Opini

Anak-Anak Gaza Kelak Akan Menggugat Kita

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Imroatus Sholeha (Freelance Writer)

Wacana-edukasi.com, OPINI--Kebiadaban Zionis Israel tiada tara. Di balik genosida yang terus berlanjut, ada anak-anak yang menjadi yatim karena kehilangan orang tuanya. Menurut laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, setiap harinya 100 anak Palestina tewas di Gaza sejak pecahnya kembali perang antara Israel dan Palestina pada akhir 2023 (Erakini.id, 5/4/2025).

Bayangkan, satu sekolah penuh anak-anak lenyap setiap hari. Di sisi lain, lebih dari 39.000 anak telah menjadi yatim akibat kehilangan orang tua mereka dalam agresi brutal Zionis Israel (Sindonews, 5/4/2025).

Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan kekejaman yang tak terperi, tapi juga memperlihatkan betapa tidak berfungsinya dunia internasional dalam melindungi mereka yang paling rentan. Mirisnya, fakta ini terjadi di tengah narasi HAM dan tetek bengek aturan internasional serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Tanggal 5 April lalu ditetapkan sebagai Hari Anak Palestina. Penetapan ini lantaran anak-anak Palestina secara historis hidup dalam kondisi yang sangat sulit akibat penjajahan Zionis. Namun, Apa artinya Hari Anak jika anak-anak Palestina masih disiksa di bawah penjajahan Zionis hingga hari ini?

Dunia (Kapitalisme) yang selama ini sibuk menggaungkan isu hak asasi manusia dan perlindungan anak, kini justru menjadi penonton pasif atas pembantaian yang sistematis dan terstruktur. Konvensi Internasional tentang Hak Anak, hukum humaniter internasional, dan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB seolah menjadi tumpukan kertas tanpa makna di tengah jeritan penderitaan anak-anak Gaza. Lembaga internasional sibuk melakukan kecaman dan diplomasi. Sementara itu, pengusaha Muslim buta dan tuli seolah dunia baik-baik saja, bahkan di antara mereka menormalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis.

Di antara puing-puing bangunan yang hancur dan jerit tangis yang tak kunjung reda, ada suara yang mungkin tidak terdengar saat ini, namun kelak akan menggema dengan lantang: suara anak-anak Gaza yang akan menuntut pertanggungjawaban kita semua. Dunia telah menjadi saksi dari tragedi kemanusiaan terbesar abad ini. Namun alih-alih menghentikannya, kita justru terjebak dalam rutinitas harian, membiarkan genosida terjadi seolah tak ada yang salah.

Ini adalah kenyataan pahit yang harus kita akui. Lembaga-lembaga internasional yang selama ini diklaim sebagai penjaga perdamaian dan keadilan dunia, telah gagal total dalam menghadirkan solusi konkret. Bukannya menghentikan kejahatan, mereka malah menjadi alat politik negara-negara besar yang lebih peduli pada kepentingan geopolitik ketimbang nyawa manusia. Maka dari itu, umat Islam tidak boleh lagi berharap pada sistem Kapitalis-Sekuler yang cacat dan munafik ini.

Sebaliknya, umat Islam harus mulai melihat kepada sejarah mereka sendiri, kepada warisan agung yang telah terbukti selama berabad-abad, yakni Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan inilah yang semestinya mereka perjuangkan. Kehadiran khilafah adalah ra’in atau pengurus.
Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (khalifah) adalah ra’in (pengurus rakyat), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Khilafah bukan hanya sistem politik, tetapi juga sistem kehidupan yang menyeluruh, yang memberikan perlindungan (junnah) bagi setiap warga negara, termasuk anak-anak. Peran ini akan membebaskan rakyat dari kezaliman, penghinaan, dan perampasan hak, sebagaimana yang dialami anak-anak Gaza. Dalam naungan khilafah, anak-anak tidak hanya dipenuhi hak hidupnya, tetapi juga dijaga kehormatannya, dididik dengan baik, dan disiapkan untuk menjadi generasi emas pembangun peradaban.

Hal ini dibuktikan selama lebih dari 13 abad. Khilafah telah menunjukkan kepada dunia bagaimana kepemimpinan Islam menjaga martabat manusia. Dari Damaskus hingga Baghdad, dari Kairo hingga Istanbul, khilafah membuktikan bahwa Islam mampu melindungi rakyatnya dari penjajahan, menegakkan keadilan, dan membangun peradaban yang menjunjung tinggi ilmu dan moralitas. Menjadi benteng dan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak. Anak-anak dalam khilafah tumbuh dalam lingkungan yang mendukung, penuh kasih sayang, dan berlandaskan keimanan. Sebab, anak-anak dalam Islam dipandang sebagai generasi penerus yang harus terpenuhi dan terjamin kebutuhannya.

Bandingkan dengan hari ini, di mana anak-anak Gaza tumbuh dengan trauma, ketakutan, dan kehilangan. Mereka tidak pernah mengenal arti bermain dengan bebas, belajar tanpa gangguan, atau tidur dengan tenang. Masa kecil mereka dicuri oleh agresi Zionis yang keji. Dan selama umat Islam tetap diam, maka sejatinya kita semua turut bertanggung jawab atas penderitaan itu.

Perjuangan untuk menegakkan kembali khilafah bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Setiap Muslim akan dimintai pertanggungjawaban atas sikapnya terhadap saudara-saudara kita di Gaza. Apakah kita memilih untuk berpangku tangan, atau kita memilih untuk berjuang, menyuarakan kebenaran, dan mengambil bagian dalam membangun kembali perisai yang melindungi umat. Upaya ini harus diambil agar menjadi hujjah di hadapan Allah, bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai Zionis Israel dan sekutunya.

Anak-anak Gaza bukan hanya korban. Mereka adalah saksi sejarah. Kelak, mereka akan bertanya, “Apa yang kalian lakukan ketika kami dibantai? Ketika ibu kami diperkosa? Ketika ayah kami dibunuh? Ketika rumah kami dihancurkan dan masa depan kami direbut?” Pertanyaan-pertanyaan ini akan menghantui kita, di dunia maupun di akhirat, jika kita tidak mengambil langkah nyata dari sekarang.

Solusi untuk Gaza tidak akan pernah datang dari meja-meja perundingan yang penuh kepentingan. Tidak akan lahir dari resolusi kosong atau tekanan diplomatik yang hanya menjadi ilusi. Solusi sejati akan datang dari jihad dan tegaknya khilafah Islam. Hanya dengan ini, Palestina akan benar-benar bebas dan anak-anak Gaza akan mendapatkan kembali hak hidupnya secara penuh.

Perjuangan mengembalikan khilafah tentu tidak bisa sendiri. Rasulullah SAW telah mencontohkan perjuangan menegakkan negara Islam di Madinah harus dilakukan melalui dakwah pemikiran bersama partai ideologis. Dahulu Rasulullah melakukannya bersama para sahabat. Maka saat ini umat Islam juga harus berjuang bersama partai Islam ideologis yang mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW untuk menegakkan kembali perisai umat Islam, yakni daulah khilafah.

Islam tidak akan membiarkan bencana generasi terjadi. Karena itu, jika ada khilafah, penjajahan Zionis atas Gaza/Palestina tidak akan berlarut-larut. Jihad akan segera diperintahkan untuk mengakhiri penjajahan. Bahkan sebelum penjajahan terjadi, khilafah akan memastikan wilayah tersebut aman.

Saatnya umat Islam bangkit, menyadari peran strategisnya, dan bersatu dalam perjuangan politik yang hakiki. Kita tidak hanya sedang memperjuangkan Palestina, tetapi juga masa depan seluruh umat, agar tragedi serupa tak lagi terulang di bumi mana pun.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here