Opini

Bagaimana Islam, Menyikapi Krisis Ekonomi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Santy Mey

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Berdasarkan pengamatan Sekda Kabupaten Bandung Cakra Amiyana, bahwa kelompok middle income (berpendapatan menengah) cukup besar yaitu sekitar 60,43% dan menurutnya dari jumlah persentase tersebut sebagian sudah terdegradasi (mengalami penurunan). Adapun, dampak dari terdegradasi secara terus-menerus terhadap industri menengah adalah daya beli masyarakat akan mengalami penurunan (Soreang, 19/09/2024).

Dengan demikian, Cakra Amiyana pun memberikan saran kepada pelaku UKM supaya meningkatkan mutu produk agar mampu bersaing di pasar global. Kemudian, para pelaku industri kecil menengah (IKM), dituntut untuk bisa bersaing dengan produk  perusahaan raksasa yang notabene pemodal besar.

Padahal kita tahu, sulit rasanya untuk bersaing dengan para pemilik modal apalagi bersaing dengan perusahaan raksasa ditengah rendahnya daya beli masyarakat. Akhirnya terjadi persaingan, yang tentunya bukan hanya kualitas tetapi harga yang mereka tawarkanpun lebih murah dari harga pasar, dengan tujuan menarik pembeli.

Sehingga nampak jelas, solusi yang diberikan hanyalah solusi tambal sulam, bahkan hal tersebut sudah biasa terjadi, negara seakan hanya berfungsi sebagai regulator, hanya memuluskan kaum berduit untuk mengeruk keuntungan sebanyak- banyaknya, tidak peduli bahkan tidak memberikan jaminan penuh untuk pelaku usaha agar bertahan, kecuali pelaku usaha tersebut kuat dalam permodalan.

Maka jelas, penurunan daya beli konsumen akan terus terjadi, karena beban secara fiskal dialami masyarakat middle income semakin berat. Tersebab, persaingan yang tidak sehat terus terjadi, produk luar negeri semakin banyak di pasaran dengan harga lebih murah dari produk lokal.

Dengan demikian, penurunan daya beli masyarakat, bukan hanya mengancam UMKM saja, namun masyarakat secara umum dan kelompok menengah ke bawah adalah golongan yang rentan terdegradasi, dan kondisi ini sudah terjadi saat ini. Pada akhinya rakyat kecil selalu menjadi korban kedzaliman para penguasa dan pengusaha.

Alih-alih mendukung para pelaku usaha kecil, setidaknya dengan memberikan pinjaman modal tanpa bunga dan memberikan tempat dalam marketing, pemerintah malah berpihak dan memuluskan para korporator. Penguasa hanya berpihak pada pelaku usaha yang kuat secara finansial dan hanya memfasilitasi konsumen high income/ berpenghasilan tinggi.

Sehingga jelas, bahwa penurunan daya beli masyarakat bukan karena kalah bersaing antara UMKM dan juga para pelaku IKM, akan tetapi karena penguasa berpihak kepada segelintir orang yang bernama kaum oligarki. Sehingga para pemodal besar asing dan aseng selalu menjadi pemenangnya, sementara para pelaku usaha kecil sebagai pengusaha pribumi harus tersisihkan di negerinya sendiri.

Semua yang terjadi diakibatkan oleh diterapkannya sistem ekonomi Kapitalisme, sistem yang telah merusak dan memiliki daya rusak yang luar biasa terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa termasuk sendi ekonomi negeri ini. Oleh karenanya, selama sistem Kapitalisme masih bercokol selama itu pula kondisi perekonomian masyarakat tidak akan pernah berubah. Bahkan, sulit untuk mencapai kata sejahtera.

Lain halnya dengan sistem ekonomi Islam yang berbasis aqidah Islam. Negara selaku pengemban amanah, akan mengedepankan filosofi ekonomi yang berkeadilan dan tolong menolong. Lebih dari itu, kewajiban sebagai pengembala yang bertanggungjawab atas gembalaannya akan tertunaikan dengan baik.

Lalu negara akan menerapkan tiga prinsip dasar ekonomi yang semestinya yaitu pengaturan kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta. Dimana, ketiga prinsip tersebut diatur sesuai dengan hukum syara’ secara jelas dan terperinci, semata-mata untuk kemaslahatan umat.

Perihal kepemilikan harta dipisahkan antara harta milik rakyat, negara dan pribadi. Sehingga, tidak akan terjadi pencampuradukkan dalam pengelolaan harta. Adapun, pengelolaan harta melalui Baitul Mall yang sumbernya berasal dari sumber daya alam (SDA), fa’i, kharaj, gonimah dan lain sebagainya.

Sementara, dalam hal pendistribusian harta berupa zakat senantiasa dilakukan dengan baik dan seadil-adilnya sesuai dengan hukum syara’. Menurut hukum syara’ zakat harta diberikan kepada delapan asnaf diantaranya fakir, miskin, amil, mu’allaf, musafir, riqab, gharim dan fiisabilillah.

Sehingga, keadilan secara menyeluruh akan dinikmati oleh masyarakat. Karena negara akan bertanggung jawab penuh sebagai pengelola sumber daya alam (SDA) yang ada di bumi sebagai bagian dari amanah kepemimpinan. Karena sejatinya, bumi ini milik Allah dan kekayaan yang ada di dalamnya sebanyak-banyaknya dikelola negara untuk kemakmuran umat manusia.

Dalam sistem Khilafah pun pasti ada pelaku usaha, namun tentu akan berbeda karena perlindungan dan jaminan pelaku usaha akan benar-benar optimal di tangan Khalifah. Urgensi diterapkannya sistem Islam dalam naungan Khilafah adalah menjaga hak hidup umat manusia dari keterpurukan salah satunya ekonomi.

Hanya Islam sajalah dengan sistemnya yang agung, termasuk sistem ekonomi di dalamnya yang mampu melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan ekonomi masyarakat, hingga mencapai kata sejahtera, adil dan makmur bagi seluruh rakyat. Karena Islam rahmatan lil ‘alamin.

Wallahu’alam bisawwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here