Opini

Anggaran Besar, Tapi Makanan Narapidana Minimalis

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Eki Efrilia

wacana-edukasi.com, OPINI-– Dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang  Pemasyarakatan pada poin 4 dinyatakan bahwa narapidana atau tahanan memiliki hak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan makanan yang layak sesuai nilai gizi. Sayangnya ketentuan tersebut kurang diterapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cikarang, Kabupaten Bekasi. Hal ini terungkap saat salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Cikarang yang mengungkap bahwa lauk pauk yang disediakan oleh Lapas tersebut sangat minimalis alias tidak memenuhi nilai gizi. Menurut LSM ini, pihak lapas selain menyediakan nasi, mereka hanya memberi tahu 2 potong, telur rebus setengah dan kadang ikan asin yang sudah tidak layak konsumsi.

LSM tersebut juga menyampaikan bahwa untuk lapas kelas IIA Cikarang, negara memberikan dana konsumsi narapidana yang cukup besar, diambil dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Seperti pada tahun 2023 saja dana konsumsinya sebesar Rp 12.219.470.000,- dan untuk tahun ini dianggarkan sebesar Rp 11.439.330.000,-. [Beritabekasi.co.id, 13 Maret 2024]

Ini mengindikasikan ada dugaan kuat dari sekelompok masyarakat bahwa kinerja lembaga plat merah ini tidak sesuai dengan perundangan yang ada, dalam kasus ini adalah permasalahan pemakaian dana negara yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu yang harusnya mereka berkewajiban untuk memenuhi nilai gizi narapidana, tapi itu tidak mereka lakukan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam Kapitalisme, banyak manusia yang akhirnya bersikap kikir kepada manusia lain, bahkan tidak takut melakukan  korupsi untuk menghantarkannya kepada kekayaan melimpah. Meskipun peraturan perundangan sudah mengatur tentang apa yang harus diperbuatnya, tapi ia berani untuk melanggarnya, asal ia bisa ‘bermain cantik’ alias pandai menutupi kemaksiatan yang ia perbuat, maka ia akan berjalan terus sampai mendapatkan yang ia inginkan.

Sayangnya, seperti kata pepatah sepandai-pandainya tupai melompat maka ia akan jatuh juga, begitu pula bagi orang-orang yang berani melakukan korupsi ini, banyak sekali yang akhirnya masuk penjara karena ketahuan korupsi. Seperti yang terjadi tahun lalu, ada 344 pimpinan dan anggota DPR serta DPRD yang melakukan tindak pidana korupsi, di dalamnya juga tercatat ada Ketua DPR dan Ketua DPRD. Ada juga 38 menteri dan kepala lembaga yang sudah dibui karena kasus yang sama. Demikian juga dengan 24 gubernur dan 162 bupati dan walikota, 31 hakim konstitusi dan 8 komisioner yang menjadi komisioner di KPU (Komisi Pemilihan Umum), KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dan KY (Komisi Yudisial). Selain itu juga ada dari swasta yang tertangkap dengan jumlah 415 orang dan 363 orang dari birokrat. [Infobanknews.com]

Semua itu juga ciri khas dari Kapitalisme, yaitu aturan itu dibuat untuk dilanggar. Contoh nyatanya seperti yang banyak terjadi, birokrat adalah pembuat kebijakan, tapi ia juga yang melanggarnya demi memuluskan kepentingannya, terutama untuk memperbanyak cuan yang masuk kantongnya. Naudzubillahi min dzalik

Jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masa peradaban Islam, seperti pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, di mana beliau pada awal kepemimpinannya dengan lantang menyeru kepada rakyatnya,”Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”. Kemudian ada satu orang laki-laki berdiri dan dengan lantang pula menjawab seruan khalifah,”Kalau begitu, demi Allah, aku akan meluruskanmu dengan pedang ini.” Bukannya tersinggung, Khalifah Umar amat bergembira mendengar jawaban dari salah seorang rakyatnya ini. Seperti inilah selayaknya seorang pemimpin itu, ia akan berdiri di atas kebenaran Islam dan minta diingatkan apabila ia melenceng dari ajaran Allah. Maa Syaa Allah.

Dalam ajaran Islam, seorang pemimpin adalah pengayom rakyat dan bukan penipu rakyat seperti para koruptor yang ada saat ini. Ia mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur dan tidak memanfaatkan posisinya yang tinggi untuk kepentingan pribadinya.

Seperti sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam berikut ini:
“Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga”
(HR Bukhari-Muslim)

Begitu mulianya aturan-aturan Islam apabila kita resapi nash-nash di atas, sayangnya aturan-aturan ini sekarang tidak bisa ditegakkan karena ketiadaan kekhilafahan Islam. Alhasil, umat saat ini merugi, karena banyak penderitaan akibat mereka seperti menjauhi hukum yang telah ditetapkan Al Khalik.

Tidak ada yang bisa dilakukan kaum muslimin saat ini kecuali bersatu untuk menegakkan asma Allah di muka bumi. Caranya adalah dengan berdakwah secara jama’i untuk mengembalikan kehidupan Islam, seperti yang termaktub dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 104 sebagai berikut:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Wallahu’alam bishshowwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here