Oleh: Galuh Metharia (Aktivis Muslimah DIY)
wacana-edukasi.com– Sepanjang awal bulan November 2021 hingga hari ini, masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang terendam banjir. Salah satunya yakni Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Akibatnya ada 12 kecamatan terendam air setinggi kurang lebih 3 meter. Begitu pun di wilayah lainnya seperti Alor, NTT; Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan; Kabupaten Bogor, Bandung, Sumedang, Jawa Barat; Gorontalo dan beberapa wilayah lainnya.
Dilansir dari laman resmi BMKG, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyampaikan peringatan untuk mewaspadai adanya fenomena La Nina menjelang akhir tahun dan diperkirakan akan melanda wilayah Indonesia hingga bulan Februari 2022. Dwikorita juga menyampaikan dampak dari fenomena La Nina ini menyebabkan terjadi peningkatan curah hujan bulanan berkisar 20-70% diatas normalnya. Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada pemerintah daerah, masyarakat, dan semua pihak terkait untuk bersiap melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana hidrometeorologi tersebut (bmkg.go.id, 18/11/2021).
Hingga hari ini, permasalahan banjir memang masih menjadi PR besar di Indonesia. Dan seharusnya ini bukan hanya tugas pemerintah daerah saja, namun juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat tentunya. Nyaris setiap memasuki musim penghujan berbagai wilayah di Indonesia dilanda banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Penyebabnya pun sangat umum yakni curah hujan yang tinggi atau problem iklim yang tidak bersahabat. Dan fenomena La Nina selalu menjadi bahasan utama. Lalu, benarkah bencana yang terjadi ini lantaran adanya fenomena perubahan iklim saja atau adakah peranan manusia yang memperparah kondisi tersebut?
Peningkatan Arus Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan Kian Masif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat menyoroti banjir yang terjadi ini akibat meluasnya lahan yang terdegradasi. Kepala Divisi Kajian dan Kampanye WALHI Kalimantan Barat menyatakan perlu adanya upaya antisipasi dan deteksi risiko bencana ekologis. Seharusnya ini menjadi teguran keras alam untuk kita semua terutama pemerintah.
Tidak bisa dipungkiri, arus deforestasi dan alih fungsi lahan akibat pembangunan yang masif di Indonesia terutama pada area penyangga air terbilang sangat tinggi. Data dari Greenpeace Indonesia menyebutkan selama periode 2003-2011, hutan yang hilang mencapai 2,45 juta hektar. Dan meningkat pada periode 2011-2019 menjadi 4,8 juta hektar. Bahkan menurut Global Forest Watch, Indonesia telah kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara 2002 sampai 2020. Dan menjadi salah satu dari lima negara yang paling banyak kehilangan hutan selama dua dekade terakhir (bbc.com, 20/11/2021).
Bencana dan Bahaya Ekologis Mengancam Indonesia
Jika kita amati dan telisik persoalan banjir, longsor dan bencana alam lainnya hanyalah efek dari pembangunan kapitalistik yang jor-joran. Adapun pembangunan yang dilakukan tak ramah lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kebijakan yang dibuat hanya menguntungkan para kapitalis, sementara manusia dan alam sekitarnya terkena imbasnya. Ditambah lagi dengan disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR-RI dan atas persetujuan Presiden Joko Widodo justru dinilai memicu kerusakan lingkungan. Nyatanya eksploitasi sumber daya alam (SDA) terus saja berjalan tanpa kendali.
Sampai saat ini, belum ada solusi yang mampu mengatasi kerusakan alam. Dan selama yang mendasari kebijakan masih disetir oleh paham atau ideologi kepitalisme sekuler, maka sulit problematika seperti ini bisa diselesaikan hingga akarnya. Sistem kapitalisme hanya bertumpu pada keuntungan penguasa dan para pengusaha atau pemilik modal saja. Kebijakan yang dibuat justru seolah membuka ruang bagi para pengusaha kapitalis merusak lingkungan secara legal. Lalu, adakah solusi yang mampu menyelesaikan masalah lingkungan secara menyeluruh?
Hanya Aturan Islam yang Memberi Aturan Komprehensif
Satu-satunya cara untuk memecahkan masalah lingkungan dan masalah global lainnya harus dilakukan dengan pemecahan yang bersifat global pula. Yaitu dengan menolak dan menghilangkan penyebab yang sebenarnya yakni sistem yang tidak manusiawi serta menggantinya dengan sistem yang menjaga kedamaian dan ketenangan umat. Islam memandang bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan sebagai satu kesatuan yang saling terikat dan tidak bisa dipisahkan. Ajaran Islam juga memerintahkan manusia untuk menjaga dan mengelola alam dengan baik. Larangan merusak alam dan lingkungan juga merupakan perintah dan tugas seorang hamba Allah swt. yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al A’Raaf ayat 56:
“Dan janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
Dalam penerapannya sistem Islam tidak dapat terlepas dari 3 pilar penting, yakni individu, masyarakat, dan peran negara. Dalam ranah individu, Islam mengatur dan mengajarkan hukum syariat tentang menjaga, mengelola dan beraktifitas dengan alam atau lingkungan. Begitu pun pada lingkup masyarakat, masyarakat Islam memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang bersumber pada akidah Islam. Sementara kepada pemerintah, Islam menetapkan fungsi negara sebagai pengatur dan penjaga, dengan mewajibkan pemimpinnya menerapkan aturan Islam secara kafah. Dari segi kerohanian, seorang pemimpin (Khalifah) tidak hanya bertanggung jawab atas rakyatnya, namun juga memiliki kesadaran akan ada pertanggungjawaban kepada Al Khaliq, Pemilik Semesta Alam yakni Allah Ta’ala.
Dalam sistem pemerintahan Islam mengategorikan hutan sebagai kepemilikan umum, sehingga tidak boleh diprivatisasi dan dikuasai oleh individu atau pihak swasta. Sedangkan negara hanya berperan sebagai pengelola dan mengembalikan kebermanfaatannya pada umat. Dalam implementasinya, negara Khilafah akan merancang pembangunan dan tata ruang kota yang ramah lingkungan. Tentunya perencanaan pembangunan dilakukan dengan rinci dan serius, disamping memperhatikan penjagaan alam, lingkungan dan masyarakat sekitanya juga memperhatikan aspek keamanan dan pertahanan dari serangan atau ancaman luar.
Dalam sistem sanksi, Islam akan memberlakukan sanksi yang tegas bagi siapapun yang melanggar hak umat, mencemari, merusak lingkungan serta yang menimbulkan kemudharatan. Sehingga akan mampu menekan dan meminimalkan pelanggaran yang terjadi.
Sungguh, dengan penerapan aturan Islam secara kafah dan dorongan spirit ketakwaan dipastikan akan mendatangkan kehidupan yang penuh berkah dan mencegah bencana yang terjadi. Oleh karena itu, inilah waktunya kembali ke jalan Allah Swt. Segera terapkan syariat Islam dalam naungan Khilafah yang dapat menjauhkan manusia dari bencana di dunia maupun di akhirat.
Allah swt. berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’Raaf:96)
Wallahu a’alam bish shawab.
Views: 7
Comment here