Opini

Alasan untuk Menambah Utang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Aisah, S.Pd. (Pegiat Literasi Politik Kabupaten Subang)

wacana-edukasi.com– Ada udang dibalik batu” mungkin inilah pribahasa yang cocok dalam menggambarkan bagaimana cara agar Indonesia semakin bertekuk lutut dibawah ketiak Amerika. Dilansir dari situs berita suarapemerintah.com (23/09/2021) Presiden Joe Biden telah mengungkapkan bahwa Semestinya ada tiga hal yang dilakukan pemimpin dunia saat ini. Hal ini bisa dimulai dari komitmen para kepala negara bersama soal vaksinasi seluruh umat manusia, lalu upaya penyelamatan warga bumi dari ancaman kematian akibat Covid-19, sampai pada persiapan arsitektur global untuk ketahanan kesehatan dunia.

Saran yang diberikan kepala negara Paman Sam itu tidak lain agar Indonesia mengambil lagi utang. Padahal utang Indonesia saat ini menumpuk. Hal ini karena pada akhir Agustus 2021 Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp6.625,43 triliun (ddtcnews.com, 27/09/2021). Dalam sumber yang lain, pemerintah menggunakan pinjaman Rp 7,1 triliun itu digunakan untuk program vaksinasi di Indonesia dan menangani dampak COVID-19 (kontan.co.id 19/06/2021)

Lucunya pemerintah memberi alasan yang sangat ‘cetek’ bahwa negara butuh cukup uang dalam mengatasi masa-masa pandemi terlebih dalam menjalankan tugas kepemerintahannya. Pemerintah pun berdalih bahwa saat ini ekonomi nasional mengalami penyusutan sehingga penerimaan terhadap negara berkurang. Jadi, solusi tercepat mengatasi permasalahan ini adalah dengan berutang.

Tak dimungkiri bangsa ini adalah negara yang gemah ripah loh jinawi. Sungguh ironis, di tengah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tapi tidak bisa mampu menutupi besarnya anggaran pembelanjaan negara. Hal inilah yang menjadi tanda tanya besar, kemanakah aliran keuntungan potensi SDA itu sehingga tidak bisa mensejahterakan bangsa ini?

Namun, jika SDA ini dikelola mandiri bukan oleh korporasi oligarki, maka tidak menutup kemungkinan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dapat terpenuhi. Sehingga tidak ada istilah untuk memalak rakyat atas nama pajak dan negara pun tak perlu lagi berutang. Senada dengan hal ini, orasi ilmiah mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri dalam peringatan Hari Maritim Nasional ke-56 tahun 2020 yang menilai bahwa potensi ekonomi kelautan Indonesia ini mencapai USD1,4 triliun per tahun. Hal ini setara dengan lima kali APBN (liputan6.com 23/09/2020)

Terbayang sudah jika semua potensi SDA ini benar-benar dikelola sendiri. Namun sayangnya, penguasa saat ini dengan tangan terbuka menyerahkan harta rakyat kepada asing, dan membebankan sumber utama APBN dari pajak dan utang. Alasannya tidak lain karena aturan dari sistem ekonomi saat ini adalah Kapitalisme. Sistem ini membuka keran sebesar-besarnya untuk para korporasi besar agar memiliki SDA tanpa batas.

Dari sistem ini pula, negara diposisikan hanya sebagai pengawas atau regulator saja, dalam hal ini negara dilarang keras melindungi harta rakyat dan bahkan digunakan untuk memuluskan jalan kepentingan asing atas cengkeraman jajahannya. Dengan demikian tingginya utang yang diambil, ternyata bukan semata-mata sebab banyaknya belanja negara (baca: misal pembelian vaksin Covid-19) atau menurunnya pendapatan APBN. Akan tetapi karena tata kelola perekonomian bangsa ini yang bermotif Kapitalisme neoliberal.

Bukan hal rahasia lagi, utang antar rezim saling mewariskan. Mulai dari pimpinan tertinggi pertama mewariskan utang negara kepada rezim orde baru sebesar 2,3 miliar dolar. Rezim orde baru yang memimpin selama 32 tahun itu pun, meninggalkan jejak utangnya sebesar Rp1.500 triliun pada presiden selanjutnya dan naasnya itu berlanjut hingga kini (law-justice.co, 8/6/2021)

Pada hakikatnya utang luar negeri ini adalah alat penjajahan negara yang dikatakan makmur terhadap negara yang disebut berkembang. Hal ini dibuat sedemikian rupa agar negara berkembang tersebut terus berutang dan bergantung kepada utang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian, negara pemberi utang tersebut bisa dengan leluasa mensetir seluruh kebijakan-kebijakan negara berkembang sesuai kepentingan negaranya.

Dalam buku Politik Ekonomi Islam karangan Abdurrahman al-Maliki, cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri muslim adalah utang luar negeri untuk pendanaan sebuah proyek. Hal ini dikarenakan seluruh kebijakannya tersebut akan disetir oleh negara yang memberikan utang.

Kebijakan-kebijakan negara yang akan dibuat tersebut nyatanya harus sepenuhnya diketahui oleh lembaga/negara pemberi utang. Sehingga negara tersebut tidak boleh membelanjakannya kecuali untuk proyek-proyek konsumtif dan pelayanan umum, serta terlarang untuk pembelanjaan produktif. Sehingga pengambilan utang tersebut tidak akan membawa pada peningkatan mutu kesejahteraan rakyat dan peningkatan kekayaan negeri, akan tetapi yang terjadi adalah negara itu akan tunduk pada dominasi negara penjajah.

Dalam Islam seluruh pendanaan negara bertumpu pada baitul mal yang ditetapkan syariat, utang luar negeri yang berbasis riba itu telah jelas diharamkan dalam Al-Qur’an, apapun alasannya. Q.S Al-Baqarah[2] : 275, yang artinya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Hal ini tidak mungkin diterapkan oleh negara sekuler yang berpandangan bahwa aturan agama harus terpisah dari aturan kehidupan. Sehingga jika negeri-negeri muslim yang berkembang itu ingin terlepas dari cengkeraman penjajahan negara-negara makmur maka pentinglah untuk menegakkan Islam dalam bingkai Khilafah. Segala bentuk pendanaan, baik itu proyek-proyek pembangunan ataupun pembelanjaan negara untuk rakyat tidak bersumber dari pajak dan utang, melainkan dari sumber Fa’i dan kharaj, lalu pos sedekah dan pos kepemilikan umum. Inilah aturan yang Allah tetapkan semata-mata untuk menjadi solusi pemecahan kehidupan.

Wallahu a’lam bi-shahwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here