Oleh : Dwi Maria, A.Md. Kep.
wacana-edukasi.com, OPINI-– Tagar All Eyes on Rafah menjadi viral di media sosial setelah terjadinya serangan brutal yang dilakukan oleh zionis Israel di sebuah kamp pengungsian di barat laut Rafah yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai zona aman bagi para pengungsi. Dalam serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 45 orang dan 249 korban yang terluka. Menurut petugas kesehatan di Gaza, lebih dari separuh korban yang meninggal dunia adalah anak-anak, perempuan dan orang-orang lanjut usia. Tragisnya serangan tersebut dilakukan di malam hari ketika sebagian para pengungsi sedang bersiap untuk tidur.
Sejak pertempuran pada tanggal 7 Oktober 2023, zionis telah memaksa kurang lebih 2,3 juta warga Palestina jalur Gaza untuk mengungsi ke selatan. Diperkirakan sekitar ada 1,5 juta penduduk berdesak-desakan di Rafah hingga awal Mei tahun 2024 dengan luas wilayah sekitar 64 km². Ini berarti bahwa kepadatan populasi diRafah mencapai sekitar 23.347 jiwa / km².
Tagar All Eyes On Rafah bukan sekedar rangkaian kalimat semata, ini adalah sebuah seruan agar umat memusatkan perhatiannya dalam rangka misi kemanusiaan atas insiden yang terjadi di Rafah, Gaza Selatan. Ini juga seruan permintaan terhadap banyak orang untuk tidak berpaling dari apa yang terjadi di kota Rafah. kini seruan tersebut juga telah digunakan sebagai seruan aksi demo di berbagai belahan dunia, termasuk di berbagai wilayah AS,Afrika, dan Asia.
Namun sayangnya, seruan tersebut tidak merubah sikap politik dan nurani para penguasa negeri muslim dan negeri-negeri Arab lainnya untuk mengirimkan pasukannya melawan zionis Israel, mereka hanya diam dan menjadi penonton terhadap pembantaian saudara muslimnya.
Nation-State Mengikis Ikatan Akidah
Ikatan akidah dan ukhuah Islamiyah mestinya menjadi pendorong terkuat para penguasa muslim mengirim tantara militer untuk menolong saudaranya di Palestina, tetapi mereka tidak melakukan itu. Nation-state telah mengikis ikatan akidah Islam antar kaum muslim, padahal umat Islam bagaikan satu tubuh yang jika sebagian tubuhnya sakit, bagian tubuh lainnya ikut merasakan sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubahnya suatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lainnya) saling menguatkan.” (HR Muslim).
Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam sabdanya, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, janganlah ia menganiaya saudaranya itu, jangan pula menyerahkannya – kepada musuh. Barang siapa memberikan pertolongan pada hajat saudaranya, Allah selalu memberikan pertolongan pada hajat orang itu. Dan barang siapa melapangkan kepada seseorang muslim akan satu kesusahannya, Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi cela seseorang muslim, Allah akan menutupi celanya pada hari kiamat.” (Muttafaq‘alaih).
Tidakkah penguasa-penguasa muslim bergetar jika di akhirat kelak muslim Palestina menuntut balik atas diamnya mereka terhadap penyiksaan dan pembunuhan saudara seimannya yang berlangsung di depan mata mereka? Tidakkah merasa takut akan hisab Allah kelak pada Hari Akhir nanti karena bergemingnya mereka dari mengirim pasukan militer untuk membantu saudaranya sendiri?
Penguasa-penguasa negeri Islam sejatinya memiliki kemampuan dan amunisi untuk mengerahkan segala daya dan upaya mereka menolong muslim Palestina melawan penjajah Zionis. Tengoklah betapa teguhnya AS dan negara-negara Barat yang tanpa ragu berdiri membela Israel. Lantas, mengapa penguasa negeri-negeri muslim seakan malu-malu untuk mendukung dan meneguhkan pembelaan terhadap Palestina?
Salah satu keindahan dari ajaran islam itu adalah saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan. Allah SWT menyebut umat Islam adalah sebagai umat yang terbaik karena menyeru pada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Setiap muslim dilarang bersikap diam ketika melihat kemungkaran, khususnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan. sebagaimana hadits Rasulullah SAW “Barang siapa dari kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya atau kekuasaannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian itu merupakan selemah-lemah iman”. (HR. Muslim)
Al imam Al-alamah dalam kitabnya sarah arbain an-nawawi halaman 112 beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan selemah-lemah iman itu adalah paling sedikit faedahnya atau buahnya. Dalam riwayat yang lain, dibalik keimanan yang demikian itu tidak ada nilainya meski hanya sebesar biji sawi yakni tidak punya kedudukan yang lainnya.
Insiden di Rafah tidaklah cukup kita sikapi dengan ketidak Ridhoan hati kita terhadap genosida yang terjadi di Palestina, atau hanya dengan doa atau dengan mendiamkan. Tetapi yang harus kita lakukan adalah melakukan aksi-aksi yang nyata, bagi para penguasa yang mempunyai kekuasaan, aksi nyata yang dituntut oleh syariat Islam itu adalah mengirimkan pasukan karena mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hal itu, hingga zionisme terusir dari tanah Palestina.
Bagi yang tidak punya kekuasaan maka hendaklah ia menggunakan lisannya untuk memberikan dukungan dan pembelaan terhadap saudara kita yang ada di Palestina serta menyampaikan kebenaran tentang solusi yang hakiki terhadap persoalan Palestina baik melalui lisannya, tulisannya, lewat media sosial ataupun yang lainnya.
Abu Ali ad-Daqqaq. Kata dia:
“Orang yang diam dari kebenaran itu adalah Setan Bisu, namun orang orang bicara dengan kebatilan itu adalah Setan yang Berbicara.
Masalah Palestina merupakan masalah yang kompleks dan rumit yang butuh perjuangan dan persatuan kaum muslimin seluruh dunia.
Solusi Paripurna
Melihat fakta ini, tidak ada solusi paripurna bagi Palestina dan kaum muslim yang tertindas selain hadirnya Khilafah yang akan melindungi kaum muslim dari penjajahan, penganiayaan, penyiksaan, dan kezaliman yang dibuat musuh-musuh Islam. Terbukti, negeri-negeri Islam seakan tidak berdaya melawan Barat. Alhasil, agar seimbang, umat dan negeri-negeri Islam harus bersatu dalam satu kekuatan, satu ikatan, dan satu kepemimpinan dalam naungan satu negara, yakni Khilafah. Lantas apa yang harus dilakukan saat ini?
Pertama, umat harus melakukan dakwah dengan menyadarkan pemikiran umat bahwa menjauhkan Islam dari kehidupan (sekularisme) tidak akan mengantarkan kita sebagai umat terbaik, malah menjadi umat terpuruk di segala lini kehidupan.
Kedua, mengerahkan segala daya dan upaya yang bisa kita lakukan untuk menyuarakan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya bahwa akar masalah Palestina adalah penjajahan Israel dan nestapa umat tanpa Khilafah. Hal ini bisa dilakukan dengan terus menggencarkan dakwah, baik di dunia nyata maupun maya.
Ketiga, menyeru kepada penguasa muslim untuk mengarahkan loyalitasnya kepada Islam dan kaum muslim, bukan berharap pada solusi semu PBB atau perjanjian internasional yang menghalangi mereka menolong saudara seiman.
Jadilah penolong-penolong agama Allah Swt., sebagaimana kaum Anshar yang menolong dakwah Rasulullah SAW dengan kekuatan dan kekuasaan mereka.
Palestina adalah milik umat Islam seluruh dunia. Masalah Palestina bukan sekadar masalah kemanusiaan atau konflik internal. Lebih dari itu, masalah Palestina adalah masalah umat Islam di seluruh dunia. Ketika Masjidilaqsa dihinakan, itu penghinaan bagi kita. Di tanah Palestina terhimpun banyak keutamaan dan keistimewaan, di antaranya adalah kiblat pertama umat Islam.
Palestina adalah negeri subur yang disirami dengan darah para syuhada. Palestina merupakan bagian negeri Syam, bumi para nabi. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam. Tidak ada sejengkal pun Kota Baitulmaqdis, kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR At-Tirmidzi).
Dengan beragam keutamaan ini, jelas haram bagi kita mendiamkan Palestina tanpa pembelaan dan pertolongan. Mari bergerak bersama memperjuangkan pembebasan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya yang masih terjajah dengan terus menyerukan dakwah dan menyuarakan hanya Khilafah solusi hakiki bagi Palestina.
Wallahu A’lam Bishowab
Views: 10
Comment here