Oleh: Ledy Ummu Zaid
Wacana-edukasi.com, OPINI– Seperti ada “udang di balik batu”, keterlibatan sejumlah aparatur sipil negara (ASN) dalam kasus judi online (judol) yang baru-baru ini tengah ramai dibincangkan masyarakat, tentu memiliki motif tersendiri. Tak lain dan tak bukan, tujuannya pasti ‘cuan’ alias uang. Hari ini di tengah impitan ekonomi dan gaya hidup yang cenderung kebablasan, siapa yang tidak tergiur untuk mendapat keuntungan dengan cara yang mudah. Tak terkecuali, para ASN yang malah memfasilitasi judi, membuat pemberantasan judi hanya mimpi belaka.
Judi Telah Mendarah Daging di Masyarakat
Dilansir dari laman metrotvnews.com (03/11/2024), 16 tersangka telah ditangkap dalam kasus perlindungan judol yang ramai diberitakan media. Adapun dari 11 tersangka yang ditangkap sebelumnya, Polda Metro Jaya kini kembali menetapkan dua orang sebagai tersangka. Lagi-lagi, pegawai ASN khususnya staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terseret kedalam kasus haram tersebut.
Selanjutnya, dilansir dari laman megapolitan.kompas.com (01/11/2024), terdapat fakta yang cukup membuat jengkel. Bagaimana tidak, 11 tersangka yang ditangkap lebih awal tersebut menjelaskan telah memperkerjakan delapan operator. Mereka ditugasi untuk mengurus 1.000 situs judol agar tidak diblokir. Salah satu tersangka mengungkapkan dari 5.000 situs judol yang ada, seharusnya semua diblokir, tetapi disisakan 1.000 situs. Usut punya usut, kantor satelit yang digawangi staf ahli Komdigi tersebut mematok harga Rp 8,5 juta/situs agar tidak diblokir.
Di sisi lain, tentu banyak masyarakat yang menyayangkan hal ini. Seperti yang dilansir dari laman news.republika.co.id (03/11/2024), anggota Komisi I DPR, Farah Nahlia, mengatakan judol telah menjadi musuh bersama karena telah menyasar masyarakat hingga negara. Maka dari itu, diperlukan upaya untuk menyelamatkan peradaban bangsa. Farah pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ‘jihad berjamaah’.
Farah juga menyampaikan apresiasinya atas pengungkapan kasus judol yang melibatkan pegawai Komdigi. Menurutnya, ini menjadi bukti nyata bahwa judi telah mendarah daging di masyarakat. Tambahnya, menjadi musuh bersama negara dan peradaban, judi harus diberantas bersama. Tambahnya, judi apapun bentuknya, telah lama menjangkiti masyarakat. Adapun pelakunya dapat mengalami banyak persoalan. Tak sedikit yang terdampak keuangannya, stres, di-bully, produktivitas hidup menurun, mengalami masalah kesehatan, berhadapan dengan hukum hingga terancam hubungannya di dalam keluarga, pertemanan dan pekerjaan.
Sistem Kapitalisme Memangsa Tak Pandang Bulu
Kasus dugaan tindak pidana judol dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai Komdigi ini adalah gambaran sistem kapitalisme yang suka memangsa siapa saja dan tak pandang bulu. Pemberantasan judi yang dilakukan negara telah gagal secara telak. Bagaimana bisa, aparat yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan juga kelompoknya. Tak hanya sekali, dalam kasus kriminalitas lainnya juga kerap ditemukan aparat terlibat kasus perzinaan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pembunuhan dan lain-lain.
Keberadaan sistem hukum yang lemah menyebabkan pemberantasan judi semakin jauh dari harapan. Ibarat mimpi di siang bolong yang tak mungkin jadi kenyataan. Kondisi ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem hidup kapitalisme sekuler hari ini. Adapun individu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, karena ia telah mengindahkan aturan agama untuk mengatur kehidupannya.
Sistem Islam Mampu Memberantas Judi Hingga ke Akar
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (TQS. Al Maidah: 90).
Berdasarkan ayat tersebut, Islam jelas mengharamkan judi, dan menutup celah terjadinya judi. Apalagi judi disejajarkan dengan perbuatan meminum khamar yang sudah kita tau bahwa khamar dapat menjadi akar dari kemaksiatan seseorang. Maka, berjudi itu sama saja akan mendatangkan kemudhorotan yang lain. Oleh karena itu, pemberantasan judi dalam Islam memerlukan mekanisme tiga pilar.
Pertama, ketakwaan individu sangat ditekankan. Setiap individu rakyat akan mendapat pendidikan berbasis akidah Islamiyah dan kasih sayang dalam ruang lingkup keluarga pun terpenuhi dengan baik. Kedua, kontrol masyarakat untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah dari keburukan) tentu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Terakhir, adanya penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara. Dalam negara Islam atau Daulah Islamiyah, akan diberlakukan sanksi tegas yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal judi ini, sanksi yang diberikan berupa ta’zir. Adapun ta’zir adalah sanksi atas setiap perbuatan pidana atau kriminal sesuai syariah Islam, namun tidak ada sanksinya secara khusus dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dilansir dari laman fissilmi-kaffah.com (03/07/2024), KH. M. Shiddiq Al-Jawi menjelaskan bahwa ta’zir dapat berupa: hukuman mati, penyaliban setelah dihukum mati, penjara, pengucilan, pengasingan, hukuman cambuk dengan maksimal sepuluh kali cambukan, denda finansial, pemusnahan barang bukti kejahatan, publikasi pelaku kejahatan di media massa, nasehat, celaan atau merendahkan terpidana dengan ucapan dari hakim (Qadhi), dan sebagainya (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 157-175).
Seorang khalifah tentu akan memberi sanksi yang menjerakan bagi para pelaku judi. Karena seorang pemimpin negara wajib bertanggung jawab terhadap akidah dan kehidupan setiap individu rakyatnya.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Khatimah
Sistem Islam atau yang lebih dikenal Khilafah Islamiyah akan mendorong terbentuknya kepribadian Islam bagi seluruh rakyat, tak terkecuali para pemeluk agama lain yang tentu akan merasakan pemeliharaan dan dakwah Islam. Akhirnya, peradaban yang agung dengan individu yang amanah dan taat pada aturan Allah subhanahu wa ta’ala dapat terwujud. Masyarakat yang memiliki budaya amar makruf nahi mungkar pun hadir di tengah-tengah umat. Tidak seperti hari ini, belum diterapkannya kembali sistem Islam dalam kehidupan membuat kasus ASN memfasilitasi judi membuat pemberantasan judi hanya mimpi.
Views: 1
Comment here