wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Jika terjadi kenaikan harga pangan, maka kampus pertanian menjadi sasaran yang dilemparkan batu. Mempertanyakan kemana sarjana pertanian yang tidak terjun dan turun ke bidang pertanian. Jika terdapat suatu komoditas pangan yang langka, maka kampus pertanian juga menjadi sasaran kambing hitam, semua berteriak memanggil kampus pertanian untuk mengatasi kelangkaan, menyuruh dosen berinovasi dan mahasiswanya terjun ke pertanian.
Begitulah siklus dan dramatisnya pangan yang terjadi di negara Indonesia. Rakyat dan bahkan pemimpinnya menyerahkan masalah pangan ke kampus pertanian. Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo melakukan Orasi Ilmiahnya di Institut Pertanian Bogor (IPB University) yang merupakan kampus pertanian terbesar di Indonesia. Dalam orasinya Joko widodo menyampaikan, “Urusan pangan ini kita serahkan ke IPB, InsyaaAllah rampung, saya tunggu” ujarnya.
Pelimpahan tugas krisis pangan kepada kampus pertanian adalah bentuk kegagalan berpikir (logical fallacy) yang ditumbuhkembangkan di tengah masyarakat. Akhirnya masyarakat dibuat buta terhadap siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas pangan nasional. Jelas, kampus pertanian sampai kapanpun tidak akan bisa menyelesaikan masalah pertanian. Kampus pertanian, hanya bisa berinovasi dan menawarkan solusi, tapi eksekusi atas inovasi dan solusi tersebut hanya dapat dilakukan oleh negara.
Apabila ditelisik secara seksama maka akan dipahami bahwa tidak ada korelasi antara krisis pangan dengan kampus pertanian. Maka krisis pangan yang terjadi di suatu negara bukan karena kampus pertaniannya, melainkan karena kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya. Lagi pula krisis pangan adalah masalah global bukan lokal yang hubungannya bukan saja terbatas regional melainkan kinerja antarnegara.
Mengapa krisis pangan terjadi? Bukankah karena lemahnya peran negara dalam mengatur pangan sehingga bisa mandiri? Jika dikupas, maka ketidakmandirian atas pangan adalah hasil dari kebijakan negara yang menggantungkan produk impor untuk memenuhi permintaan. Bukankah kampus pertanian tidak bisa mengizinkan impor? Impor jelas adalah keputusan negara yang terimplementasi menjadi efek domino bagi hal lainnya.
Jika IPB ditekankan untuk membuat inovasi yang berlimpah sekalipun, maka kemana negara melakukan implementasi atas inovasi tersebut? Negara tidak mengambil inovasi itu dan justru menyerahkannya pada korporasi yang mampu membeli. Akhirnya, pengabdian penelitian yang seharusnya untuk rakyat harus ternodai dengan teralihkannya terhadap siapa yang mampu membeli hilirisasi inovasi tersebut.
Inilah mengapa sudah saatnya mewaraskan pemimpin agar menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sampai kapanpun persoalan ketersediaan pangan bukan menjadi tanggung jawab kampus pertanian. Krisis Pangan bukan disebabkan oleh tidak adanya inovasi. Krisis pangan hadir sebab kelalaian negara yang tidak memperhatikan pangan dengan baik.
Haufram Hash (Alumni IPB)
Views: 15
Comment here