Oleh Afifah, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kepala Badan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu, mengungkapkan ) bahwa Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Menurutnya angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir.
Pemerintah juga menyatakan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024 (Maret 2023: 0,388). Level tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024. (https://www.menpan.go.id)
Pejabat pemerintah mengklaim kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Apakah realitas di lapangan menunjukkan kemiskinan memang menurun?
Padahal faktanya saat ini rakyat menghadapi marak terjadi PHK di mana-mana, mahalnya harga barang-barang kebutuhan pokok, dan daya beli masyarakat menurun. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka. Mengapa kondisi paradox ini bisa terjadi?
Persoalan kemiskinan merupakan persoalan sistemik. Tingginya angka kemiskinan ini terjadi akibat dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Sistem ini meniscayakan peran negara hanya sebagai regulator, sehingga menjadikan nasib rakyat cenderung diabaikan sementara pengusaha/korporasi dianak emaskan. Akibat penerapan sistem kapitalisme ini malah membuat ketimpangan yang lebar dan kesenjangan kekayaan yang cukup besar di tengah masyarakat. Sistem ini justru yang melahirkan kemiskinan struktural di tengah masyarakat dan terbukti gagal mewujudkan kesejahteraan umat .
Solusi pragmatis yang diberlakukan negara dalam sistem ini dengan memberikan bansos sejatinya hanya solusi tambal sulam yang tidak mampu menuntaskan masalah kemiskinan. Lebih-lebih angka kemiskinan bisa bertambah angkanya karena kebijakan Negara yang membebani rakyat seperti menaikkan harga BBM dan pemungutan berbagai jenis pajak, Bansos yang ada bahkan tidak mampu menutupi beban kebutuhan yang harus ditanggung rakyat sepertinya kebutuhan pokok dan biaya BPJS kesehatan yang mahal. Oleh karena itu, jika kita mau menuntaskan masalah kemiskinan ini tidak akan cukup hanya dengan solusi pragmatis, justru kita perlu solusi sistemik.
Islam memiliki mekanisme yang hakiki dan sistemik untuk mengentaskan kemiskinan dan menjadikan negara sebagai pihak yang memiliki peran sentral untuk menyelesaikannya sehingga rakyat keluar dari kemiskinan dan bangkit menjadi sejahtera. Islam menetapkan negara sebagai pelayan dan pengurus rakyat (raa’in) yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakaannya. Mekanisme Negara Islam dalam mengentaskan kemiskinan sesuai dengan tuntunan syariat.
Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Secara individu, syariat Islam mewajibkan laki-laki muslim untuk mencari nafkah (bekerja). Kaum lelaki yang diperintahkan untuk menjamin kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan tempat tinggal bagi diri dan orang yang menjadi tanggungan mereka secara makruf. Para ayah dan suami, juga anak lelaki wajib memenuhi kebutuhan mereka. Mereka haram menelantarkan anggota keluarga yang menjadi tanggungan mereka.
Untuk memastikan agar para laki-laki mampu menafkahi diri dan keluarganya, maka negara dalam Islam akan menyediakan/menjamin lapangan pekerjaan bagi para laki-laki agar dia bisa bekerja. Negara juga akan membekali para pekerja dengan skill/keterampilan yang dibutuhkan dan memberikan bantuan modal usaha secara percuma tanpa utang berbunga bagi rakyat untuk bisa mengelola usahanya.
Ini bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara juga wajib memastikan distribusi barang kebutuhan pokok merata, memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, baik dengan harga yang terjangkau, dan atau memberi mereka secara cuma-cuma, terutama warga yang lemah/tidak mampu. Syariat meniscayakan harta zakat di kelola oleh Negara, dan negara wajib membagikan/mendistribusikannya kepada 8 golongan diantaranya orang fakir dan orang miskin.
Negara Islam menerapkan sistem ekonomi Islam, yang menjamin pengelolaan kepemilikan umum berupa sumber daya alam (SDA) termasuk tambang yang melimpah wajib dikelola negara, haram dikelola dan diserahkan kepada swasta (asing). Dengan negara yang mengelola SDA itu maka negara akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak bagi laki-laki warga negara yang membutuhkan pekerjaan.
Hasil pengelolaan kepemilikan umum tersebut akan riil dipergunakan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara baik dengan cara langsung bagi rakyat yang lemah (miskin) maupun tidak langsung. Dan juga negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok kolektif rakyat berupa jaminan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan/pengobatan yang berkualitas dan gratis bagi setiap warga negara.
Strategi pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat tak akan dapat terwujud melainkan hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah oleh Negara (khilafah). Penerapan Islam kaffah oleh negara adalah satu keniscayaan jika kita mau menyelesaikan problem kemiskinan ini. Negara khilafah inilah yang kita butuhkan saat ini yang mampu memberi solusi atas setiap masalah rakyat termasuk masalah kemiskinan ini secara tuntas dan akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara merata. Wallahu a’lam
Views: 20
Comment here