Opini

Ancaman Krisis Moral Generasi Muda

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Galuh Metharia

(Aktivis Muslimah DIY)

wacana-edukasi com– Sungguh memilukan, berita kerusakan moralitas para generasi muda terus membanjiri suara harian akhir-akhir ini. Satu kasus belum terselesaikan sudah muncul deretan kasus amoral baru yang semakin mengiris hati. Bagaimana tidak, baru-baru ini seorang anak Sekolah Dasar (SD) yang berusia 11 tahun tega memperkosa teman bermainnya yang masih berusia 7 tahun. Peristiwa tersebut terjadi di Nganjuk, Jawa Timur. Aksi bejat itu dilakukan di lapangan sepi. Saat mereka sedang berdua, pelaku tiba-tiba menendang kepala korban dari belakang hingga korban jatuh tersungkur dan pingsan. Pada saat itulah pelaku menyetubuhi korban (iNewsJatim.id, 24/09/2022). Sungguh inilah salah satu fakta yang sangat memprihatinkan.

Penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia memang semakin meluas. Mulai dari perkelahian dan tawuran antar pelajar, perilaku seks bebas, pemerkosaan, pembunuhan, gaya hidup yang tak beraturan merupakan beberapa bukti kemerosotan moralitas anak bangsa saat ini. Di kalangan pejabat pun tak kalah mirisnya, praktik korupsi terus menggunung, kebijakan mencekik rakyat terus dipertontonkan, bergaya hidup hedonis, dan minim empati. Bisa dibayangkan jika para pemuka dan pemangku jabatan saja tidak bisa dijadikan teladan, lalu ke manakah anak bangsa akan mencari sosok keteladanan?

Sudah bukan rahasia jika krisis moral generasi muda saat ini sedemikian merebak hingga pada taraf yang mengenaskan. Fenomena seks bebas di kalangan remaja semakin terang-terangan, bahkan sudah menjurus pada tindak kekerasan seperti pemerkosaan. Lebih parahnya lagi, kasus di atas dilakukan oleh anak-anak. Sungguh ironis memang, generasi muda yang dijuluki sebagai agen perubahan masa depan bangsa justru malah sebaliknya bak bumerang yang menghancurkan.

*Buah dari Sistem Buatan Manusia*

Kerusakan generasi muda ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor. Penyebabnya kompleks, saling terkait dalam sebuah sistem. Di dalamnya mencakup faktor keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara.

Keluarga memang memiliki peran penting dalam membentuk moral anak, khususnya orang tua. Namun, nyatanya benteng keluarga dalam sistem kapitalis sekuler saat ini sangat rapuh. Kesulitan ekonomi dan kesibukan orang tua untuk memenuhi kebutuhan membuat rumah kering kasih sayang, sehingga anak-anak di dalamnya mencari perhatian ke luar rumah, di tengah-tengah pergaulan dan lingkungan sekitar juga dunia maya. Dari fungsi mendidik pun telah tergantikan oleh tontonan televisi, media sosial, dan internet. Mereka lebih terobsesi dengan pemahaman liberalisasi yang terus ditebar kaum Barat. Gaya hidup westernisasi, kebebasan yang mengajarkan para generasi muda bebas berpikir, berekspresi, dan bertingkah laku.

Dari faktor sekolah, kurikulum pendidikan liberal menjadikan para pelajar kering dari nilai moral dan akhlak. Paham sekularisme yang menjauhkan agama dari aspek-aspek kehidupan pun ikut berperan besar di dalamnya. Pencapaian pendidikan dalam sistem saat ini hanya bersifat materialistik seperti prestasi, kecerdasan, kekayaan, dan sebagainya.

Tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat saat ini. Mereka cenderung apatis, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Banyak juga kalangan yang mempertanyakan tanggung jawab dan peran negara dalam menyelesaikan masalah krisis moral generasi muda.

Memang benar, negara dalam hal ini memiliki peran penting. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan kekuasaan sudah seharusnya mengambil langkah untuk mencegah kemerosotan moral yang lebih parah. Sayangnya, saat ini negara seakan tidak serius menyikapi persoalan amoral generasi bangsa. Alih-alih memperkuat dasar pendidikan dengan nilai-nilai agama yang benar justru pemerintah mengadopsi program deradikalisasi dan moderasi beragama untuk pelajar. Harusnya di tangan penguasa juga mempunyai wewenang untuk memblokade masuknya konten-konten atau tontonan yang mengandung pornoaksi dan atau pornografi yang jelas merusak pemikiran dan moral anak bangsa.

Negara adalah benteng sesungguhnya. Namun, dalam sistem liberalisme, fungsi negara sebagai pelindung hampir tidak ada. Dengan jargon kebebasan, negara tidak bisa mengekang rakyatnya, sehingga seks bebas, pergaulan bebas, pornoaksi dan pornografi menyebar begitu luas di tengah masyarakat. Atas nama hak asasi manusia, negara juga tidak bisa memberi hukuman tegas kepada para pelaku kejahatan. Maka, tidak mengherankan jika kasus amoral masih terjadi dan terus terulang.

*Kembali Pada Sistem Tuntunan Illahi*

Ancaman krisis moral generasi muda hanya bisa diatasi dengan perubahan sistemis. Meninggalkan sistem yang rusak dan kembali pada sistem yang benar. Jika penerapan sistem liberalisme sekuler saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya tindakan amoral pada generasi muda, maka sudah selayaknya sistem ini di buang jauh-jauh. Tatanan semua aspek kehidupan harus dikembalikan pada syariat. Hanya dalam sistem Islam, negara menaungi dan menjaga generasi muda sesuai fitrah.

Islam memiliki sejumlah aturan yang komprehensif. Pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam mampu menjadi benteng setiap individu dari kemaksiatan. Negara dalam sistem Islam menerapkan kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam, sehingga melahirkan individu yang bertakwa. Dari aspek sosial, negara juga mengatur sistem pergaulan dan interaksi antara perempuan dan laki-laki sesuai ketentuan syariat.

Serangkaian aturan dalam sistem Islam merupakan bentuk penjagaan terhadap generasi penerus yang sudah terbukti selama ribuan tahun dengan sepenuh hati. Kegemilangan sistem Islam dalam naungan Daulah Islamiyah memang tidak diragukan lagi. Namun, sejak sistem khilafah telah tiada, penjagaan itu lambat laun menghilang. Alhasil, setiap individu, keluarga, dan masyarakat berjuang sendiri melawan arus zaman yang terus menggerus nilai-nilai Islam.

Wallahu A’lam Bish Shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 177

Comment here