Opini

Amburadulnya Tata Kelola Tanah dan Lahan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mita Octaviani S.Pd.

wacana-edukasi.com, OPINI– Melansir dari Jakarta, CNBCIndonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menghormati vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Surya Darmadi. Menurut Mahfud, menilai vonis 15 tahun penjara sangat setimpal dengan kasus korupsi yang dilakukan Surya Darmadi alias Apeng.

Surya menjadi tersangka atas dugaan penyerobotan lahan kelapa sawit dengan luas 37.095 hektar di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Perusahaan perkebunan milik Surya, Grup Duta Palma menggarap lahan tersebut tanpa izin sepanjang 2003-2022.

Kasus ini bermula ketika Bupati Indragiri Hulu tahun 1999-2008 Raja Thamsir Rachman menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan PT Duta Palma Group.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama pada tahun 2003, serta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur pada tahun 2007.

Perizinan itu berada di lahan kawasan hutan yakni di hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan penggunaan lainnya (HPL) maupun hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu. Kendati demikian kelengkapan perizinan lokasi dan usaha perkebunan dibuat secara melawan hukum tanpa adanya izin prinsip dengan tujuan agar izin pelepasan kawasan hutan bisa diperoleh.

Sampai saat ini, PT Duta Palma Group tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan atau HGU. Tak hanya itu, PT Duta Palma Group juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola.

Kasus korupsi ini disebut-sebut terbesar dalam sejarah Indonesia. Sebab, nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 100 triliun.

Kasus dugaan penyerobotan tanah dan lahan juga terjadi di wilayah lain. Dilansir melalui Jakarta, CNN Indonesia, Warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau kembali turun ke jalan untuk menyatakan penolakan rencana penggusuran dan menolak rencana konsultasi publik penyusunan dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City pada hari ini, Sabtu (30/9).

Aksi ini dilakukan bertepatan dengan rencana pemerintah yang menggelar kegiatan Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City di Kantor Camat Kecamatan Galang yang digelar hari ini.

Dalam keterangan resmi yang diterima, warga yang didominasi oleh ibu-ibu turun ke jalan menyatakan penolakan di Kampung Sei Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang. Warga juga menyatakan sikap menolak kegiatan Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City ini.

Diketahui, warga Rempang, Kepulauan Riau terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya karena akan ada pembangunan PSN Eco City.

Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) itu akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektar atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang 16.500 hektar untuk proyek tersebut. Ribuan warga itu tak terima harus angkat kaki dari tanah yang sudah ditinggali jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Bentrok pun tak terelakkan. Pada 7 dan 11 September 2023, bentrokan sempat pecah.

Masih banyak lagi kasus-kasus penyerobotan tanah dan lahan. Tata kelola tanah dan lahan yang semakin amburadul dalam sistem saat ini yaitu sekularisme kapitalisme.

Kita temukan masih banyak di kota-kota besar seperti ibukota saat ini. Tidak dipungkiri ibukota masih menjadi magnet dan daya tarik tersendiri bagi orang-orang perantauan untuk mencoba peruntungan nasibnya, berharap mendapat kehidupan yang layak dan lebih baik dari sebelumnya.

Namun, fakta di lapangan sungguh memprihatinkan. Mereka yang mempunyai modal lebih tentunya dapat menyewa tempat tinggal yang layak huni, bersih dan terjamin. Berbanding terbalik dengan mereka yang membawa modal pas-pasan dari daerah ke kota. Mereka siap-siap menghuni dinginnya tanah di bawah jembatan dan pemukiman kumuh di pinggiran sepanjang kali.

Apa yang dilakukan Negara saat ini untuk menanggulangi kaum urban yang terus berdatangan? Tentunya di sistem saat ini faktanya belum begitu terealisasi. Sebab, di sistem kapitalisme sekularisme mengedepankan asaz manfaat dan keuntungan.

Keuntungan yang didapat realitanya lebih banyak dinikmati para pemilik modal dan kekuasaan. Sementara mayoritas rakyat jelata harus menelan pil pahit menikmati remahan di negerinya yang kaya.

Saat ini, faktanya ketika kita akan mengurusi kepemilikan tanah dan lahan pun di negeri ini seakan dipersulit mekanismenya. Apalagi dapat dikatakan orang-orang yang bersangkutan sudah meninggal. Yang akhirnya tak sedikit masyarakat yang terkendala biaya dan waktu untuk mengurusi kepemilikan tanah dan lahan yang seharusnya menjadi miliknya.

Belum lagi, adanya praktik curang para pelaku mafia tanah yang sangat merugikan masyarakat.

Hal ini dapat kita tarik akar masalah dari amburadulnya tata kelola lahan dan tanah adalah tingkat literasi SDM (Sumber Daya Manusia) masih rendah. Di sini dapat dikatakan tingkat literasi masih rendah karena kurangnya minat membaca, masyarakat lebih tertarik menghadiri pembagian sembako murah dibanding sosialisasi dan pemahaman mengenai peraturan pertanahan.

Selain itu, masih rendahnya sosialisasi mengenai peraturan pertanahan kepada masyarakat. Artinya masih banyak masyarakat awam yang tidak mengerti bagaimana cara mengurusi surat kepemilikan tanahnya. Ditambah masih banyak calo-calo yang tidak bertanggung jawab.

Ditambah kurangnya perhatian negara dalam menyediakan lahan tempat tinggal bagi masyarakatnya. Tentunya ini menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan masyarakatnya agar memiliki lahan tempat tinggal. Tempat tinggal yang layak, bersih dan sehat secara gratis.

Negara wajib memberikan kehidupan yang terjamin dan rasa aman bagi seluruh masyarakatnya. Namun, apakah masih bisa berharap di sistem saat ini?

Jika dibandingkan dengan sistem Islam tentu akan berbeda kondisinya. Sebab sistem Islam tidak berlandaskan asaz manfaat. Akan tetapi berlandaskan hukum syara’ yang terlepas dari segala kepentingan ataupun ditunggangi kelompok tertentu.

Islam bukanlah sekedar agama, Islam juga merupakan ideologi yang memiliki aturan dalam bernegara termasuk dalam pengelolaan lahan.

Adapun kepemilikan tanah dalam sistem Islam dibagi menjadi 3 yaitu:

Pertama, Milik perorang, artinya tanah dan lahan yang sedang dihuni, tanah yang sedang digarap dan dimanfaatkan hasilnya.

Umar bin Khaththab pernah berkata,”Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun.

Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi SAW) dalam masalah ini. (Al-Nabhani, ibid., Juz II hal. 241).

Kedua, Milik umum, artinya tanah dan lahan tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu. Karena memberikan manfaat dan keuntungan yang sangat besar jikalau dikelola oleh individu. Dan ini sangat tidak diperbolehkan dalam sistem Islam. Seperti Sumber Daya Alam, mata air, gas, bahan bakar, dan hutan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan kawasan hutan lindung dan satwa yang dilindungi.

Milik umum ini tentunya dikelola dan diawasi oleh Negara. Artinya Negara berhak menetapkan hima/tanah atau wilayah secara khusus untuk kepentingan umum. Seperti sarana dan prasarana keamanan dan pelayanan publik di masyarakat. Bangunan administrasi dan kawasan hutan lindung. Yang pada akhirnya jika ada pendapatan keuangan, maka akan dimasukan ke dalam kas baitul mall. Maka akan digunakan kembali untuk kepentingan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Ketiga, Milik negara. Negara juga memerlukan tanah serta lahan untuk mendirikan fasilitas administrasi untuk mengurus kepentingan seluruh rakyatnya.

Bahkan SDA juga seharusnya dikuasai dan dikelola negara untuk hasilnya dikembalikan pada rakyat bisa dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana yang layak bahkan gratis.

Dalam sistem Islam, penguasa negara ibarat gembala bagi rakyatnya. “Imam itu adalah laksana gembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Imam Bukhari dan Imam Ahmad).

Nabi SAW pernah memberikan tanah bergunung dan bertambang kepada Bilal bin Al-Harits Al-Muzni (HR Abu Dawud). Ini menunjukkan tanah yang bertambang boleh dimiliki individu jika tambangnya mempunyai kapasitas produksinya sedikit. Nabi SAW suatu saat pernah memberikan tanah bertambang garam kepada Abyadh bin Hammal. Setelah diberitahu para sahabat bahwa hasil tambang itu sangat banyak, maka Nabi SAW menarik kembali tanah itu dari Abyadh bin Hammal. (HR Tirmidzi).

Ini menunjukkan tanah dengan tambang yang besar kapasitas produksinya, harus menjadi milik umum yang dikelola negara, tidak boleh dimiliki dan dikelola oleh individu (swasta). (Al-Nabhani, ibid. hal. 220).

وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَاِلَى اللّٰهِ الْمَصِيْرُ

Artinya: Milik Allah lah kerajaan langit dan bumi dan hanya kepada Allah lah kembalinya (seluruh makhluk). (QS. An Nur:42).

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt Dialah pemilik langit dan bumi. Dan mengatur dan berkuasa atas segala yang ada diantara keduanya. KepadaNya lah semua makhluk akan kembali.

Allah Swt menciptakan tanah untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia yang berakal. Dan menyadarkan kita manusia bahwa semua yang tercipta itu dari tanah dan akan kembali menjadi tanah.

Dengan demikian, ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan. Maka akan tercipta kedamaian dan keseimbangan antara manusia dengan alam. Karena Islam menjaga kelestarian lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya.

Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 24

Comment here