Surat Pembaca

Baby Blues Tinggi, Mental Ibu Perlu Diwaspadai

Bagikan di media sosialmu

Oleh : Dwi Maria, Amd.Kep.

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Salah satu peran utama seorang ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya, perannya dalam keluarga tidak sekedar melahirkan dan merawat buah hatinya, tetapi menjadi pilar dalam pendidikan generasi selanjutnya. Untuk itu kesehatan mental ibu harus senantiasa terjaga, agar bisa menjalankan kewajibannya dengan maksimal. Karena jika kesehatan mental ibu terganggu, bisa dipastikan perannya dalam keluargapun juga akan terganggu.

Dari laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023 mengungungkapkan bahwa gangguan kesehatan mental pada kelompok ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini di Indonesia menjadi tertinggi ketiga di Asia. Di Lampung saja ada sekitar 25% wanita setelah melahirkan mengalami gangguan depresi.

Demikian juga diungkap dari hasil penelitian Andrianti (2020), 32% ibu hamil mengalami depresi dan 27% depresi setelah melahirkan. Selain itu, penelitian skala naasional juga menunjukkan 50-70% ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Fakta ini menunjukkan bahwa kesehatan mental ibu saat ini perlu diwaspadai.

Penyebab
Menurut Ketua Komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) dan psikolog Maria Ekowati, kondisi baby blues biasanya terjadi karena kondisi hormonal, meskipun perempuan sudah lama mempersiapkan diri sebaga calon ibu. Wanita yang hamil karena “kecelakaan” hingga berada dalam rumah tangga yang tidak harmonis atau mengalami KDRT lebih rentan mengalami baby blues parah. (Republika, 28-5-2023)

Terkadang, perempuan mengalam moment yang tidak mudah ketika menjalankan peran baru sebagai seorang ibu. Seringnya seorang ibu mengalami perubahan suasana hati secara drastis hingga mengalami baby blues syndrome. Baby blues syndrome adalah gangguan kesehatan mental yang dialami wanita pasca melahirkan yang ditandai dengan munculnya perubahan suasana hati, seperti cemas, sedih dan gundah secara berlebihan.

Factor penyebabnya bisa berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal adalah factor dari dalam diri ibu sendiri, seperti kesiapan seseorang untuk menjadi ibu baik mental maupun fisik. Sementara itu kondis mental dipengaruhi oleh staqofah atau ilmu yang dimiliki terkait cara pandangnya terhadap hidup berumah tangga yang berkaitan dengan cara mendidik dan merawat anak,serta segala hal terkait lainnya.

Adapun fakor eksternal merupakan kondisi diluar dirinya termasuk dukungn suami, keluarga besar dan lingkungan sekitarnya. Namun kehidupan saat ini yang dikuasai azas sekulerisme kapitalisme ini, telah mengurangi bahkan tidak memberikan support system bagi seorang ibu. System ini meniadakan peran agama dalam kehidupan, sehingga hidup hanya disandarkan pada nilai-nilai materi semata.

Ada juga faktor lain yang lebih krusial yakni kesiapan menjadi orang tua dan memikul tanggung jawab mengurus anak-anak mereka. Untuk siap menjadi orang tua, tentu tidak bisa terbentuk secara instan. Tidak cukup juga dengan melaksanaan program platihan atau pembekalan pranikah di KUA. Ada proses panjang untuk membentuk setiap perempuan siap menjadi istri dan ibu bagi anak-anak mereka, yakni melalui proses pendidikan dari usia dini hingga dewasa.

Banyaknya ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental juga disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Bagaimana ibu mau sehat mentalnya jika kebutuhan sehari-hari tak terpenuhi akibat sistem kapitalisme yang mempersulit para ayah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya?. Bahkan beberapa kasus ibu yang tega membunuh anak kerap dipicu kehidupan ekonomi yang kian berat.

Pandangan Islam
Sebenarnya kondisi baby blues syndrome bisa dicegah sejak dini, yaitu dengan menyiapkan sistem pendidikan dan support system, dalam hal ini negara sebagai pembuat kebijakan. Kurikulum pendidikan Islam sangat komprehensif dan sesuai fitrah manusia akan mampu menyiapkan setiap individu mengemban peran mulia sebagai orang tua, termasuk menjadikan ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak.
Tahapan pendidikan islam adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Tujuan dari pendidikan islam adalah untuk membentuk individu yang berkepribadian islam serta membekalinya dengan tsaqafah Islam.
Kedua, dukungan sistem politik ekonomi Islam yang menyejahterakan. Untuk menghilangkan stres karena beratnya beban hidup, negara harus mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara optimal.

Ketiga, support system berupa lingkungan sosial masyarakat yang islami dan saling peduli. Negara berkewajiban menciptakan kehidupan masyarakat yang bersih dari kemaksiatan, sehingga terwujud masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi munkar, saling menolong dan menyayangi antar sesama.

Demikianlah, rahmat syariat Islam akan tampak jika diterapkan secara kafah. Selama 13 abad Islam memimpin peradaban dunia, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh perempuan sebagai ibu tangguh, muslimah cerdas, dan mencetak generasi unggul yang saleh/salihah.

Saatnya kaum muslimin bersatu, menyamakan langkah perjuangan untuk menerapkan syariat islam kaffah yang telah terbukti mampu menyejahterakan umat lebih dari 13 abad.
Wallohu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here