Oleh: Ummu Alila Arkan
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Di balik dinding konflik dan penderitaan yang tak berkesudahan, anak-anak Gaza hari ini tumbuh dalam bayang-bayang ketakutan dan kehilangan orang tersayang. Mereka menghadapi kenyataan pahit kehilangan orang tua, rumah, dan masa depan yang seharusnya mereka impikan. Anak-anak Gaza terus berjuang untuk menemukan cahaya dalam kegelapan yang menyelimuti hidup mereka saat ini.
Situasi Gaza Terus Berkecamuk
Menurut laporan PBB, setiap hari sejak 18 Maret 2025, sekitar 100 anak Palestina menjadi korban jiwa atau terluka akibat serangan Israel di Gaza.UNICEF mencatat setidaknya 322 anak tewas dan 609 terluka dalam periode yang sama. Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, menyebut hal ini sebagai “noda pada kemanusiaan kita bersama”. Beliau pun menyatakan bahwa Zionis Yahudi telah mengubah Gaza menjadi “tanah terlarang” bagi anak-anak.
Sementara itu, lebih dari 1.100 anak ditahan oleh Zionis Yahudi sejak Oktober 2023. Sekitar 39.000 anak lainnya kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka. UNRWA juga melaporkan bahwa lebih dari 142.000 warga Palestina mengungsi antara 18-23 Maret.
Berdasarkan pernyataan UNRWA pada acara hari anak Palestina, sejak perang Gaza di mulai, sekitar 1,9 juta orang, ribuan anak-anak, mengalami pengungsian paksa berulang kali. Mereka lewati semua di tengah pemboman, ketakutan, dan kehilangan. Bahkan, sejak Oktober 2023 Zionis Yahudi telah membunuh lebih dari 50.600 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak. Pengadilan Kriminal Internasional akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza (erakini.id, 5/4/2025). Akan tetapi, tidak membuat mereka menghentikan serangan.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan Zionis Yahudi telah menyebabkan lebih dari 39.000 anak di Gaza kehilangan orang tua. Termasuk sekitar 17.000 anak yang menjadi yatim piatu karena kehilangan kedua orang tua. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedikitnya 100 anak Palestina menjadi korban jiwa atau terluka setiap hari di Gaza sejak serangan dimulai kembali pada 18 Maret 2025. Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), mengutuk keras situasi ini, menyebutnya sebagai keadaan yang mengerikan dan menyatakan bahwa hidup anak-anak diputus dalam perang yang bukan mereka yang buat. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada pembenaran untuk membunuh anak-anak dan menyatakan keprihatinan mendalam atas kondisi kemanusiaan di Gaza.
UNICEF juga mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang kondisi anak-anak di Gaza, yang menghadapi risiko besar terhadap kesehatan, pendidikan, dan keselamatan mereka.
Krisis ini memerlukan respons internasional yang cepat serta efektif untuk melindungi hak-hak anak dan memastikan keselamatan mereka.
Pemerintah dan organisasi internasional harus bekerja sama untuk menyediakan bantuan kemanusiaan yang memadai, termasuk dukungan psikologis dan pendidikan bagi anak-anak yang terkena dampak konflik.
Dunia Tidak Berdaya Membantu
Kebiadaban Zionis ini sangat kejam yang tiada tandingannya, yang menyebabkan puluhan ribu anak-anak yang tak berdosa menjadi korban genosida yang sangat memilukan hati. Bukan hanya itu, kebiadaban ini juga telah meninggalkan luka yang sangat dalam dan berkepanjangan bagi anak-anak yang menjadi yatim piatu karena kehilangan orang tua mereka. Bahkan tercatat dan menyedihkan, terdapat sekitar 39 ribu anak yatim yang terdampak langsung oleh genosida di Gaza. Sebuah angka yang sangat mengejutkan sekaligus menunjukkan betapa besarnya dampak kekejaman ini terhadap kehidupan anak-anak yang tak bersalah.
Situasi ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa setiap harinya, sekitar 100 anak di Gaza meninggal akibat konflik yang terus berlanjut, sebuah statistik yang sangat mengejutkan dan memilukan hati. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya segera dihentikannya kekerasan dan genosida terhadap warga sipil, terutama anak-anak yang merupakan masa depan warga di sana (Liputan6.com, 6/4/2025).
Semua fakta memilukan ini terjadi di tengah-tengah narasi global tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan berbagai peraturan internasional dan perangkat hukum yang seharusnya dapat melindungi serta memenuhi hak-hak anak. Namun Ironisnya, berbagai perangkat hukum dan komitmen internasional tentang perlindungan dan pemenuhan hak anak seakan-akan menjadi tidak berarti ketika dihadapkan dengan realitas penderitaan anak-anak di Palestina.
Situasi ini mempertanyakan komitmen dunia internasional dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak anak. Terutama dalam konteks konflik dan kekejaman yang terus berlanjut.
Nyatanya, berbagai aturan dan regulasi internasional yang seharusnya melindungi anak-anak dari kekerasan dan penyalahgunaan ternyata tidak efektif dalam menghentikan atau mencegah penderitaan anak-anak di Palestina.
Situasi seperti ini seharusnya membuka mata umat bahwa lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang mereka hasilkan seringkali tidak mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi mereka yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga internasional tersebut lebih banyak berbicara tentang hak asasi manusia daripada benar-benar melindunginya, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kekuatan politik dan militer yang besar. Oleh karena itu, umat harus lebih kritis dan proaktif dalam memperjuangkan keadilan dan hak-hak asasi manusia bagi anak-anak Palestina, serta tidak terlalu berharap pada lembaga-lembaga internasional yang sering kali gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai pelindung hak asasi manusia.
Khilafah Solusi Hakiki
Masa depan Gaza/Palestina terletak pada kemampuan mereka untuk mengambil kendali sendiri. Artinya dengan memperjuangkan kepemimpinan politik Islam atau khilafah sesuai manhaj kenabian. Inilah institusi yang harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Khilafah memainkan peran yang sangat penting sebagai pelindung dan penjaga bagi rakyatnya. Khilafah tidak akan pernah membiarkan kezaliman dan ketidakadilan menimpa mereka. Selama belasan abad, Khilafah telah terbukti menjadi sistem pemerintahan yang efektif dalam melindungi rakyatnya dan menciptakan lingkungan yang aman dan stabil, sehingga rakyat dapat hidup dengan tenang dan tenteram. Selain itu, Khilafah juga telah menunjukkan kemampuannya dalam menyediakan sistem pendukung yang terbaik bagi tumbuh kembang anak-anak, sehingga mereka dapat, berkembang menjadi generasi yang cerdas. Bahkan berhasil menjadi pembangun peradaban Emas dari masa ke masa.
Dengan adanya sistem pendidikan yang baik, ekonomi yang stabil, dan lingkungan yang kondusif, anak-anak dapat tumbuh menjadi pemimpin masa depan yang berkompeten dan memiliki kepribadian yang baik. Oleh karena itu, Khilafah dapat menjadi contoh bagi sistem pemerintahan lainnya dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera dan maju. Sistemnya mampu melahirkan generasi-generasi yang berprestasi dan menjadi pelopor dalam membangun peradaban yang gemilang dari masa ke masa.
Dengan demikian, Khilafah dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini terutama masalah anak anak palestina. Setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya khilafah. Kelak seluruh kaum muslim memiliki hujjah bahwa mereka tidak diam dan berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh zionis dan sekutu-sekutunya. [WE/IK].
Views: 0
Comment here