Opini

Anak Gugat Orang Tua, Cermin Hilangnya Moral Generasi Sekuler

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Rayani Umma Aqila

Wacana-edukasi.com— Heboh beberapa waktu yang lalu, di kota Bandung beredar kabar seorang anak menuntut orang tua kandungnya sendiri yaitu ayahnya dengan gugatan sebesar Rp. 3 miliar. Gugatan diajukan agar berakhir dan berujung pada pengadilan dan jeruji besi. Diketahui Deden anak yang telah tega menggugat ayah kandungnya sendiri yaitu Koswara (85 tahun) ke Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung. Pikiran Rakyat ( 20 Januari 2021).

Selain itu, pada ayahnya yang tergugat, Koswara yang digugat oleh anaknya Deden diharuskan untuk membayar Rp.3 miliar serta ganti rugi bahan bangunan sebesar Rp20 juta. Gugatan ini diajukan oleh si anak Deden karena dirinya beranggapan telah menyewa sebagian tanah milik kakeknya atau ayah dari bapak kandungnya yaitu Koswara di Cinambo. Selain merasa telah menjadi milik dalam perjanjian sewa, Deden telah mendirikan toko kelontong untuk kebutuhan hidup dengan berjualan di tanah tersebut.

Pada awalnya permasalahan ini sendiri diketahui bahwa Koswara yaitu bapak dari Deden sendiri dan saudara – saudara Koswara yang lain ingin menjual tanah tersebut, sehingga meminta Deden untuk menutup warungnya. Koswara sendiri memiliki enam anak. Anak yang pertama bernama Imas, Deden anak kedua, Masitoh anak ketiga, Ajid anak keempar, Hamidah anak kelima, dan Muchtar anak keenam.

Bersama dengan kakaknya Masitoh mendampingi Deden, kakaknya untuk menggugat tanah waris milik ayahnya. Namun kemudian Masitoh meninggal karena penyakit jantung pada Senin (18/1/2021). Permasalahan ini pun menyedot perhatian anggota dari komisi DPR Dedi Mulyadi, dengan mengunjungi kakek renta tersebut yang dituntut anaknya sendiri. Menurut Dedi Mulyadi, Koswara sang ayah telah mengalami tekanan kejiwaan yang berat.

Sebab, harapan dan tujuan kakek tua renta itu tak lebih hanya sekadar menjual tanah lalu kemudian membangun rumah juga diberikan dan dibagikan kepada seluruh anak-anaknya. Dedi Mulyadi sendiri sangat menyayangkan dan heran atas perilaku anak – anak Koswara yang tuntutannya mengarah ke warisan padahal orang tuanya belum meninggal. Sungguh begitu miris tiap hari ada saja perseteruan antara orang tua dan anak yang banyak terjadi dan kasus – kasus yang sama. Ini semua tak lepas dari tertanamnya nilai – nilai pemikiran kapitalisme yang menilai semuanya dari aspek materi yang pada akhirnya menjauhkan hubungan dalam keluarga.

Inilah potret keluarga korban kapitalisme. Orientasi materi menjadi pertimbangan utama, tidak faham hukum syariat dan moralitas hilang. Karena materi, hingga menjadikan hubungan keluarga bukan berdasarkan kasih sayang, menghormati, dan peduli. Sistem materialistik ini pun menjadikan hubungan antara orang tua dan anak diukur berdasarkan untung rugi atau asas manfaat. Sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan atau sekuler menjadikan gugatan sah dilakukan oleh siapa saja dan kepada siapa saja termasuk pada orang tua sendiri. Bahkan, menggugat adalah hak kebebasan individu yang dilindungi undang-undang. Akibatnya manusia dalam sistem ini berbuat sesuka hati tanpa memedulikan benar dan salah. Tak ada rasa hormat, menyayangi apalagi melindungi orang tua yang jasanya begitu besar bagi kehidupan anak.

Sungguh, keharmonisan keluarga telah dihancurkan oleh sistem ini. Orang tua yang seharusnya disayangi dan diperlakukan baik terlebih di masa tuanya justru diperlakukan buruk. Padahal berbakti kepada orang tua adalah kewajiban setiap anak. Maraknya prilaku buruk atau amoral anak kepada orang tua adalah akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang berprinsip kebebasan dan mengacu pada materi hingga dengan banyaknya materi dipandang satu – satunya sebagai sumber kebahagiaan.

Sistem kapitalisme lebih fokus memperbanyak materi dan mendidik anak dengan cita-cita materialistik sehingga kosong dari upaya memahamkan syariah Islam kaffah termasuk adab atau akhlak, Islam datang dengan seperangkat pengaturan dengan melibatkan peran keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan peran pertama yaitu keluarga dengan pembentukan kepribadian Islam dan generasi adalah Tanggung jawab pada ke tiganya.

Dengan memahamkan bahwa anak adalah anugerah dari Allah SWT, serta amanah titipan paling berharga yang harus dijaga, dirawat, dan dididik agar menjadi hamba yang bertakwa. Pemahaman ini harus dimiliki oleh setiap keluarga muslim. Sehingga, anak-anaknya menjadi generasi yang memiliki keinginan kuat, berkepribadian Islam, berperilaku sesuai adab Islami. Tidak hanya itu, dalam setiap langkah – langkahnya Islam mewajibkan orang tua khususnya Ibu, untuk menjadikan pembinaan dan pendidik generasi dalam keluarga.

Fungsi Ibu sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama yang menanamkan keimanan yang kuat pada anak – anaknya. Menanamkan ketaatan pada Allah SWT dan Rasulullah. Dari Anas ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda” Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka ( HR. Ibnu Majah ). Kedua peran masyarakat dalam amar makruf nahi mungkar akan senantiasa menciptakan dan menjaga ketakwaan di antara mereka. Jika ada yang berbuat tidak sesuai syariat ,akan muncul aktivitas saling menasehati agar berjalan diatas kebenaran termasuk berbakti kepada orang tua.

Inilah masyarakat Islami yang didambakan. Begitu juga dengan peran Negara, pembentukan kepribadian kepada generasi menjadi tanggung jawab Negara melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Negara harus bertanggung jawab memberikan kurikulum pendidikan yang mencetak individu bertakwa dan berperilaku sesuai syariah Islam. Semuanya ini hanya terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 28

Comment here