Oleh: Ummu Mubram
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Nuzulul Qur’an merupakan momen bersejarah ketika wahyu pertama dari Allah Swt. diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril. Peristiwa ini menandai awal mula turunnya Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Oleh karena itu, setiap bulan Ramadhan berbagai pihak merayakan Nuzulul Quran dengan penuh penghormatan.
Dilansir dari Metronews.com, pada tanggal 16 Ramadan 1446 H, Kementerian Agama mengadakan acara istimewa untuk memperingati Nuzulul Qur’an. Sebanyak 350 ribu khataman Quran dilaksanakan secara serentak di seluruh tanah air. Dalam program ini, Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan turut berpartisipasi aktif dengan menggelar program Indonesia Khataman Al-Qur’an di aula kantor wilayah Kemenag Sulsel. Program ini diharapkan dapat memperkuat semangat keislaman dan kebangsaan, serta mengajak umat Muslim untuk mencintai, memahami, dan meneladani Al-Qur’an.
Tidak hanya di Sulawesi Selatan, semangat memperingati Nuzulul Quran juga ditunjukkan dengan cara yang unik oleh Bupati Bandung Jawa Barat, Dadang Supriatna. Beliau menyelenggarakan lomba cerdas cermat yang menguji pemahaman Al-Qur’an dengan melibatkan berbagai organisasi masyarakat (ormas). Acara ini mengajak para peserta untuk berlomba-lomba dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi Al-Qur’an (Bandungraya.net, 17/03/2025).
Akibat Buruk Sistem Sekuler Kapitalisme
Namun di tengah semarak perayaan Nuzulul Quran, umat Islam masih terjebak dalam aturan yang berasal dari akal manusia bukan berlandaskan Al-Qur’an. Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, saat ini diatur oleh sistem Demokrasi Kapitalisme.
Di samping itu, sistem politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sanksi didasarkan pada prinsip Sekulerisme yang mengesampingkan peran agama. Sistem Demokrasi kapitalisme menjadikan akal manusia sebagai sumber hukum, padahal manusia adalah makhluk yang lemah, sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan berbagai masalah.
Dalam tatanan yang berlaku saat ini, di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, manusia berperan sebagai pembuat hukum yang sering kali terjebak dalam pengaruh keinginan dan kepentingan pribadi. Bukan dari kebenaran hakiki yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Hal ini mengakibatkan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum dan keadilan yang seharusnya berlandaskan pada wahyu dari Allah Swt. Seperti yang kita lihat saat ini, di bawah dominasi sistem Sekulerisme Kapitalisme, bulan Ramadhan seolah belum membawa perubahan apapun bagi kehidupan umat Muslim di seluruh penjuru dunia.
Umat Islam saat ini masih terjebak dalam keadaan yang menyedihkan dan tertekan. Musuh-musuh Allah terus menerus melakukan kekerasan dan penindasan terhadap kaum Muslim, seperti yang terlihat di Palestina. Para pemimpin di negara-negara Muslim pun masih menerapkan kebijakan yang merugikan rakyat, seperti kenaikan pajak, privatisasi sumber daya alam, dan pengurangan subsidi pada sektor vital.
Al-Qur’an Sebagai Petunjuk Hidup
Sudah saatnya umat Islam merenungkan firman Allah Swt., “Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang batil) (QS. Al-Baqarah : 185).
Dari ayat tersebut, umat Islam diwajibkan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan, sebagai sumber hukum yang mengatur segala aspek, serta sebagai solusi untuk setiap masalah yang dihadapi. Hal ini menuntut penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.
Namun, penerapan syariat Islam secara komprehensif tidak akan terwujud dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan atau pemerintahan Islam, Inilah yang dimaksud dengan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, yaitu sistem pemerintahan yang berlandaskan pada petunjuk Nabi Muhammad saw untuk menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.
Al-Quran sudah seharusnya menjadi landasan hidup individu, masyarakat hingga menjadi landasan dalam bernegara. Namun ironisnya, hari ini kita sering menyaksikan bahwa individu yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan menyerukan untuk kembali kepada penerapan aturan Islam secara sempurna justru dianggap radikal dan ekstrem.
Memegang teguh Al-Qur’an sejatinya adalah buah dari keimanan yang tulus dan seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap langkah kehidupan seorang muslim. Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, melainkan panduan hidup yang menyentuh setiap aspek kehidupan. Terlebih lagi, jika kita bercita-cita untuk membangun peradaban manusia yang mulia, Al-Qur’an seharusnya dijadikan asas kehidupan karena di dalamnya tersimpan petunjuk sempurna untuk meraih keberkahan.
Dengan demikian, umat perlu menyadari tanggung jawab untuk menghayati dan mengamalkan Al-Qur’an secara utuh dan memperjuangkannya sebagai pedoman, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan negara. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar yang mengatur setiap aspek kehidupan.
Dalam upaya ini, peran dakwah yang dipelopori oleh kelompok dakwah ideologis sangatlah penting. Karena merekalah yang membangkitkan kesadaran umat akan pentingnya penerapan Al-Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan. [WE/IK].
Views: 3
Comment here