Oleh: Rosmiati
wacana-edukasi.com– Hampir dua tahun sudah, pandemi Covid-19 melanda. Banyak untaian doa dan harapan, agar virus tak kasat mata ini hengkang dari muka bumi. Tapi, agaknya cerita ini akan panjang. Pasalnya, mutasi baru dari virus yang dahulu berasal dari Wuhan China ini muncul.
Ya, sebagaimana diberitakan, Omicron yang ditemukan di wilayah Afrika Selatan, adalah mutasi dari Virus Covid-19. Yang oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui Direktur Jenderalnya menginformasikan, Omicron ancaman baru bagi dunia itu telah terdeteksi di 57 negara. Bahkan varian baru dari virus Covid-19, memiliki kemampuan menyebar lebih cepat dari varian yang sudah-sudah.
Di samping itu, pihaknya juga mengatakan, Omicron akan berdampak besar bagi durasi perjalanan pandemi itu sendiri. Dari segi bahaya dan penularan, WHO juga mengonfirmasi bahwa Omicron bisa lebih berbahaya dan memiliki potensi lebih cepat menular (cncbindonesia. 12/12/2021).
Lantas, apa yang bisa dilakukan menyikapi hal ini?
Ya, tak ada jalan lain selain belajar dari pengalaman yang sudah- sudah. Pandemi Covid-19 yang sudah hampir dua tahun menyerang ini sejatinya memberi kita banyak pelajaran.
Pertama, kita tak boleh ‘ngeyel’, langkah-langkah atasi pandemi seperti mengunci wilayah harus dilakukan. Pada peristiwa pandemi Covid-19, harus diakui bahwa kita terlambat menutup pintu bagi asing. Alhasil, tanpa disadari, bibit virus sudah menyebar ke dalam negeri.
Berikutnya, jangan lagi berhitung ekonomi untuk sebuah keselamatan nasional. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa enggannya penerapan Lockdown dikarenakan oleh ketakutan para kapitalis akan mandeknya perputaran ekonomi mereka. Tapi, mau bagaimana, sudah ini jalan yang harus diikuti bila hendak survive melewati pandemi.
Selanjutnya, santunan bagi penduduk kelas bawah jangan telat lagi dilakukan. Bahkan, kalaupun akan diterapkan pembatasan aktivitas masyarakat atau pelarangan untuk keluar daerah, maka harus ada antisipasi bagi warga yang ekonominya bergantung dari sana.
Terakhir, kita harus menyadari bahwa topangan ketahanan sektor kehidupan kita amat lemah. Diterpa pandemi, goyah. Kapitalisasi yang selama ini dijadikan cara pandang dalam pengelolaan negeri terbukti tak bisa membawa kita lebih kuat bertahan di masa pandemi. Bahkan sampai-sampai untuk sekedar membantu pemenuhan kebutuhan rakyat di masa pandemi, kita harus berhutang kepada IMF.
Belum lagi, dengan banyaknya rumah sakit dan sektor lainnya yang nyaris bangkrut di periode ini. Ini menunjukan, betapa rapuhnya kita.
Maka dari itu, negeri ini harus memetakan lebih detail, sesungguhnya dari segi potensi kita bukan negara yang berkekurangan. Potensi SDA kita mampu mendatangkan banyak cuan untuk membangun bangsa ini lebih digdaya.
Lihatlah, ketika pengelolaan hasil-hasil kekayaan alam ini diberikan kepada asing dan swasta, kita menerima lebih sedikit dari mereka. Alhasil, musibah datang kita harus berhutang.
Pandemi atau dalam Islam dikenal dengan sebutan tha’un adalah sesuatu yang sudah sunnatullah akan terjadi. Hadirnya ialah ujian bagi umat manusia. Yang mana harus dihadapi dengan penuh rasa sabar. Hanya, dibalik semua itu, ada area yang bisa diupayakan untuk meminimalisir dampak serius dari wabah tersebut, yakni dengan mengikuti dan menerapkan rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Dalam mengatasi wabah, Islam mengenal istilah penguncian wilayah (Lockdown) atas daerah terdampak agar wabah tak menyebar luas dan menjangkiti orang yang sehat di wilayah lain.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Aisyah ra, ia berkata, ‘Ia bertanya kepada Rasulullah saw. perihal tha’un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, ‘Zaman dulu, Thaun adalah azab yang dikirimkan Allah Swt. kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seseorang yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di rumahnya dengan bersabar serta mengharapkan rida ilahi seraya menyadari bahwa Tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah Swt. untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid.” (HR. Ahmad)
Lalu ada pula hadis, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khattab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah hadis yang dijadikan pegangan kaum muslimin dalam menghadapi pandemi. Kesungguhan para pemimpin dalam mengimplementasikan keduanya membawa mereka survive melalui ujian wabah.
Views: 3
Comment here