wacana-edukasi.com– Masih belum hilang dari ingatan kita. Hilangnya frasa ‘agama’ dari Draf Peta jalan Pendidikan beberapa waktu yang lalu sangat mengejutkan banyak pihak. Berikut bunyi draf Peta Jalan Pendidikan yang memuat visi pendidikan 2035:
“Visi Pendidikan Indonesia 2035. Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”
Isi draf tanpa frasa “agama” tersebut menuai banyak sorotan dari ormas Islam, komisi pendidikan di Parlemen Pusat, dan politikus parpol. Salah satu sorotan berasal dari Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. Ia tidak menemukan “agama” dalam draf rumusan paling akhir tanggal 11 Desember 2020. Menurutnya, peta jalan pendidikan ini bertentangan dengan konstitusi karena tidak memuat ‘agama’. “Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?” ujar Haedar Nashir di laman resmi Muhammadiyah seperti dikutip Minggu (7/3) (detik.com, 9/4/2021).
Suatu keanehan jika hilangnya frasa “agama”disebabkan kealpaan. Hilangnya kata agama dalam draf peta jalan pendidikan nasional semakin menguatkan adanya unsur kesengajaan untuk mengganti lafaz agama dengan paham sekuler-liberal, meskipun tidak secara tertulis, seiring berjalannya program moderasi beragama.
Peta jalan pendidikan adalah arah pendidikan nasional bagi generasi bangsa ini.
Apabila ruh liberalisasi dengan jargonnya ‘Moderasi Beragama’ menjadi arah peta jalan pendidikan bangsa, bagaimana kita bisa berharap agar generasi umat ini menjadi pembela islam dan pembangun peradaban yang mulia? Lantas, seberapa penting peran agama dalam peta jalan pendidikan dalam pandangan Islam? Sangatlah penting.
Sejatinya, bangsa ini sangat membutuhkan peran agama untuk semua hal dalam kehidupan. Belajar dari sejarah perjuangan bangsa, Indonesia merdeka juga berkat pertolongan Allah, peran agama-Nya, ulama dan umat Islam. Pondasi untuk menguatkan generasi bangsa adalah iman. Iman adalah fondasi kekuatan individu keluarga dan masyarakat, khususnya kaum muslimin. Iman terkait erat dengan agama.
Umat butuh ilmu seputar akidah, syariat, akhlak, adab, fikih, dan lain sebagainya untuk diamalkan dalam keseharian hidupnya. Semua ilmu itu hanya ada dalam pendidikan agama Islam. Islam tak hanya sekadar akidah ruhiyah (spritual) tapi juga siyasiyah (politis) dalam seluruh aspek kehidupan.
Sejatinya Islam dapat membentuk pribadi muslim berkarakter Islam, dengan pola pikir dan sikap islami. Karakter Islam akan tercermin dari pola pikir dan sikap (perilaku)nya yang bertakwa: mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah. Selain itu, Islam menjadi petunjuk hidup bagi Bani Adam dan pedoman hidup bagi kaum muslimin di dunia hingga akhirat. Terakhir dapat mengatur dan menata hidup individu, bermasyarakat dan bernegara sesuai kitabullah dan sunah nabi.
Selain itu, sebagai makhluk, manusia memiliki fitrah untuk menyembah sesuatu. Sesuatu yang Maha Besar dan tak terbatas, yang telah menciptakan dunia seisinya. Dialah Allah, Rabb semesta alam yang Maha Esa. Dengan menyembah-Nya, akan menjadikan jiwa manusia tenang dan terikat pada semua aturan yang telah diserukan-Nya.
Lebih dari itu, manifestasi tertinggi ketakwaan muslim akan menjadikannya pembela, pejuang agama Allah, dan pembangun peradaban mulia (peradaban Islam) di dunia. Oleh sebab itu, agama akan menjadi dasar dan skala prioritas dalam kurikulum pendidikan di negara yang berasaskan Islam.
Dian Puspita Sari
Views: 17
Comment here