalan pembebasan tahanan kedua belah pihakdan deklarasi genjatan senjata selama Idul Adha Mubarok.
Peristiwa yang dipandang masyarakat sebagai kemenangan Taliban atas pemerintah Afghanistan ini, sejatinya bukanlah kemenangan. Sebab AS masih berperan penting di dalamnya, bahkan AS mengatakan pengaruhnya tetap tertancap di Afghanistan dengan menggunakan negara-negara lain yaitu Pakistan, Turki, Khazakhstan, Uzbekistan dan Tajikistan.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan negosiasi antara Taliban dengan pemerintah Afghanistan yang menjadi kaki tangan Amerika tidak mengarah pada pencabutan Amerika dari Afghanistan. Akan tetapi lebih dikatakan untuk menipu, seolah keluar dari pintu depan dan masuk lewat pintu belakang yang dijaga oleh agen yang berada di Pakistan, Turki dan Iran.
Selain itu masuknya Taliban ke dalam negosiasi dengan AS dan agen-agennya di rezim Afghanistan merupakan kesalahan besar. Sebab imperialis hanya bernegosiasi untuk kepentingan mereka. Apalagi saat ini AS sedang dihadapkan pada situasi yang sulit dengan munculnya Cina sebagai kekuatan militer dan ekonomi. Hal ini sangat mengancam kepentingan AS, ditambah lagi kerugian AS selama pendudukannya di Afghanistan. Lebih dari 2400 tentara AS tewas di Afghanistan selama 20 tahun peperangan. Hal ini menunjukkan bahwa AS keluar dari Afghanistan dengan kekalahan, tetapi dengan meninggalkan pengaruh dengan negosiasi-negosiasi yang tidak dapat dicapainya dalam perang.
Negosiasi yang dilakukan antara Taliban dan AS tidak akan membuahkan kemenangan Islam. Sebab AS yang notabene berideologi Kapitalisme, akan memastikan itu tidak akan terjadi. Selain itu berkopromi dengan barat, bukanlah metode dakwah Rasulullah untuk penerapan Islam yang pernah dicontohkan beliau. Penerapan sistem pemerintahan bersama sekuler dan Islam tidak akan pernah diterima oleh Allah SWT.
“Maka tidak ada kesesatan sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (QS. Yunus 32).
Sebagaimana kebanyakan negeri Muslim, kesengsaraan di Afghanistan ini adalah buah intervensi dan campur tangan asing. Seharusnya kaum muslimin senantiasa mengingat sabda Rasulullah “Seorang mukmin tidak digigit dari lubang yang sama dua kali” (HR. Al- Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah).
Berdasarkan hadis di atas harusnya menjadi pelajaran bagi para pemerintah. Negara yang terdapat campur tangan kekuatan asing tidak akan pernah mengarah pada stabilitas dan kemajuan, melainkan akan tetap miskin. Oleh karenanya Afghanistan membutuhkan perubahan politik yang hakiki, sampai tercabutnya sistem Amerika Serikat kelas politik dan infrastrukturnya.
Perubahan politik ini hanya bisa datang melalui Islam yang akan menegakkan keadilan. Karena itu semua persoalan ini hanya akan selesai dan berujung keberkahan jika; Pertama, AS diusir dari kawasan secara komprehensif bersama dengan infrastruktur dan agen intelijennya. Kedua Sistem Institusi Islam yang akan menjamin seluruh kesejahteraan umat manusia harus diterapkan. Ketiga, Afghanistan, Pakistan dan Asia Tengah disatukan menjadi negara Institusi Islam yanag akan menghasilkan pembentukan negara yang kuat dan dominan, yang mampu melindungi warganya menyatukan seluruh umat dan melindungi wilayahnya dari agresi asing. Penyelesaian inilah yang akan mengantarkan umat manusia pada kesejahteraan dan kemuliaan.
Wallahu’Alam Bishawab.
Views: 1
Comment here