wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Fenomena rabies di Kalimantan Barat belum sepenuhnya teratasi. Menurut laporan, seorang gadis berusia 7 tahun asal Sejagan Dusun, Desa Tah, Kecamatan Meranti, Kabupaten Landak meninggal dunia pada tanggal 1 Mei 2024 akibat penyakit rabies vektor (HPR). Sebelumnya, pada 25 April 2024, seorang bocah lelaki berusia 11 tahun asal Desa Hilir Kantor, Kecamatan Ngaban, Kabupaten Landak, juga dikabarkan meninggal dunia karena tertular rabies pada gigitan anjing November 2023 (pontianak.tribunnews.com,02/5).
Anggota DPRD Kalimantan Barat Suriansha mengatakan sampai saat ini, belum ada vaksin yang efektif melawan rabies. Orang yang terinfeksi rabies biasanya meninggal dalam beberapa hari. Otoritas setempat bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan memusnahkan hewan yang didiagnosis rabies. Oleh karena itu, penyakit ini tidak dapat menular ke hewan atau manusia lain. Siapapun yang terjangkit rabies tentunya harus mendapat pengobatan yang maksimal untuk meminimalisir dampaknya.
Virus Rabies padahal sangat berbahaya, dapat menyerang sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan penyakit bahkan bisa mengakibatkan kematian. Sementara Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan saat ini mengklaim sudah fokus dalam upaya pengendalian rabies di beberapa wilayah di Indonesia. Strategi pengendalian rabies saat ini yaitu vaksinasi yang merupakan alat utama dalam pengendalian, dituangkan dalam Masterplan Pemberantasan Rabies di Indonesia.
Pada tahun 2023, alokasi vaksin rabies sebanyak 198.700 dosis atau senilai Rp. 6,92 Milyar secara nasional, dengan alokasi vaksin rabies untuk Bali mencapai 15,1% stok nasional atau sebanyak 30.000 dosis. Selain itu pemerintah juga terus melakukan pengawasan lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) antar wilayah, mendorong pembentukan kader siaga rabies di tingkat kabupaten yang dapat berperan dalam membantu pemerintah dalam upaya penyadaran masyarakat akan bahaya rabies dan pentingnya melakukan vaksinasi pada HPR.
Maka sulit difahami mengapa dengan upaya-upaya diatas, tidak dapat dilakukan upaya pencegahan yang optimal. Ijin warga dalam memelihara hewan anjing dll yang rentan mengidap virus rabies. Jika pun berada di tengah pemukiman muslim maka seharusnya ada penataan dalam melepasnya di fasilitas umum agar air liur, kotoran dan gigitan tidak mengganggu orang lain. Apalagi anak-anak yang mungkin tidak memiliki pengetahuan untuk bertahan atau melawan. Adanya peliharaan rumahan seharusnya dilaporkan dan selalu dipantau kondisi kesehatannya, tentu untuk kesehatan pemilik hewan itu juga pastinya.
Maka sulit optimalisasi upaya itu kita temukan jika sistem kapitalis di Indonesia ini hanya ingin memudahkan saja dengan proyek vaksinasi semata tanpa memperketat penanganan faktor utama masalahnya yakni keberadaan hewan-hewan ini yang seharusnya diatur secara tepat, lebih baik lagi memperhatikan bagaimana Islam mengaturnya. Agar tidak ada nyawa yang terbuang sia-sia, terluka atau terkontaminasi virus tersebut.***
Yeni
Pontianak-Kalbar
Views: 13
Comment here