wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Sepulang dari melakukan tugas di Eropa, Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menyampaikan “Perjalanan saya demi rakyat, 280 juta orang harus diberi makan”. Sontak saja hal ini membuahkan tanda tanya dikalangan berbagai rakyat Indonesia yang notabenenya tidak pernah merasa diberikan makan oleh Mentan.
Terdapat dua jenis strategi memberi makan yang perlu diketahui yakni: Pertama, memberi makan langsung ke perut seseorang (baik dengan cara memasak atau menyuapi). Kedua, memberikan akses sehingga seseorang mendapatkan makanan (setiap individu memiliki jangkauan untuk makan). Nyatanya, pemerintah tidak melakukan keduanya.
Jika hendak ditelusuri dengan baik, maka pangan yang hari ini terdistribusi hanya dipastikan sampai ke pasar. Bahkan impor yang hari ini dilakukan, tujuannya satu yakni memenuhi kebutuhan pasar, bukan kebutuhan rakyat. Pemerintah tidak memberi makan rakyatnya, melainkan hanya menyediakan makanan itu ada di pasar. Tidak ada jaminan setiap individu mampu mengaksesnya, karena negara tidak peduli dengan hal tersebut.
Pangan yang ada di pasar hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki uang. Jikapun petahana telah memberikan makan untuk 280 juta rakyatnya, mengapa ada yang gizi buruk dan stunting? Bukankah itu sebuah anomali nyata sebagai bukti bahwa pemimpin negara ini tidak sedang memberi makan rakyatnya.
Sebagai rakyat kita perlu mengkritisi, sebetapapun perjuangan petahana hari ini berwajah seribu untuk berkata “kami berjuang untuk rakyat”, maka semua itu layak kita pertanyakan, “rakyat yang mana yang mereka maksud?”. Justru rakyatlah yang sebenarnya berjuang untuk memberi makan mereka, dengan pajak yang dibayar oleh rakyat, dengan ekonomi yang digerakkan, dan pembangunan sumber daya manusia yang juga diupayakan. Tanpa rakyat, petahana ini tidak akan mendapatkan apapun termasuk pendapatan sebagai petahana.
Sebagai rakyat, kita perlu waras untuk melihat suatu pernyataan yang keluar dari pemerintah, sebab jika tidak waras untuk memahami maka kitalah yang akan menjadi objek seluruh tipuannya.
Haufram Al Filaha, Alumni IPB
Views: 9
Comment here