Opini

Badai PHK Terus Berulang, Bukti Kegagalan Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Imroatus Sholeha (Freelance Writer)

Wacana-edukasi.com, OPINI— Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus melanda Indonesia. Satu per satu, perusahaan besar tumbang, meninggalkan ribuan karyawan tanpa pekerjaan. Beberapa perusahaan yang baru-baru ini menghentikan produksi di antaranya PT Sanken di Cikarang, Jawa Barat, serta PT Danbi Internasional di Garut, Jawa Barat. Sementara itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang pada Oktober 2024, yang berujung pada PHK massal ribuan karyawan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, mengonfirmasi bahwa karyawan PT Sritex resmi terkena PHK per 26 Februari 2025, dengan hari terakhir bekerja pada Jumat, 28 Februari. Perusahaan pun resmi ditutup mulai 1 Maret 2025.

“Jumlah karyawan Sritex yang terkena PHK sebanyak 8.400 orang. Urusan pesangon menjadi tanggung jawab kurator, sedangkan jaminan hari tua berada di bawah kewenangan BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Sumarno di Sukoharjo, Kamis, 27 Februari 2025. ( CNBC Indonesia, 2 Maret 2025).

Darurat PHK, Kapitalisme Menyengsarakan Rakyat

Tren PHK di tahun 2025 semakin mengkhawatirkan. Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah tidak hanya gagal mengatasi permasalahan ekonomi, tetapi juga memperparah krisis ketenagakerjaan. Indonesia kini berada dalam situasi “darurat PHK.” Kondisi ini tidak hanya menyebabkan lonjakan angka pengangguran, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat, karena banyak yang kehilangan sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Terlebih lagi, di bulan suci Ramadhan, harga kebutuhan pokok melonjak tajam. Kenaikan harga ini semakin menekan masyarakat yang sudah terdampak PHK. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, potensi meningkatnya angka kriminalitas pun semakin tinggi.

Sebagai respons terhadap badai PHK ini, pemerintah menerapkan kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini memberikan gaji sebesar 60% selama enam bulan dengan batas upah maksimal Rp5 juta. Namun, kebijakan ini jelas bukan solusi nyata dan tidak menyentuh akar persoalan.

Dalam kondisi ekonomi yang lesu, enam bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk mendapatkan pekerjaan baru. Di sisi lain, upah yang dijanjikan tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meningkat. Dengan demikian, JKP hanyalah solusi tambal sulam yang dibuat untuk meredam keresahan masyarakat, bukan solusi tuntas untuk mengatasi permasalahan PHK yang terus berulang.

Kapitalisme, Sistem Rusak yang Menciptakan Ketimpangan dan Kesengsaraan

Gelombang PHK yang terus terjadi di Indonesia bukan sekadar akibat faktor ekonomi global, melainkan buah dari sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme menjadikan pemilik modal sebagai penguasa sejati, sementara rakyat hanya dianggap sebagai alat produksi yang bisa dibuang kapan saja.

Dalam sistem ini, perusahaan tidak memiliki kewajiban moral atau sosial untuk menjamin kesejahteraan pekerjanya. Yang terpenting bagi mereka adalah efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan. Maka tak heran, ketika menghadapi tekanan ekonomi, solusi pertama yang diambil adalah PHK massal.

Lebih buruk lagi, pemerintah yang seharusnya melindungi rakyat justru berpihak kepada pengusaha. Alih-alih menciptakan kebijakan yang menjamin hak pekerja, penguasa malah menjadi fasilitator kepentingan pemilik modal. Ini terlihat dari berbagai regulasi yang lebih menguntungkan korporasi, seperti sistem outsourcing, upah minimum yang rendah, dan fleksibilitas PHK yang semakin mudah.

Ironisnya, meskipun negara ini kaya akan sumber daya alam, kesejahteraan rakyat tetap jauh dari kata layak. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan rakyat justru diberikan kepada korporasi asing dan segelintir elite. Sementara itu, tenaga kerja asing semakin banyak diserap, sedangkan rakyat lokal dibiarkan menganggur.

Sistem kapitalisme telah membuktikan kegagalannya dalam menciptakan kesejahteraan. Sistem ini hanya menguntungkan segelintir pemilik modal, sementara mayoritas rakyat terus hidup dalam kesulitan.

Islam Menjamin Kesejahteraan dan Lapangan Kerja

Akar permasalahan ini terletak pada penerapan sistem kapitalisme, di mana negara menyerahkan urusan ketenagakerjaan kepada swasta. Sebaliknya, Islam menjadikan negara sebagai ra’in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan masyarakat, termasuk menjamin ketersediaan lapangan kerja.

Dalam sistem Islam, kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggung jawab negara yang diatur sesuai syariat Islam. Sistem ini ditegakkan berdasarkan akidah Islam yang berasal dari Allah SWT, dengan kepemimpinan yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (H.R Bukhari Muslim)

Khilafah (negara Islam) menjamin kebutuhan rakyatnya dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ini memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup dan kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, sumber daya alam yang melimpah haram dikuasai oleh swasta maupun asing. Negara wajib mengelolanya dan mendistribusikannya untuk kepentingan rakyat, termasuk menciptakan lapangan kerja yang luas dan memadai.

Saat ini, sumber daya alam dikuasai oleh korporasi, sementara rakyat hanya menerima dampak buruknya berupa kerusakan lingkungan dan eksploitasi. Sebaliknya, dalam Islam, negara lah yang berhak mengelola sumber daya ini dan mendistribusikannya untuk kepentingan seluruh masyarakat dengan pengelolaan ini akan membuka lapangan pekerjaan yang luas.

Negara juga akan mengembangkan sektor pertanian, perdagangan, industri, dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja yang stabil. Negara memastikan bahwa rakyat memiliki akses terhadap modal, keterampilan, serta infrastruktur yang memadai. Sumber pendanaan negara berasal dari baitul mal, yang memiliki banyak sumber pemasukan diantaranya mencakup pendapatan dari sumber daya alam, tanpa bergantung pada pajak dan utang seperti dalam sistem kapitalisme.

Saatnya Kembali kepada Islam

Tanggung jawab kesejahteraan rakyat berada di tangan negara, bukan swasta. Dalam penerapan Islam secara kaffah (Khilafah), rakyat mendapatkan layanan terbaik, mulai dari jaminan kesehatan, pendidikan, transportasi, listrik, hingga BBM yang mudah dan murah. Sehingga gaji yang diperoleh rakyat dapat sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan yang juga diatur agar mudah dijangkau. Lapangan pekerjaan pun tersedia dengan luas, sehingga rakyat tidak perlu khawatir menghadapi badai PHK. Saat sistem Islam ini diterapkan, rakyat tidak lagi harus berjuang sendiri menghadapi kesulitan ekonomi.

Apalagi di bulan suci Ramadhan, umat Islam seharusnya dapat fokus beribadah tanpa dihantui oleh krisis ekonomi. Hanya dengan kembali kepada penerapan Islam secara kaffah (Khilafah), kesejahteraan sejati akan terwujud dan rakyat tidak lagi harus menghadapi badai PHK akibat sistem kapitalisme yang zalim.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here